Saturday, November 08, 2003
----------------------------
Sdr. WAHYU PRIYONO (rajawali_pasoepati@yahoo.com), Karanganyar, Solo, Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman e-mail dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Pro : Mas Bambang Haryanto, Saya membaca surat pembaca Anda di HU SOLOPOS edisi 28 Oktober 2003, yang berisi gagasan mengenai pembentukan jaringan Epistoholik Indonesia (EI), sebuah komunitas bagi orang-orang yang suka menulis atau memberi komentar, masukan, kritik dan saran pada rubrik surat pembaca pada suatu media”
“Saya menyambut baik dan mendukung gagasan dibentuknya komunitas tersebut, sebab secara pribadi saya suka menulis apa saja termasuk menulis rubrik surat pembaca.Oleh sebab itu saya ingin bergabung dan terlibat dalam komunitas jaringan tersebut.”, demikian e-mail yang dikirimkan oleh Sdr. Wahyu Priyono (7/11/2003) dari Karang anyar.
“Harapan saya agar gagasan pembentukan jaringan komunitas epistoholik ini bisa terealisasi dan mampu membawa peningkatan terhadap kualitas isi tulisan rubrik pembaca pada media apapun. Juga sebagai wahana dan ajang merekatkan persaudaraan di antara para penulis serta nantinya bisa menghasilkan program dan agenda yang produktif dan positif bagi para anggota komunitas.”
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
“Sdr. Wahyu Priyono, terima kasih untuk atensi Anda. Sebagai sesama warga kelompok suporter Pasoepati, saya sungguh berbangga dan berbahagia, karena kita bisa menggalang kerjasama untuk berkiprah bersama di luar lapangan sepakbola. Harapan Anda adalah harapan kita semua, seluruh warga EI kita ini !”
“Bersama ini pula, Anda secara resmi telah menjadi warga jaringan Epistoholik Indonesia”
“Contoh surat pembaca Anda, yang termuat di tabloid BOLA, menunjukkan tingginya perhatian dan tingginya kualitas surat pembaca yang Sdr. Wahyu tulis. Saya harapkan, tulisan lainnya akan segera menyusul. Sokur-sokur, dari interaksi antarwarga EI nanti akan semakin mendorong kita untuk menulis karya yang lebih tinggi. Yaitu menulis artikel, sampai menulis buku. Anda setuju ? Mari berpacu !”
Di bawah ini saya kutipkan isi surat pembaca yang ditulis oleh Wahyu Priyono. Dengan catatan : isi dan konsekuensi atas informasi tersebut di luar tanggung jawab Epistoholik Indonesia (BH).
LADANG MEDALI EMAS
Dimuat di Tabloid BOLA, 4 November 2003
Prestasi olahraga suatu bangsa di ajang kejuaraan dunia, semisal SEA Games, Asian Games atupun Olimpiade diukur dari seberapa banyak perolehan medali oleh atletnya. Perolehan medali siginifikan terhadap prestasi dan perkembangan olahraga di negara yang bersangkutan.
Sudah saatnya KONI mulai membidik dan mensiasati hal ini. Apabila kita perhatikan sebenarnya hanya ada dua cabang besar yang bisa menjadi ladang medali emas, yaitu atletik dan renang. Sebab di kedua cabang itu dilombakan beberapa nomor. Disamping itu pembinaan untuk cabang atletik dan renang relatif tidak membutuhkan dana yang besar, apabila dibanding cabang lain semisal basket, bola voly ataupun sepakbola yang hanya memperebutkan satu medali saja.
Dengan tanpa menganaktirikan cabang olahraga lain, sudah saatnya cabang atletik dan renang dijadikan ajang untuk meraih medali sebanyak-banyaknya. Untuk tim Indonesia semoga sukses di ajang SEA Games XXII Vietnam nanti.
Wahyu Priyono (Karanganyar, Solo)
-----------------------
Sdri. SRI HASTUTI, SE (Joho, Wonogiri), Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Aktivitas menulis bagi saya sangat menarik, saya sangat berkeinginan untuk selalu mengomentari segala hal yang telah saya baca, dengar dan gagasan baru yang muncul dalam pikiran saya. Walau pun itu hanya sebatas kritikan saja”, demikian tulis Sdri. Sri Hastuti, SE dalam surat tulisan tangan yang rapi dan indah (5/11/2003).
“Memang baru sekali saya kesampaian untuk menulis dan Alhamdulillah, dimuat di kolom Dialog majalah Intisasti, April 2003. Ada rasa bangga tersendiri yang bisa saya rasakan, yang ternyata tulisan saya ada artinya”
“Dalam hal ini memang saya baru tahap belajar untuk mengasah diri. Pengetahuan yang saya miliki masih minim, tetapi semangatlah yang mendorong saya. Untuk itu saya berharap info lengkap jaringan EI dan semoga bisa bergabung bersama, untuk saling belajar, bertukar gagasan dan bisa menambah pengetahuan”
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
“Terima kasih untuk atensi dan respons Sdri. Sri Hastuti, SE sehubungan isi surat saya di Solopos (28/10/03). Surat Sri mengejutkan dan menyenangkan (“tulisan tanganmu bagus”), karena saya engga sangka akan mendapatkan respons dari seorang WNA. Maaf, kalau di luar kota saya selalu mengenalkan diri sebagai ‘orang Jawa berstatus WNA’. Dalam hal ini WNA akronim WoNogiri Asli. Baiklah, itu sekedar canda. Yang pasti, merujuk ke niatan Anda, maka bersama ini Epistoholik Indonesia (EI) dengan senang hati mempersilakan Sri Hastuti untuk bergabung di EI ini “
“Sebagai suatu network, misi utama EI adalah saling memberi semangat kepada warga/anggota jaringan EI untuk giat berkiprah dalam menulis, guna menyumbangkan gagasan untuk masyarakat luas. Maaf, saya sebagai perintis EI saat ini malah belum menggagas draft, misalnya mengenai visi/misi, kode etik, sampai AD/ART untuk EI. Hemat saya, biar EI ini jalan dulu, asal misi utama di atas dapat dijalankan. Salah satu realisasi misi tersebut adalah menghidupkan situs Epistoholik Indonesia di http://epsia.blogspot.com , sebagai sarana komunikasi antarwarga jaringan EI kita ini”
”Saya setuju dan menyukai banget pendapat Anda bahwa menulis adalah aktivitas yang menarik. Sokurlah, dengan menulis di Intisari, berisi pendapat yang berguna bagi pembaca lainnya, Anda telah merasakan dampak psikologis yang menyenangkan itu. Malah, kalau saya boleh menjadi suporter Anda, pendorong cita-ciata luhur Anda, saya harapkan aktivitas menulis surat pembaca nanti hanya menjadi aktivitas rutin, guna mengasah otak kita.”
“Maksud saya, sebaiknyalah Sri Hastuti harus punya cita-cita yang lebih besar dan lebih dahsyat lagi : menulis artikel ! Mungkin di Intisari atau Solopos. Lalu meningkat lagi, menulis buku. Saya yakin, Sri Hastuti mampu menuju ke arah cita-cita besar itu. Dari menyimaki sajian surat Anda yang runtut, enak dibaca, tulisannya rapi dan bagus, tibalah kini saatnya bakat terpendam Anda itu direalisasikan !”
Tambahan sedikit : Anda adalah warga Epistoholik Indonesia yang paling cantik. Kalau tidak percaya, silakan simak seluruh kandungan situs EI ini selengkapnya dengan menarik “vertical scroll bar” sampai ke batas bawah. Atau meng-klik tulisan “Archive” untuk mengakses tulisan yang terdahulu. Silakan menjelajah ! (BH).
Di bawah ini saya kutipkan isi surat pembaca yang ditulis oleh Sdri. Sri Hastuti, SE. Dengan catatan : isi dan konsekuensi atas informasi tersebut di luar tanggung jawab Epistoholik Indonesia (BH).
SAYANG KALAU TERPOTONG
Dimuat di majalah Intisari, April 2003.
Waktu masih kuliah, saya selalu membaca Intisari di perpustakaan kampus. Tapi, setelah kuliah saya selesai, enam bulan terakhir ini saya berlangganan. Dengan membaca Intisari banyak pengtahuan yang saya peroleh sehingga memperluas wawasan saya. Bagi saya, semuanya artikelnya menarik dan sayang kalau tidak terbaca.
Saya mau usul, bagaimana kalau kupon Otak Atik ditempatkan pada bagian yang tidak terdapat artikel di baliknya. Saya merasa sayang kalau artikel itu terpotong jika kuponnya diambil. Bukankah sebaiknya kupon-kupon itu ditempatkan pada bagian yang sebaliknya bukan artikel ?
Sri Hastuti, SE (Giriwono, Wonogiri 57613)
---------------------------------------------
Bapak SOEROTO (Kajen, Pekalongan), Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Dengan tidak mengurangi rasa hormat, saya sampaikan salut atas ide Anda. Saya juga senang membaca untuk mengisi waktu luang. Yang saya baca pertama adalah (kolom) Surat Pembaca. Saya adalah pembeli setia Suara Merdeka”, demikian isi surat ketikan dari Bapak Soeroto (3/11/2003).
“Saya pendaftar I untuk bergabung pada Epistoholik Indonesia. Saya sering menulis di kolom Surat Pembaca di Harian Suara Merdeka. Yang saya ingat berjudul : (1) Hiburan Para Manula, (2) Studi Banding Atau Pelesir, dan (3) Mobil/Motor Plat Hitam Kena Uji KIR, tetapi pemuatannya tidak saya kliping sehingga tidak dapat saya kirimkan untuk bahan Anda”, lanjut Pak Soeroto.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
“Terima kasih, Bapak Soeroto. Memang tepat benar perkiraan Bapak, karena memang Bapak Soeroto merupakan pendaftar dan pengirim surat pertama yang menanggapi isi surat saya yang termuat di harian Suara Merdeka.”
Pak Soeroto, yang pensiunan guru itu, memberikan usulan menarik, yaitu (1) diadakan jumpa kontak, pembaca pada kolom Surat Pembaca, dan (2) menyampaikan informasi pada sesama anggota lewat surat pembaca/individu.
“Usulan yang menarik. Bagaimana pendapat warga EI lainnya ? Mengenai penyampaian informasi kepada warga, selain lewat balasan surat, adalah melalui situs blog EI ini. Oleh karena itu, saya dalam surat selalu mengajak warga EI untuk sudi berkenalan dengan Internet, lalu mencoba menghayati keberadaan dan isi situs EI ini. Apalagi, seperti seorang pakar dari MIT, Nicholas Negroponte, bilang bahwa Internet adalah gempa bumi berkekuatan 10,5 skala Richter yang mengguncang sendi-sendi ekonomi…”
Untuk memberikan gambaran secara utuh, berikut di bawah ini saya kutipkan dua contoh isi surat pembaca Bapak Soeroto. Dengan catatan : isi dan konsekuensi atas informasi tersebut di luar tanggung jawab Epistoholik Indonesia (BH).
DPR MENANTI UANG THR
Dikirimkan Tanggal 3/11/2003 ke Harian Suara Merdeka
Aduh rasanya nikmat bagi honor studi banding, lelang mobil dem-deman. Ini tunggu uang THR. Sungguh nikmat enaknya. Tidak ingat akan ada banjir, gedung SD pada ambruk, pokoknya masa bodoh.
Ini bulan Ramadhan, bulan untuk mawas diri, apakah saya sudah pantas mewakili rakyat, mari sama-sama berpuasa menahan nafsu segalanya. Rakyat mengencangkan ikat pinggang, malah bapak melepas ikat pinggang. Rakyat kekurangan, bapak kekenyangan.
Ironisnya ada beberapa anggota DPR, dari partai yang menamakan reformasi ; dulu ogah-ogahan diajak KKN, dulu vokal, sekarang anteng. Karena sudah merasakan enaknya jadi wakil rakyat, entah rakyat yang mana. Mudah-mudahan surat ini dibaca bapak-bapak yang katanya wakil rakyat.
Nyuwun ngapunten nggih Pak !
SOEROTO (Pekalongan).
MOBIL/MOTOR PLAT HITAM KENA UJI KIR
Sudah dimuat di Harian Suara Merdeka, tanpa data tanggal.
Mudah-mudahan tulisan saya ini dibaca Bapak-bapak Pemerintah dan anggota Dewan Yang Mulia, sehingga menjadi bahan renungan.
Uji kir plat hitam roda empat tidak ada masalah, tapi untuk roda dua, jangan. Karena roda dua itu kendaraan rakyat kecil, yang sehari-hari untuk kebutuhan, antar sekolah, belanja, kondangan, ngojek kerja dan sebagainya.
Rakyat kecil sudah menderita dengan seabreg kenaikan. Kalau memang tetap ngotot, tidak bisa ditawar, alasan untuk menggenjot PAD (Pendapatan Asli Daerah), jangan kepalang tanggung. Di rumah rakyat masih banyak barang yang dikenakan pajak. Di dalam rumah masih ada TV, radio, lemari, meja, kursi, rak, piring, ember. Kenai pajak semua, jadi Pendapatan Asli Daerah melampaui target.
Apa bapak-bapak tidak tahu. Sekali-kali turba, pak, biar tahu keadaan di pedesaan. Ayo dong, Bapak-bapak DPR Wakil Rakyat, perjuangkan rakyat kecil.
Wah, koyo ngene payahe dadi wong cilik.
Ketigo Ora Adus.
Rendeng Kebanjiran.
Kawula Alit,
SOEROTO (Pekalongan).
--------------------------
Redaksi Harian Suara Merdeka (Semarang), terima kasih untuk pemuatan surat berisi informasi mengenai Epistoholik Indonesia (EI) di koran Anda !
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Surat pembaca saya berisi informasi berupa ajakan dan himbauan agar pencinta aktivitas menulis surat pembaca di daerah Jawa Tengah sudi bergabung dalam Epistoholik Indonesia (EI), telah dimuat di harian Suara Merdeka, edisi Minggu, 2 November 2003. Terima kasih, Suara Merdeka !
Sdr. WAHYU PRIYONO (rajawali_pasoepati@yahoo.com), Karanganyar, Solo, Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman e-mail dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Pro : Mas Bambang Haryanto, Saya membaca surat pembaca Anda di HU SOLOPOS edisi 28 Oktober 2003, yang berisi gagasan mengenai pembentukan jaringan Epistoholik Indonesia (EI), sebuah komunitas bagi orang-orang yang suka menulis atau memberi komentar, masukan, kritik dan saran pada rubrik surat pembaca pada suatu media”
“Saya menyambut baik dan mendukung gagasan dibentuknya komunitas tersebut, sebab secara pribadi saya suka menulis apa saja termasuk menulis rubrik surat pembaca.Oleh sebab itu saya ingin bergabung dan terlibat dalam komunitas jaringan tersebut.”, demikian e-mail yang dikirimkan oleh Sdr. Wahyu Priyono (7/11/2003) dari Karang anyar.
“Harapan saya agar gagasan pembentukan jaringan komunitas epistoholik ini bisa terealisasi dan mampu membawa peningkatan terhadap kualitas isi tulisan rubrik pembaca pada media apapun. Juga sebagai wahana dan ajang merekatkan persaudaraan di antara para penulis serta nantinya bisa menghasilkan program dan agenda yang produktif dan positif bagi para anggota komunitas.”
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
“Sdr. Wahyu Priyono, terima kasih untuk atensi Anda. Sebagai sesama warga kelompok suporter Pasoepati, saya sungguh berbangga dan berbahagia, karena kita bisa menggalang kerjasama untuk berkiprah bersama di luar lapangan sepakbola. Harapan Anda adalah harapan kita semua, seluruh warga EI kita ini !”
“Bersama ini pula, Anda secara resmi telah menjadi warga jaringan Epistoholik Indonesia”
“Contoh surat pembaca Anda, yang termuat di tabloid BOLA, menunjukkan tingginya perhatian dan tingginya kualitas surat pembaca yang Sdr. Wahyu tulis. Saya harapkan, tulisan lainnya akan segera menyusul. Sokur-sokur, dari interaksi antarwarga EI nanti akan semakin mendorong kita untuk menulis karya yang lebih tinggi. Yaitu menulis artikel, sampai menulis buku. Anda setuju ? Mari berpacu !”
Di bawah ini saya kutipkan isi surat pembaca yang ditulis oleh Wahyu Priyono. Dengan catatan : isi dan konsekuensi atas informasi tersebut di luar tanggung jawab Epistoholik Indonesia (BH).
LADANG MEDALI EMAS
Dimuat di Tabloid BOLA, 4 November 2003
Prestasi olahraga suatu bangsa di ajang kejuaraan dunia, semisal SEA Games, Asian Games atupun Olimpiade diukur dari seberapa banyak perolehan medali oleh atletnya. Perolehan medali siginifikan terhadap prestasi dan perkembangan olahraga di negara yang bersangkutan.
Sudah saatnya KONI mulai membidik dan mensiasati hal ini. Apabila kita perhatikan sebenarnya hanya ada dua cabang besar yang bisa menjadi ladang medali emas, yaitu atletik dan renang. Sebab di kedua cabang itu dilombakan beberapa nomor. Disamping itu pembinaan untuk cabang atletik dan renang relatif tidak membutuhkan dana yang besar, apabila dibanding cabang lain semisal basket, bola voly ataupun sepakbola yang hanya memperebutkan satu medali saja.
Dengan tanpa menganaktirikan cabang olahraga lain, sudah saatnya cabang atletik dan renang dijadikan ajang untuk meraih medali sebanyak-banyaknya. Untuk tim Indonesia semoga sukses di ajang SEA Games XXII Vietnam nanti.
Wahyu Priyono (Karanganyar, Solo)
-----------------------
Sdri. SRI HASTUTI, SE (Joho, Wonogiri), Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Aktivitas menulis bagi saya sangat menarik, saya sangat berkeinginan untuk selalu mengomentari segala hal yang telah saya baca, dengar dan gagasan baru yang muncul dalam pikiran saya. Walau pun itu hanya sebatas kritikan saja”, demikian tulis Sdri. Sri Hastuti, SE dalam surat tulisan tangan yang rapi dan indah (5/11/2003).
“Memang baru sekali saya kesampaian untuk menulis dan Alhamdulillah, dimuat di kolom Dialog majalah Intisasti, April 2003. Ada rasa bangga tersendiri yang bisa saya rasakan, yang ternyata tulisan saya ada artinya”
“Dalam hal ini memang saya baru tahap belajar untuk mengasah diri. Pengetahuan yang saya miliki masih minim, tetapi semangatlah yang mendorong saya. Untuk itu saya berharap info lengkap jaringan EI dan semoga bisa bergabung bersama, untuk saling belajar, bertukar gagasan dan bisa menambah pengetahuan”
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
“Terima kasih untuk atensi dan respons Sdri. Sri Hastuti, SE sehubungan isi surat saya di Solopos (28/10/03). Surat Sri mengejutkan dan menyenangkan (“tulisan tanganmu bagus”), karena saya engga sangka akan mendapatkan respons dari seorang WNA. Maaf, kalau di luar kota saya selalu mengenalkan diri sebagai ‘orang Jawa berstatus WNA’. Dalam hal ini WNA akronim WoNogiri Asli. Baiklah, itu sekedar canda. Yang pasti, merujuk ke niatan Anda, maka bersama ini Epistoholik Indonesia (EI) dengan senang hati mempersilakan Sri Hastuti untuk bergabung di EI ini “
“Sebagai suatu network, misi utama EI adalah saling memberi semangat kepada warga/anggota jaringan EI untuk giat berkiprah dalam menulis, guna menyumbangkan gagasan untuk masyarakat luas. Maaf, saya sebagai perintis EI saat ini malah belum menggagas draft, misalnya mengenai visi/misi, kode etik, sampai AD/ART untuk EI. Hemat saya, biar EI ini jalan dulu, asal misi utama di atas dapat dijalankan. Salah satu realisasi misi tersebut adalah menghidupkan situs Epistoholik Indonesia di http://epsia.blogspot.com , sebagai sarana komunikasi antarwarga jaringan EI kita ini”
”Saya setuju dan menyukai banget pendapat Anda bahwa menulis adalah aktivitas yang menarik. Sokurlah, dengan menulis di Intisari, berisi pendapat yang berguna bagi pembaca lainnya, Anda telah merasakan dampak psikologis yang menyenangkan itu. Malah, kalau saya boleh menjadi suporter Anda, pendorong cita-ciata luhur Anda, saya harapkan aktivitas menulis surat pembaca nanti hanya menjadi aktivitas rutin, guna mengasah otak kita.”
“Maksud saya, sebaiknyalah Sri Hastuti harus punya cita-cita yang lebih besar dan lebih dahsyat lagi : menulis artikel ! Mungkin di Intisari atau Solopos. Lalu meningkat lagi, menulis buku. Saya yakin, Sri Hastuti mampu menuju ke arah cita-cita besar itu. Dari menyimaki sajian surat Anda yang runtut, enak dibaca, tulisannya rapi dan bagus, tibalah kini saatnya bakat terpendam Anda itu direalisasikan !”
Tambahan sedikit : Anda adalah warga Epistoholik Indonesia yang paling cantik. Kalau tidak percaya, silakan simak seluruh kandungan situs EI ini selengkapnya dengan menarik “vertical scroll bar” sampai ke batas bawah. Atau meng-klik tulisan “Archive” untuk mengakses tulisan yang terdahulu. Silakan menjelajah ! (BH).
Di bawah ini saya kutipkan isi surat pembaca yang ditulis oleh Sdri. Sri Hastuti, SE. Dengan catatan : isi dan konsekuensi atas informasi tersebut di luar tanggung jawab Epistoholik Indonesia (BH).
SAYANG KALAU TERPOTONG
Dimuat di majalah Intisari, April 2003.
Waktu masih kuliah, saya selalu membaca Intisari di perpustakaan kampus. Tapi, setelah kuliah saya selesai, enam bulan terakhir ini saya berlangganan. Dengan membaca Intisari banyak pengtahuan yang saya peroleh sehingga memperluas wawasan saya. Bagi saya, semuanya artikelnya menarik dan sayang kalau tidak terbaca.
Saya mau usul, bagaimana kalau kupon Otak Atik ditempatkan pada bagian yang tidak terdapat artikel di baliknya. Saya merasa sayang kalau artikel itu terpotong jika kuponnya diambil. Bukankah sebaiknya kupon-kupon itu ditempatkan pada bagian yang sebaliknya bukan artikel ?
Sri Hastuti, SE (Giriwono, Wonogiri 57613)
---------------------------------------------
Bapak SOEROTO (Kajen, Pekalongan), Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Dengan tidak mengurangi rasa hormat, saya sampaikan salut atas ide Anda. Saya juga senang membaca untuk mengisi waktu luang. Yang saya baca pertama adalah (kolom) Surat Pembaca. Saya adalah pembeli setia Suara Merdeka”, demikian isi surat ketikan dari Bapak Soeroto (3/11/2003).
“Saya pendaftar I untuk bergabung pada Epistoholik Indonesia. Saya sering menulis di kolom Surat Pembaca di Harian Suara Merdeka. Yang saya ingat berjudul : (1) Hiburan Para Manula, (2) Studi Banding Atau Pelesir, dan (3) Mobil/Motor Plat Hitam Kena Uji KIR, tetapi pemuatannya tidak saya kliping sehingga tidak dapat saya kirimkan untuk bahan Anda”, lanjut Pak Soeroto.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
“Terima kasih, Bapak Soeroto. Memang tepat benar perkiraan Bapak, karena memang Bapak Soeroto merupakan pendaftar dan pengirim surat pertama yang menanggapi isi surat saya yang termuat di harian Suara Merdeka.”
Pak Soeroto, yang pensiunan guru itu, memberikan usulan menarik, yaitu (1) diadakan jumpa kontak, pembaca pada kolom Surat Pembaca, dan (2) menyampaikan informasi pada sesama anggota lewat surat pembaca/individu.
“Usulan yang menarik. Bagaimana pendapat warga EI lainnya ? Mengenai penyampaian informasi kepada warga, selain lewat balasan surat, adalah melalui situs blog EI ini. Oleh karena itu, saya dalam surat selalu mengajak warga EI untuk sudi berkenalan dengan Internet, lalu mencoba menghayati keberadaan dan isi situs EI ini. Apalagi, seperti seorang pakar dari MIT, Nicholas Negroponte, bilang bahwa Internet adalah gempa bumi berkekuatan 10,5 skala Richter yang mengguncang sendi-sendi ekonomi…”
Untuk memberikan gambaran secara utuh, berikut di bawah ini saya kutipkan dua contoh isi surat pembaca Bapak Soeroto. Dengan catatan : isi dan konsekuensi atas informasi tersebut di luar tanggung jawab Epistoholik Indonesia (BH).
DPR MENANTI UANG THR
Dikirimkan Tanggal 3/11/2003 ke Harian Suara Merdeka
Aduh rasanya nikmat bagi honor studi banding, lelang mobil dem-deman. Ini tunggu uang THR. Sungguh nikmat enaknya. Tidak ingat akan ada banjir, gedung SD pada ambruk, pokoknya masa bodoh.
Ini bulan Ramadhan, bulan untuk mawas diri, apakah saya sudah pantas mewakili rakyat, mari sama-sama berpuasa menahan nafsu segalanya. Rakyat mengencangkan ikat pinggang, malah bapak melepas ikat pinggang. Rakyat kekurangan, bapak kekenyangan.
Ironisnya ada beberapa anggota DPR, dari partai yang menamakan reformasi ; dulu ogah-ogahan diajak KKN, dulu vokal, sekarang anteng. Karena sudah merasakan enaknya jadi wakil rakyat, entah rakyat yang mana. Mudah-mudahan surat ini dibaca bapak-bapak yang katanya wakil rakyat.
Nyuwun ngapunten nggih Pak !
SOEROTO (Pekalongan).
MOBIL/MOTOR PLAT HITAM KENA UJI KIR
Sudah dimuat di Harian Suara Merdeka, tanpa data tanggal.
Mudah-mudahan tulisan saya ini dibaca Bapak-bapak Pemerintah dan anggota Dewan Yang Mulia, sehingga menjadi bahan renungan.
Uji kir plat hitam roda empat tidak ada masalah, tapi untuk roda dua, jangan. Karena roda dua itu kendaraan rakyat kecil, yang sehari-hari untuk kebutuhan, antar sekolah, belanja, kondangan, ngojek kerja dan sebagainya.
Rakyat kecil sudah menderita dengan seabreg kenaikan. Kalau memang tetap ngotot, tidak bisa ditawar, alasan untuk menggenjot PAD (Pendapatan Asli Daerah), jangan kepalang tanggung. Di rumah rakyat masih banyak barang yang dikenakan pajak. Di dalam rumah masih ada TV, radio, lemari, meja, kursi, rak, piring, ember. Kenai pajak semua, jadi Pendapatan Asli Daerah melampaui target.
Apa bapak-bapak tidak tahu. Sekali-kali turba, pak, biar tahu keadaan di pedesaan. Ayo dong, Bapak-bapak DPR Wakil Rakyat, perjuangkan rakyat kecil.
Wah, koyo ngene payahe dadi wong cilik.
Ketigo Ora Adus.
Rendeng Kebanjiran.
Kawula Alit,
SOEROTO (Pekalongan).
--------------------------
Redaksi Harian Suara Merdeka (Semarang), terima kasih untuk pemuatan surat berisi informasi mengenai Epistoholik Indonesia (EI) di koran Anda !
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Surat pembaca saya berisi informasi berupa ajakan dan himbauan agar pencinta aktivitas menulis surat pembaca di daerah Jawa Tengah sudi bergabung dalam Epistoholik Indonesia (EI), telah dimuat di harian Suara Merdeka, edisi Minggu, 2 November 2003. Terima kasih, Suara Merdeka !
Tuesday, November 04, 2003
Bapak F.S. HARTONO (Yogyakarta), Surat Bapak yang kedua, mengagumkan. Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk wawasan yang Anda berikan !
“Pertama-tama ijinkan saya menyampaikan ungkapan terima kasih atas perhatian serta tanggapan terhadap surat terdahulu. Semoga melalui surat, kita bisa berlanjut bertukar pikiran, saling asah saling asuh, khususnya (mengenai) keadaan bangsa dan ngara kita yang kian amburadul ini dan (kita) juga (bisa) bersilaturahmi”, demikian tulis Pak Hartono (1/11/2003).
Selanjutnya Pak Hartono memberitahukan bahwa dirinya terhimpun dalam DKR (Dewan Pembaca Rakyat Merdeka), kumpulan penulis di kolom khusus Suara Rakyat Merdeka di Harian Rakyat Merdeka.
“Saya tahu betul selera redaktur Koran-koran nasional, hingga tahu benar kemana tulisan saya sebaiknya saya kirim sesuai nadanya. Analisis halus, sindiran tajam bergaya banyolan atau bernada agak bringas”.
Dalam suratnya, dilampirkan surat Pak Hartono yang pernah dimuat di Koran Rakyat Merdeka (28/09/1999) yang pernah dialihbahasakan ke tulisan mandarin di koran bertuliskan huruf Cina, Harian Indonesia (19/10/2000), juga pernah diulas di majlah INTI (Himpunan Tionghoa Indonesia).
Isinya menarik, yaitu pertanyaan kepada warga keturunan Tionghoa, karena menurut sepengetahuan Pak Hartono, kalau mereka sedang berkumpul antarsesamanya terkadang terlontar ucapan berbahasa Tionghoa yang intinya merendahkan kaum bumi putra.
“Bahkan sejak tulisan saya tersebut (dimuat), saya banyak dapat tanggapan surat/telepon dari banyak tokoh. Termasuk seorang anggota DPA-RI (yang baru saja dibubarkan). Tetapi ada juga surat kaleng yang berisi caci maki”, tulis Pak Hartono.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Terima kasih, Pak Hartono. Suatu kehormatan bahwa EI mendapatkan perhatian dari Bapak. Beliau yang mampu bertutur bahasa Mandarin, beberapa kosa kata bahasa Khek dan Tiongcu ini, dan sangat memahami karakter dan selera redaktur koran-koran nasional, jelas merupakan sosok sumber pengetahuan yang sangat berguna bagi kita semua warga Epistoholik Indonesia.
Suatu saat, kita akan “todong” beliau agar bersedia menularkan ilmunya yang satu ini. Bukankah begitu, Pak Hartono ? (BH).
Bapak HADIWARDOYO (Purworejo, Pakem, Sleman Yogyakarta), Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Karena saya tertarik dengan tulisan (di kolom Bebas Bicara-Harian Bernas) yang diutarakan oleh Bambang Haryanto yang nongol di Harian Bernas (18/10/2003), maka bersama ini.. memohon informasi….Perlu kami haturkan bahwa mulai bulan September saya juga sudah punya buku pribadi tentang kliping Koran tulisan saya sendiri, antara lain seperti terlampir”, demikian sebagian isi surat tulisan tangan dari Bapak Hadiwardoyo (27/10/2003).
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
“Terima kasih, Bapak Hadiwardoyo. Contoh surat-surat pembaca yang Bapak lampirkan, sungguh menunjukkan kejelian, kepedulian, dan gairah yang tinggi dari Bapak Hadi dalam menyoroti aneka isu penting di masyarakat. Misalnya mengenai pentingnya keberadaan organisasi seni budaya di Sleman, keprihatinan Bapak tentang perkembangan budaya Jawa, sampai masalah kinerja anggota DPRD Sleman yang konon suka membolos. Semuanya itu menunjukkan ketajaman dan kualitas tinggi sosok Bapak Hadiwardoyo sebagai seorang epistoholik Indonesia, dan pantas menjadi teladan kita-kita para epistoholik yunior.”
Untuk memberikan gambaran yang utuh, berikut di bawah ini saya kutipkan dua contoh isi surat pembaca Bapak Hadiwardoyo. Dengan catatan : isi dan konsekuensi atas informasi tersebut di luar tanggung jawab Epistoholik Indonesia (BH).
PENYELAMAT BUDAYA JAWA
Dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat, 11/1/1996
Penulis terkenal bahasa Jawa, esmit, punya ramalan bahwa sastra Jawa tinggal 14 tahun lagi. Artinya, sastra Jawa akan mati tahun 2009. Kemudian akan disusul kematian majalah-majalah berbahasa Jawa. Ramalan tersebut ada baiknya kita perhatikan dan direnungkan. Semoga ramalan ini juga menggugah para pemikir budaya Jawa, bagaimana menolong kehidupannya.
Kematian sastra jawa sama halnya dengan kematian sastra gending ciptaan Sultan Agung. Konon, menurut pakar karawitan, Sultan Agung Mataram memberi wasiat yang antara lain, “ojo ngaku wong Metaram (jawa) yen during nyinau sastra gending”. Artinya, jangan coba mengaku menjadi orang Jawa (Mataram) kalau belum mempelajari sastra gending.
Karena di pedesaan tidak ada organisasi pengarang bahsa jawa, sebagai barometer kebudayaan Jawa sebetulnya dapat dicermati lewat organisasi- organisasi seni karawitan, seni pedalangan dan seni tari (di pedesaan). Bagi para pengamat seni budaya di pedesaan, mudah membaca mati hidupnya budaya Jawa.
Artinya, jika seni karawitan, seni pedalangan, seni tari dan ketoprak di pedesaan sirna, pertanda lonceng kematian budaya Jawa telah tiba. Yang dapat bertahan hanya organisasi-organisasi kesenian yang sudah punya gelar narasi agung yang dekat dengan birokrasi kekuasaan.
Siapa penyelamat budaya Jawa ?
Hadiwardoyo (Pakem, Sleman).
SETELAH MBAH GITO WAFAT
Dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat, 9/4/1996.
Dengan wafatnya Mbah Gito pada tanggal 26 Maret 1996, berarti di Sleman tidak hanya kehilangan seorang bapak yang menguasai ilmu pedalangan, ilmu lawak, ketoprak, karawitan, dsb., tapi bagi seniman dan budayawan di pedesaan jelas sudah kehilangan seorang bapak seni budaya yang dapat menerjemahkan 10 kategori bahasa seni. Berarti tinggal Mbah Gati yang dapat menerjemahkannya.
Siapa pun yang sudah mengagumi seniman kondang seperti Mbah Gito-Gati itu dan juga mengagumi pujangga, karya-karyanya, dapat membaca apa sebabnya organisasi-organisasi kesenian di Sleman, selain PS Bayu, banyak yang gulung tikar.
Pada umumnya, orang malas mempelajari manajemen PS Bayu, Sapta Mandala, Siswo Budoyo, dsb. Selain malas mempelajari manajemen organisasi seni budaya yang sudah mapan itu, juga malas membaca tulisan para seniman.
Lalu, kapan seniman-seniman Sleman bertemu ? Dengan pertemuan seperti itu, artinya suara seniman tidak tersingkir dari organisasi kesenian yang belum dapat menerjemahkan 10 kategori bahasa seni budaya di Kabupaten Sleman.
Hadiwardoyo (Pakem, Sleman).
Sdr. UMAR YUWONO (Sukoharjo), Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Saya tertarik pada surat Anda yang dimuat di Pos Pembaca, Solopos (28/10/2003), yang berisikan tentang jaringan Epistoholik Indonesia. Saya adalah seorang penulis/koresponden freelance sebuah majalah bahasa Jawa di Surabaya, dan tinggal di Sukoharjo. Saya ingin gabung”, demikian tulis Umar Yuwono (29/10/2003).
Ia juga menyelipkan hal menarik. Tulisnya, mungkin banyak yang sangat membutuhkan, termasuk saya juga saya, yaitu tentang peluang kerja. Bila Anda ada info tentang peluang kerja di Wonogiri, tolong sertakan dalam surat balasan. Apa pun pekerjaan itu, asal halal.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com / Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Sdr. Umar, terima kasih untuk isi curhat Anda. Berbarengan saat datangnya surat Anda, koran-koran di Solo memberitahukan bahwa tes penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) di Pemkot Surakarta, dari sekitar 200 – 300 lowongan, telah dibanjiri peminat mendekati 60.000 pelamar.
Dari gambaran di atas tadi, apakah pekerjaan dewasa ini benar-benar langka dan sulit ? Anda dapat menjawabnya sendiri. Tetapi bagi saya, ya benar saat ini banyak sekali kaum penganggur, tetapi saya juga sekaligus berpendapat : saat ini juga banyak sekali peluang pekerjaan !
Problemnya, terlalu banyak sekali pencari kerja itu bermental seperti laron. Mereka hanya mengejar cahaya lampu, alias lowongan pekerjaan yang tampak, yang mloho-mloho saja. Akibatnya, lowongan seperti ini (seperti CPNS tadi) ya diserbu ribuan laron-laron pencari kerja, terjadi persaingan ketat. Sementara itu, lowongan yang banyak terbuka itu justru tersembunyi, bahkan tidak pernah masuk iklan di koran-koran. Kata para ahli strategi karier, 85 persen lowongan itu tersembunyi !
Seperti saya tulis di surat saya ke Sdr. Umar Yuwono : Kunci sukses cari kerja adalah dengan menempatkan diri Anda sebagai pemecah persoalan, problem solver, dan bukan sebagai problem maker sesuatu perusahaan. “Focus on what you love, and then money will follow”. Semoga obrolan ini bermanfaat .(BH).
Sdr. HANUNG SRI KUNCORO (Sukoharjo), Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Entah mengapa, saya tertarik tuk gabung, apa yang anda tawarkan dan menulis adalah hobi saya…..Dan 2 bukti contoh Surat Pembaca pernah di muat di media massa”.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com / Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Terima kasih, sobat Hanung Sri Kuncoro. Ketika menerima surat Anda, saya rada kaget : saya mengira menerima surat dari seorang kartunis terkenal dari Tabloid BOLA, Nunk, yang nama aslinya adalah pula Hanung Kuncoro.
Dua contoh surat pembaca yang Hanung sertakan, sangat menarik. Yang pertama dimuat di majalah Sahabat Pena (No.320/1998) mengenai informasi bimbingan menulis yang ia selenggarakan (“bagus sekali !”), dan kedua dimuat di harian Solopos (22/10/2002) mengenai informasi 140 problem kesehatan yang dapat disembuhkan berkat khasiat madu, yang saya kutipkan di bawah ini. Dengan catatan : isi dan konsekuensi atas informasi tersebut di luar tanggung jawab Epistoholik Indonesia (BH).
RAHASIA PENGOBATAN MENGGUNAKAN MADU
Dimuat di Harian Solopos, 22/10/2002
Assalamualaikum Wr.Wb.
Sudah berabad-abad madu dipercaya sebagai obat ajaib. Hal ini difirmankan oleh Allah SWT dalam Alquran : “..dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam warnanya dan didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia” (QS An-Nahl : 68-69).
Madu menurut para pakar mengandung banyak zat seperti mineral, fosfor, zat besi, potassium, sodium, belerang dan banyak lagi, yang sangat berguna bagi manusia untuk pengobatan dan kesehatan.
Saat Perang Dunia II, ternyata parabperawat medis menggunakan madu untuk pengobatan orang-orang tertembak peluru dan hasilnya menakjubkan.
PS Armon, seorang ahli di Majlah World Health 91981) mengungkapkan, madu ternyata berkhasiat sebagai antibiotika, dicobakan madu dioleskan pada luka habis operasi, ternyata dengan cepat dapat mempercepat jaringan luka.
Didasari rasa manusiawi, saya ingin membagikan rahasia pengobatan dengan madu itu, mudah-mudahan bermanfaat bagi kesembuhan penyakit kronis, ringan dan menjaga kesehatan keluarga, akrena keterbatasan kemampuan.
Bagi yang tertarik, silakan kirim Rp. 15.000 sebagai ongkos kopi dan ongkos pengiriman (berisi kurang lebih 140 masalah).
Wassalamu alaikum Wr.Wb.
“Pertama-tama ijinkan saya menyampaikan ungkapan terima kasih atas perhatian serta tanggapan terhadap surat terdahulu. Semoga melalui surat, kita bisa berlanjut bertukar pikiran, saling asah saling asuh, khususnya (mengenai) keadaan bangsa dan ngara kita yang kian amburadul ini dan (kita) juga (bisa) bersilaturahmi”, demikian tulis Pak Hartono (1/11/2003).
Selanjutnya Pak Hartono memberitahukan bahwa dirinya terhimpun dalam DKR (Dewan Pembaca Rakyat Merdeka), kumpulan penulis di kolom khusus Suara Rakyat Merdeka di Harian Rakyat Merdeka.
“Saya tahu betul selera redaktur Koran-koran nasional, hingga tahu benar kemana tulisan saya sebaiknya saya kirim sesuai nadanya. Analisis halus, sindiran tajam bergaya banyolan atau bernada agak bringas”.
Dalam suratnya, dilampirkan surat Pak Hartono yang pernah dimuat di Koran Rakyat Merdeka (28/09/1999) yang pernah dialihbahasakan ke tulisan mandarin di koran bertuliskan huruf Cina, Harian Indonesia (19/10/2000), juga pernah diulas di majlah INTI (Himpunan Tionghoa Indonesia).
Isinya menarik, yaitu pertanyaan kepada warga keturunan Tionghoa, karena menurut sepengetahuan Pak Hartono, kalau mereka sedang berkumpul antarsesamanya terkadang terlontar ucapan berbahasa Tionghoa yang intinya merendahkan kaum bumi putra.
“Bahkan sejak tulisan saya tersebut (dimuat), saya banyak dapat tanggapan surat/telepon dari banyak tokoh. Termasuk seorang anggota DPA-RI (yang baru saja dibubarkan). Tetapi ada juga surat kaleng yang berisi caci maki”, tulis Pak Hartono.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Terima kasih, Pak Hartono. Suatu kehormatan bahwa EI mendapatkan perhatian dari Bapak. Beliau yang mampu bertutur bahasa Mandarin, beberapa kosa kata bahasa Khek dan Tiongcu ini, dan sangat memahami karakter dan selera redaktur koran-koran nasional, jelas merupakan sosok sumber pengetahuan yang sangat berguna bagi kita semua warga Epistoholik Indonesia.
Suatu saat, kita akan “todong” beliau agar bersedia menularkan ilmunya yang satu ini. Bukankah begitu, Pak Hartono ? (BH).
Bapak HADIWARDOYO (Purworejo, Pakem, Sleman Yogyakarta), Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Karena saya tertarik dengan tulisan (di kolom Bebas Bicara-Harian Bernas) yang diutarakan oleh Bambang Haryanto yang nongol di Harian Bernas (18/10/2003), maka bersama ini.. memohon informasi….Perlu kami haturkan bahwa mulai bulan September saya juga sudah punya buku pribadi tentang kliping Koran tulisan saya sendiri, antara lain seperti terlampir”, demikian sebagian isi surat tulisan tangan dari Bapak Hadiwardoyo (27/10/2003).
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
“Terima kasih, Bapak Hadiwardoyo. Contoh surat-surat pembaca yang Bapak lampirkan, sungguh menunjukkan kejelian, kepedulian, dan gairah yang tinggi dari Bapak Hadi dalam menyoroti aneka isu penting di masyarakat. Misalnya mengenai pentingnya keberadaan organisasi seni budaya di Sleman, keprihatinan Bapak tentang perkembangan budaya Jawa, sampai masalah kinerja anggota DPRD Sleman yang konon suka membolos. Semuanya itu menunjukkan ketajaman dan kualitas tinggi sosok Bapak Hadiwardoyo sebagai seorang epistoholik Indonesia, dan pantas menjadi teladan kita-kita para epistoholik yunior.”
Untuk memberikan gambaran yang utuh, berikut di bawah ini saya kutipkan dua contoh isi surat pembaca Bapak Hadiwardoyo. Dengan catatan : isi dan konsekuensi atas informasi tersebut di luar tanggung jawab Epistoholik Indonesia (BH).
PENYELAMAT BUDAYA JAWA
Dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat, 11/1/1996
Penulis terkenal bahasa Jawa, esmit, punya ramalan bahwa sastra Jawa tinggal 14 tahun lagi. Artinya, sastra Jawa akan mati tahun 2009. Kemudian akan disusul kematian majalah-majalah berbahasa Jawa. Ramalan tersebut ada baiknya kita perhatikan dan direnungkan. Semoga ramalan ini juga menggugah para pemikir budaya Jawa, bagaimana menolong kehidupannya.
Kematian sastra jawa sama halnya dengan kematian sastra gending ciptaan Sultan Agung. Konon, menurut pakar karawitan, Sultan Agung Mataram memberi wasiat yang antara lain, “ojo ngaku wong Metaram (jawa) yen during nyinau sastra gending”. Artinya, jangan coba mengaku menjadi orang Jawa (Mataram) kalau belum mempelajari sastra gending.
Karena di pedesaan tidak ada organisasi pengarang bahsa jawa, sebagai barometer kebudayaan Jawa sebetulnya dapat dicermati lewat organisasi- organisasi seni karawitan, seni pedalangan dan seni tari (di pedesaan). Bagi para pengamat seni budaya di pedesaan, mudah membaca mati hidupnya budaya Jawa.
Artinya, jika seni karawitan, seni pedalangan, seni tari dan ketoprak di pedesaan sirna, pertanda lonceng kematian budaya Jawa telah tiba. Yang dapat bertahan hanya organisasi-organisasi kesenian yang sudah punya gelar narasi agung yang dekat dengan birokrasi kekuasaan.
Siapa penyelamat budaya Jawa ?
Hadiwardoyo (Pakem, Sleman).
SETELAH MBAH GITO WAFAT
Dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat, 9/4/1996.
Dengan wafatnya Mbah Gito pada tanggal 26 Maret 1996, berarti di Sleman tidak hanya kehilangan seorang bapak yang menguasai ilmu pedalangan, ilmu lawak, ketoprak, karawitan, dsb., tapi bagi seniman dan budayawan di pedesaan jelas sudah kehilangan seorang bapak seni budaya yang dapat menerjemahkan 10 kategori bahasa seni. Berarti tinggal Mbah Gati yang dapat menerjemahkannya.
Siapa pun yang sudah mengagumi seniman kondang seperti Mbah Gito-Gati itu dan juga mengagumi pujangga, karya-karyanya, dapat membaca apa sebabnya organisasi-organisasi kesenian di Sleman, selain PS Bayu, banyak yang gulung tikar.
Pada umumnya, orang malas mempelajari manajemen PS Bayu, Sapta Mandala, Siswo Budoyo, dsb. Selain malas mempelajari manajemen organisasi seni budaya yang sudah mapan itu, juga malas membaca tulisan para seniman.
Lalu, kapan seniman-seniman Sleman bertemu ? Dengan pertemuan seperti itu, artinya suara seniman tidak tersingkir dari organisasi kesenian yang belum dapat menerjemahkan 10 kategori bahasa seni budaya di Kabupaten Sleman.
Hadiwardoyo (Pakem, Sleman).
Sdr. UMAR YUWONO (Sukoharjo), Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Saya tertarik pada surat Anda yang dimuat di Pos Pembaca, Solopos (28/10/2003), yang berisikan tentang jaringan Epistoholik Indonesia. Saya adalah seorang penulis/koresponden freelance sebuah majalah bahasa Jawa di Surabaya, dan tinggal di Sukoharjo. Saya ingin gabung”, demikian tulis Umar Yuwono (29/10/2003).
Ia juga menyelipkan hal menarik. Tulisnya, mungkin banyak yang sangat membutuhkan, termasuk saya juga saya, yaitu tentang peluang kerja. Bila Anda ada info tentang peluang kerja di Wonogiri, tolong sertakan dalam surat balasan. Apa pun pekerjaan itu, asal halal.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com / Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Sdr. Umar, terima kasih untuk isi curhat Anda. Berbarengan saat datangnya surat Anda, koran-koran di Solo memberitahukan bahwa tes penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) di Pemkot Surakarta, dari sekitar 200 – 300 lowongan, telah dibanjiri peminat mendekati 60.000 pelamar.
Dari gambaran di atas tadi, apakah pekerjaan dewasa ini benar-benar langka dan sulit ? Anda dapat menjawabnya sendiri. Tetapi bagi saya, ya benar saat ini banyak sekali kaum penganggur, tetapi saya juga sekaligus berpendapat : saat ini juga banyak sekali peluang pekerjaan !
Problemnya, terlalu banyak sekali pencari kerja itu bermental seperti laron. Mereka hanya mengejar cahaya lampu, alias lowongan pekerjaan yang tampak, yang mloho-mloho saja. Akibatnya, lowongan seperti ini (seperti CPNS tadi) ya diserbu ribuan laron-laron pencari kerja, terjadi persaingan ketat. Sementara itu, lowongan yang banyak terbuka itu justru tersembunyi, bahkan tidak pernah masuk iklan di koran-koran. Kata para ahli strategi karier, 85 persen lowongan itu tersembunyi !
Seperti saya tulis di surat saya ke Sdr. Umar Yuwono : Kunci sukses cari kerja adalah dengan menempatkan diri Anda sebagai pemecah persoalan, problem solver, dan bukan sebagai problem maker sesuatu perusahaan. “Focus on what you love, and then money will follow”. Semoga obrolan ini bermanfaat .(BH).
Sdr. HANUNG SRI KUNCORO (Sukoharjo), Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Entah mengapa, saya tertarik tuk gabung, apa yang anda tawarkan dan menulis adalah hobi saya…..Dan 2 bukti contoh Surat Pembaca pernah di muat di media massa”.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com / Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Terima kasih, sobat Hanung Sri Kuncoro. Ketika menerima surat Anda, saya rada kaget : saya mengira menerima surat dari seorang kartunis terkenal dari Tabloid BOLA, Nunk, yang nama aslinya adalah pula Hanung Kuncoro.
Dua contoh surat pembaca yang Hanung sertakan, sangat menarik. Yang pertama dimuat di majalah Sahabat Pena (No.320/1998) mengenai informasi bimbingan menulis yang ia selenggarakan (“bagus sekali !”), dan kedua dimuat di harian Solopos (22/10/2002) mengenai informasi 140 problem kesehatan yang dapat disembuhkan berkat khasiat madu, yang saya kutipkan di bawah ini. Dengan catatan : isi dan konsekuensi atas informasi tersebut di luar tanggung jawab Epistoholik Indonesia (BH).
RAHASIA PENGOBATAN MENGGUNAKAN MADU
Dimuat di Harian Solopos, 22/10/2002
Assalamualaikum Wr.Wb.
Sudah berabad-abad madu dipercaya sebagai obat ajaib. Hal ini difirmankan oleh Allah SWT dalam Alquran : “..dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam warnanya dan didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia” (QS An-Nahl : 68-69).
Madu menurut para pakar mengandung banyak zat seperti mineral, fosfor, zat besi, potassium, sodium, belerang dan banyak lagi, yang sangat berguna bagi manusia untuk pengobatan dan kesehatan.
Saat Perang Dunia II, ternyata parabperawat medis menggunakan madu untuk pengobatan orang-orang tertembak peluru dan hasilnya menakjubkan.
PS Armon, seorang ahli di Majlah World Health 91981) mengungkapkan, madu ternyata berkhasiat sebagai antibiotika, dicobakan madu dioleskan pada luka habis operasi, ternyata dengan cepat dapat mempercepat jaringan luka.
Didasari rasa manusiawi, saya ingin membagikan rahasia pengobatan dengan madu itu, mudah-mudahan bermanfaat bagi kesembuhan penyakit kronis, ringan dan menjaga kesehatan keluarga, akrena keterbatasan kemampuan.
Bagi yang tertarik, silakan kirim Rp. 15.000 sebagai ongkos kopi dan ongkos pengiriman (berisi kurang lebih 140 masalah).
Wassalamu alaikum Wr.Wb.