<$BlogRSDUrl$>

Monday, December 15, 2003

--------------

Mengapa Wonogiri Bisa Jadi Markas JEI?
22-12-2003 @ 01:05 AM

Oleh: Lasma Siregar (Melbourne, Australia).

Mediakrasicom, Dunia Sudah Gila - Di selatan pulau Jawa di kota Wonogiri yang adem ayem, ada perkumpulan penulis surat pembaca. Seorang penggemar sepakbola, pembaca dan penulis yang bernama Bambang Haryanto mendirikan JEI atau Jaringan Epistoholik Indonesia.

Untuk jadi anggota tidaklah gampang dan tidak semua orang bisa diterima. Sekalipun dirimu Oma Irama, Gus Dur, Iwan Fals, Bob Hassan ataupun Mbak Tutut ! Soalnya anda harus mengidap sebuah 'penyakit' yang bernama Epistoholik atau kecanduan menulis surat pembaca.

Anthony Parakal dari Mumbay (Bombay) India sudah ketularan sejak tahun 1953. Di tahun 1992 menurut majalah TIME beliau sudah menulis surat pembaca sebanyak 3.760 surat ke seluruh surat kabar dunia yang berbahasa Inggris. Bayangkanlah hobinya!

Banyak orang yang bertanya, "Kok orang bisa kecanduan menulis surat pembaca? Apakah mereka kurang kerjaan atau perlu diperiksa dokter jiwa?"

Berbagai rupa manusia berbagai ragamlah kecanduannya. Ada yang gemar bermabuk-mabuk, kokain, berjudi di casino atau kumpul kebo. Ada yang kecanduan memancing ikan, ngumpulin perangko atau belajar tentang lautan dengan segala fauna dan floranya. Ada yang gemar mendaki gunung bahkan sampai tewas di gunung!

Saya pernah dengar ada orang yang kecanduan supernatural, sampai dipelajarinya tuyul, leak, Drakula di Rumania sampai persantetan di Banyuwangi dan sebagainya. Pokoknya ada sesuatu di sana yang menyebabkan kita tak bisa hidup bahagia tanpa kehadirannya. Ibarat kota Jogja tanpa gudeg, batik, kretek dan gamelannya yang merdu. Begitulah nasib seorang Epistoholik di dunia ini!

JEI semangatnya egaliter sebagai wahana bersosialisasi, bertukar gagasan, berasaskan saling asah, asih dan asuh. Banyak orang di Australia yang bilang mereka menemukan sesuatu yang benar dan menarik di lembaran surat pembaca.
Yang ditulis rakyat biasa dengan bahasa sederhana tanpa banyak hiasan kata hampa.

Kata orang, kalau mau tahu New York bacalah surat kabar, majalah dan bukunya. Baca surat pembacanya ! Jantung kota New York berdebar dalam kehidupan rakyatnya, aroma jalanan dan ributnya pasar di tengah sibuknya manusia yang kian kemari.

Sebelum menjadi anggota JEI, pikirkanlah baik-baik! Soalnya, sekali anda jatuh cinta tak mungkin berpisah lagi. Seperti seorang yang kecanduan, esok anda akan kembali menulis surat pembaca. Ingatlah nasehat mbahmu: "Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna!"

Seandainya anda kepepet dan tak bisa ditahan-tahan lagi serta perlu P3K (Pertolongan Pertama Pada Ketularan), e-mail dengan segera markas JEI di epsia@plasa.com untuk pertolongan darurat. Bambang Haryanto selalu siap siaga untuk keadaan seperti itu. Harap tenang dan teruslah menulis surat pembaca!

Para pengidap Epistoholik yang dikagumi di Indonesia adalah Soeroyo dari Solo yang pensiun di tahun 1981 dan Hadiwardoyo dari Kaliurang yang berusia 80 tahun tapi berjiwa 18 tahun. Bukan main! Mereka benar-benar penulis surat pembaca yang bermutu.

Dalam menulis mereka tak kalah kalau dibandingkan dengan Taufiq Ismail atau Pramudya Ananta Toer. Nggak percaya?

Bacalah surat-surat kabar di pulau Jawa atau internet (http://hwar.blogspot.com dan yang satunya lagi http://epsia.blogspot.com).

Mau ketularan Epistoholik? Go for it! Make your day! (ls, melbourne)

------------------------------------------------------------
Kirimkan komentar dalam artikel ini pada http://www.mediakrasi.com/article.php?story=20031222010514791#comments


--------------

KELUARGA BESAR KOMUNITAS EPISTOHOLIK INDONESIA
BANGGA ATAS PRESTASI BAPAK HADIWARDOYO DAN BAPAK SOEROYO
TERCATAT DI DAFTAR PRESTASI REPUBLIK AENG-AENG 2003


Oleh : Bambang Haryanto
Perintis/Juru Lalu Lintas Komunikasi Epistoholik Indonesia


Prestasi Bapak Hadiwardoyo (Kaliurang) dan Bapak Soeroyo (Solo) yang tercatat dalam daftar individu berprestasi dari Republik Aeng-Aeng, sungguh membanggakan bagi komunitas Epistoholik Indonesia (EI).

Kedua beliau adalah warga komunitas Epistoholik Indonesia, yaitu jaringan komunikasi para penulis surat pembaca se-Indonesia dan pantas sebagai teladan warga Epistoholik Indonesia. Sebagai suatu komunitas jaringan, atau network, misi utama EI adalah membangun komunitas para penulis surat pembaca se-Indonesia dimana antarwarganya bersemangat tulus, untuk saling memberi semangat kepada sesamanya, agar giat berkiprah menulis, guna menyumbangkan gagasan kritis yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Misi itu sudah dijalankan oleh kedua beliau, bahkan jauh sebelum bergabung dalam EI.

Bapak Hadiwardoyo (80 tahun) adalah penulis surat pembaca yang dedikatif untuk pelbagai surat kabar di Yogyakarta, sejak lama. Selain menulis tinjauan kritis bersubjek pengembangan dan pelestarian budaya Jawa (pewayangan, sastra sampai filsafat Jawa), juga tidak luput pula menulis kritik sosial. Judul tulisannya antara lain : Sumber Daya Air Dan Kekuasaan (Bernas, 13/8/2003), Semar Boyong, Super Semar (Bernas, 24/5/2002), Kapan Perdes Menulis (Bernas, 13/5/2002), Ajaran Ki Hajar (Bernas, 16/1/2002), Sleman Sembada Cuma Hiasan ? (Bernas, 27/10/2000), Misteri Lereng Merapi (Bernas, 27/7/2000), Menulis, Cara Menangkal Stres (Kedaulatan Rakyat, 14/11/1998) , Krisis Moral, Krisis Rupiah (Kedaulatan Rakyat, 4/3/1998), Mengagumi Manusia Makhluk Sosial : Mengenai Ibu Teresa (Kedaulatan Rakyat, 20/9/1997), dan masih banyak lagi.

Bapak Soeroyo, adalah penulis surat pembaca dengan topik bahasan yang beragam dengan kupasan yang mendalam. Seperti terungkap dalam tulisannya “Merintis Wadah Epistoholik” (Solopos, 5/12/2003), beliau menulis surat pembaca sejak pensiun dari PNS tahun 1981. “Setelah pensiun, post-power syndrome saya jauhi, saya harus berani menghadapi kenyataan. Saya beristirahat total setiap hari, dari bangun tidur sampai tidur kembali yang sungguh menjemukan. Guna menghilangkan sebel, saya isi waktu dengan banyak mendengarkan siaran radio, melihat tayangan TV serta banyak membaca.

Apabila ada hal-hal yang tidak laras dengan pola pikir saya, maka saya mencoba menulis yang hasilnya saya kirimkan ke redaksi suratkabar, apa saja. Pertama saya kirimkan ke Sinar Harapan, yang kemudian berganti nama Suara Pembaruan yang saya menjadi pelanggannya. Ternyata tulisan-tulisan saya banyak dimuat, kemudian tulisan saya kirimkan juga ke Suara Merdeka, Surya, Bernas dan SOLOPOS. Saya merasa senang kalau tulisan saya dimuat, sebab pasti akan dibaca oleh orang banyak. Rupanya inilah salah satu hiburan saya selaku manula wredatama/pensiunan.”


KOMENTAR WARGA EPISTOHOLIK INDONESIA :

# Lasma Siregar (las032002@yahoo.com) dari Melbourne, Australia, menulis dalam e-mailnya (13/12/2003) :

Seharusnya kita menulis tentang Mr. Hadiwardoyo dari Kaliurang yang berusia 80 tahun yang juga kebetulan epistoholik. You are wonderful Pak Hadi, we love you ! Juga Pak Soeroyo dari tepian Bengawan Solo yang bagus tulisan dan pendapatnya. Apalagi istilah yang diciptakannya: TOPP! TOPP = Tua,Optimis, Prima dan Produktif.

Mereka berdua benar-benar bagaikan Chairil Anwar yang bilang: "Luka bisa kubawa berlari. Berlari. Hingga hilang pedih peri dan aku akan lebih tak perduli lagi! Aku mau hidup seribu tahun lagi!”

Well Pak Soeroyo, you are inspiration !

# Bambang Haryanto (epsia@plasa.com), Perintis /Juru Lalu Lintas Komunikasi EI :

“Epistoholik Indonesia memang membidik, antara lain, para senior seperti Pak Hadiwardoyo dan Bapak Soeroyo itu. Ide EI diperkaya ilham dari buku Being Digital, karya begawan digital dari Massachusetts Institute of Technologi (MIT), AS, Nicholas Negroponte, bahwa Internet mampu menyambungkan komunikasi antargenerasi, kaum pensiunan dengan generasi anak-cucu mereka. Persambungan ini maha penting karena para pensiunan adalah the untapped resources, sumber daya intelektual kebijakan atau kearifan yang belum optimal digali. Padahal mereka itu memiliki kecerdasan, wawasan, pengalaman hidup yang kaya, wisdom, juga optimisme, sampai perasaan semakin dekat sama Tuhan, yang alangkah baiknya bila kita-kita yang lebih muda ini sudi belajar banyak dari mereka.”

“Untuk menghormat dan menghargai dedikasi mereka, telah saya rintis pembuatan situs di Internet untuk menghimpun dan memajang karya surat-surat pembaca mereka. Silakan kunjungi di : http://epsia.blogspot.com dan tersedia links untuk situs-situs mereka : F.S. Hartono (Yogyakarta, http://fshar.blogspot.com), Hadiwardoyo (Kaliurang, Yogyakarta, http://hwar.blogspot.com/ e-mail : hadiwardoyo@yahoo.com), Moegono, SH (Solo, http://moegono.blogspot.com), Soeroyo (Solo, http://soer.blogspot.com), dan Bambang Haryanto (Wonogiri, http://beha.blogspot.com / e-mail : epsia@blogspot.com)“.

Warga EI lainnya : Rosita Sihombing (Paris), Lasma Siregar (Melbourne), Aan Permana (Garut), Pudiyanto S (Jakarta), Ny. Asrie M. Iman (Jakarta), Dion Desembriarto (Yogyakarta), Suhardjo (Yogyakarta), Soeroto (Pekalongan), Soepardjo (Purbalingga), Agung Yuwono (Sukoharjo), Hanung Sri Kuncoro (Sukoharjo), Wahyu Priyono (Karanganyar), Sri Hastuti, SE (Wonogiri), dan Ny. Sri Soepadmi Soediharjo (Sleman).

Ilham pertama EI dipicu oleh paparan kisah mengenai seorang Anthony Parakal. Gara-garanya, majalah internasional Time (6/4/1992) memberi julukan manis kepadanya, karena kecanduannya menulis surat-surat pembaca di pelbagai media massa. Julukan itu adalah epistoholik. Dari asal kata epistle, yang berarti surat. Anthony Parakal (kini 72 tahun) dari Mumbay, India, sudah melakoni hobinya sejak 1953. Saat muncul di Time, koleksi surat pembaca karyanya sudah mencapai : 3.760 surat, dan prestasinya ini tercatat di buku Guinnes Book of World Records Versi India. Di bulan November 2003, menurut Mid-day (http://web.mid-day.com/metro/malad/2003/november/68003.htm), diwartakan Pak Parakal sudah menulis surat pembaca sebanyak 5.000 buah, semuanya berbahasa Inggris, dan dikirimkan ke pelbagai surat kabar di dunia. Kepada wartawan Pooja Kumar (5 November 2003) Parakal bilang : “Writing letters has become an obsession for me and not a single day passes by without me spotting at least three of my letters in dailies. It is because of my faith in the immense impact of the media that I choose to address these issues.”

Biodata ringkas Bambang Haryanto. Penulis buku HARI-HARI SEPAKBOLA INDONESIA MATI, konsultan komunikasi, pemegang Rekor MURI sebagai pencetus Hari Suporter Nasional 12 Juli (2000), pemenang The Power of Dreams Contest 2002 (Honda) dan membintangi The Power of Dreams Documentary 2002, durasi 1 jam di TransTV (29/7/2002). Alumnus UI.

Alamat kontak : EPISTOHOLIK INDONESIA, Jl. Kajen Timur 72 Wonogiri 57612. Telp. 0273-321183. E-mail : epsia@plasa.com. Situs EI : http://epsia.blogspot.com. Situs pribadi Bambang Haryanto : http://beha.blogspot.com, http://suporter.blogspot.com, http://amienrais.blogspot.com, http://poetrysolo.blogspot.com dan beberapa lainnya. ***


--------------

Terima kasih untuk Sdr. Lasma Siregar (Melbourne, Australia). Surat dan atensi Anda merupakan kejutan yang menyenangkan bagi seluruh warga Epistoholik Indonesia (EI). Selamat bergabung dalam komunitas Epistoholik Indonesia !

Lasma Siregar menulis:

JEI, bukan JI, adalah idea yang sangat unik, lucu dan creative dari kalian yang benar-benar jenius.(?)

Alangkah baiknya kalau kita bikin definisi, apa yang bisa disebut sebagai surat pembaca? Surat = sesuatu yang ditulis dan dikirim lewat pos, pakai amplop dan perangko. Sesuatu yang bisa dipegang dan ditanda tangani.

E-mail atau fax saya kira bisa diperdebatkan. Surat pembaca saya, akhirnya karena kepanjangan jadi sebuah artikel buat mediakrasi di internet.Saya sering mengirim komentar buat Gatra on line. Apakah ini bisa disebut surat pembaca?

Bagaimana Pak ? Soalnya tinggal di Australia, internet adalah satu-satunya cara baca koran atau media tanah air.

Nanti kalau ada surat pembaca saya yang baru, saya akan kirimkan lewat pos sebagaimana sebelum zamannya e-mail dan fax!

Sekian dulu Pak, salam dari Melbourne dan selamat membaca surat pembaca saya yang berakhir jadi artikel.

Bye!


--------------------

Terima kasih untuk Sdri. Rosita Sihombing (Paris, Perancis). Voila ! Sungguh, surat dan atensi Anda merupakan kejutan yang menyenangkan bagi seluruh warga Epistoholik Indonesia (EI). Selamat bergabung dalam komunitas Epistoholik Indonesia !

Hai,
Nama saya Rosita SIHOMBING, saya tinggal di Paris, saya mantan reporter surat kabar mingguan di lampung, dan saya suka sekali menulis! saya ingin bergabung dengan komunitas Epistoholik ini dan saya senang karen ada komunitas tsb!

Saya senang sekali membaca surat pembaca baik lewat internet maupun media cetak, apalagi sejak saya tinggal di luar negeri, keinginan saya utk membaca surat pembaca di media-media di internet semakin tinggi! Kadang-kadang saya malahan lebih memilih membaca surat-surat pembaca daripada berita-berita yg ditulis oleh wartawan, karena biasanya pesan-pesan dari penulis di surat pembaca lebih mengena dan saya rasa cukup objektif!

Misalnya, ketika ada satu topik yang sedang heboh yg terjadi di indonesia, saya buka saya surat pembaca di media-media yg ada di internet. Nah, dari tulisan-tulisan atau komentar-komentar para penulis surat pembaca saya bisa mengambil kesimpulan dari topik-topik yg sedang "in" di Indonesia!

Oke, saya rasa sekian dulu perkenalan saya kali ini, dan saya ingin sekali mengetahui lanjutan komunitas Epistholik ini ! Terimakasih dan salam kenal dari saya

Salam hangat

Rosita

--------------

Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :


Semoga mBak Rosita senantiasa dikaruniai Tuhan kesehatan dan kesejahteraan. Bagaimana kabar Paris saat ini ? Di Indonesia, Paris lagi jadi gunjingan ramai anak muda gara-gara pemutaran film Indonesia berjudul, “Eifel…I’m in Love” Terima kasih banyak untuk atensi dan respons Anda sehubungan isi surat sobat saya Wahyu Priyono di Tabloid BOLA (2/12/2003) mengenai Epistoholik Indonesia (EI).

E-mail Anda sangat mengejutkan. Saya sungguh tidak menyangka akan ada e-mail hebat seperti ini, dikirim jauuuuh banget dari Paris, untuk menanggapi gagasan pembentukan komunitas EI. Saya memang sering baca-baca artikel dari pelbagai situs di AS, menikmati globalisasi berkat Internet dari kota kecil di bagian selatan Jawa Tengah ini, tetapi toh tetap kaget juga ketika mendapati gagasan EI yang di benak saya mau berkiprah di tingkat lokal/nasional telah mendapat respons dari Anda, dari Paris, Perancis, Eropa, yang kemudian terasa jadi sangat menakjubkan. Yang pasti, merujuk ke niatan Anda, bersama ini Epistoholik Indonesia (EI) dengan senang hati mempersilakan mBak Rosita bergabung dalam EI kita ini. (BH).


--------------------

Terima kasih untuk Redaksi Bernas (Yogyakarta) yang telah memuat surat pembaca yang berisi laporan perkembangan langkah Epistoholik Indonesia (EI) dewasa ini. Juga terima kasih kepada Sdr. Dion Desembriarto, warga Epistoholik Indonesia dari Yogyakarta, yang telah berbaik hati memberitahukan pemuatan surat ini.

Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :

Di bawah ini kutipan surat pembaca yang saya kirimkan ke Harian Bernas (Yogyakarta).


EPISTOHOLIK INDONESIA DAN WISDOM WARGA MANULA
Dimuat di Harian Bernas (9/12/2203).


Terima kasih, Bernas. E-mail saya mengenai gagasan pembentukan jaringan komunikasi penulis surat pembaca se-Indonesia, Epistoholik Indonesia (EI) yang dimuat di kolom ini, 18/10/2003, membuahkan sambutan yang tak terduga.

Para epistoholik senior Yogyakarta yang telah mengontak saya, antara lain Romo RM Pradiko Reksopranoto, Bapak FS Hartono, Bapak R. Suhardjo, dan juga Bapak Hadiwardoyo (Kaliurang). Juga ada yang yunior, sdr. Dion Desembriarto. Dari Solo yang secara khusus saya kirimi surat, sokurlah kemudian juga bergabung, antara lain Bapak Moegono, SH dan Bapak Soeroyo. Dari Pekalongan juga ikut bergabung adalah Bapak Soeroto dan Bapak Supardjo dari Sokawera, Purbalingga.

Terima kasih atas sambutan yang membanggakan itu. Saya telah mencoba membalasnya untuk menggelindingkan program-program EI di masa depan untuk menunjang kiprah beliau sebagai warga EI. Dari beberapa kontak, termasuk rumah saya dirawuhi Pak Moegono, SH dari Solo, saya dapat belajar banyak dari wawasan mereka yang kaya dan wisdom para epsitoholik senior.

Juga saya tak menyangka, Bapak Hadiwardoyo yang sudah berusia 80 tahun itu sampai keroyo-royo ke warung Internet di Kaliurang untuk membalas surat saya melalui e-mail. Beliau menyebut sendiri sebagai wong Jowo yang inovatif, dan itu terbukti !

Untuk menghormat dedikasi para epistoholik senior tersebut, untuk Bapak Hadiwardoyo, Bapak Moegono dan Bapak Soeroyo, telah kami luncurkan situs di Internet yang khusus memajang koleksi surat-surat pembaca beliau.

Untuk mengaksesnya, silakan kunjungi situs Epistoholik Indonesia (http://epsia.blogspot.com) dan disana telah disajikan link yang diperlukan. Situs untuk para warga EI lainnya, selangkah demi selangkah, akan segera menyusul. Karena sebagian surat-surat pembaca mereka itu pernah dimuat di Bernas, maka surat ini pun sekaligus sebagai pemberitahuan kepada Redaksi Bernas mengenai kiprah EI yang ikut pula menyebarluaskan materi koran ini kepada khalayak yang lebih luas.


Sekali lagi, terima kasih Bernas !


Bambang Haryanto
Epistoholik Indonesia


------------------

Terima kasih, Bapak Soeroyo (Solo). Surat pembaca yang Bapak tulis di harian Solopos (5/12/2003) telah membuat seluruh warga Epistoholik Indonesia menjadi bangga. Nasehat Bapak untuk para epistoholik muda, sungguh menjadi ilham yang inspiratif dan menantang ! Tentu saja, juga terima kasih kepada Harian SOLOPOS yang memuat tulisan yang penting bagi dorongan langkah EI ke depan ini.

Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :

Di bawah ini kita tampilkan surat pembaca yang ditulis oleh Bapak Soeroyo (Solo).


MERINTIS WADAH EPISTOHOLIK
Dimuat di Harian Solopos, 5/12/2003


Suatu ketika di bulan Oktober 2003, saya menerima surat dari Wonogiri. Pengirimnya bernama Bambang Haryanto yang mengaku telah banyak membaca tulisan-tulisan saya di (kolom) Pos Pembaca SOLOPOS.

Saya disebut-sebut seorang epistoholik, istilah yang sebelumnya tidak saya kenal. Setelah dijelaskan oleh Sdr. Bambang Haryanto, barulah saya dong (jelas – BH). Lebih lanjut yang bersangkutan bermaksud untuk merintis berdirinya jaringan para penulis Pos Pembaca dalam wadah yang disebut Epistoholik Indonesia.

Gagasannya saya sambut dengan senang hati, karma idenya sangat cemerlang dan dalam jawaban surat, saya nyatakan mendukung seratus persen. Selaku manula saya akan tut wuri handayani, bila perlu urun-urun rembug/masukan yang positif.

Saya pegawai negeri sipil yang sudah pensiun tahun 1981. Setelah pensiun, post-power syndrome saya jauhi dan saya harus berani menghadapi kenyataan. Saya beristirahat total setiap hari, dari bangun tidur sampai tidur kembali yang sungguh menjemukan. Guna menghilangkan sebel, saya isi waktu dengan banyak mendengarkan siaran radio, banyak melihat tayangan TV serta banyak membaca apa saja yang bisa dibaca.

Apabila ada hal-hal yang tidak laras dengan pola pikir saya, maka saya mencoba menulis yang hasilnya saya kirimkan ke redaksi suratkabar, apa saja. Pertama saya kirimkan ke Sinar Harapan, yang kemudian berganti nama Suara Pembaruan yang saya menjadi pelanggannya. Ternyata tulisan-tulisan saya banyak dimuat, kemudian tulisan saya kirimkan juga ke Suara Merdeka, Surya, Bernas dan SOLOPOS. Saya merasa senang kalau tulisan saya dimuat, sebab pasti akan dibaca oleh orang banyak. Rupanya inilah salah satu hiburan saya selaku manula wredatama/pensiunan.

Cukup banyak juga pembaca yang setuju dengan tulisan saya, namun ada juga yang sifatnya memberikan kritik membangun. Paham saya, agar pikiran ini tetap bekerja dan kreatif tidak loyo mengikuti jasmani yang usur di usia senja. Sangat ideal menerapkan TOPP baru, yakni Tua, Optimis, Prima dan Produktif, bukan TOPP lama yang kita kenal : Tua, Ompong, Pikun dan Peot.

Saya anjurkan pada para epistoholik muda supaya lebih gencar menulis yang positif. Semua itu bisa dijadikan sarana guna mencerdaskan anak bangsa. Semoga gagasan indah bisa terlaksana dengan baik. Amin.

Soeroyo (Solo).


----------------





Monday, December 01, 2003

Dengan bangga, Epistoholik Indonesia (EI) meluncurkan situs blog warganya yang menjadi anggota jaringan komunikasi penulis surat pembaca se-Indonesia !


Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :

Selamat Hari Raya Idhul Fitri 1424 H.
Saya sebagai perintis dan warga Epistoholik Indonesia, bersama ini mohon maaf lahir dan bathin atas kesalahan dan kekurangan saya selama ini.

Selain itu, saya dengan bangga memberitahukan bahwa nama-nama berikut ini kini sudah memiliki situs blog yang memuat himpunan surat-surat pembaca mereka :

· Bambang Haryanto
. F.S. Hartono
. Hadiwardoyo
· Moegono, SH
· Soeroyo

Untuk mengakses, silakan klik nama-nama mereka yang sudah berwarna merah.
Siapa ingin menyusul ?

Ayo terus berprestasi, dengan menulis surat-surat pembaca Anda yang terbaru.
Lalu silakan kontak diri saya.

Terima kasih.

Bambang Haryanto

--------------

Informasi kiprah Epistoholik Indonesia (EI) muncul di Tabloid BOLA (2/12/2003). Hal ini berkat kebaikan hati, inovasi dan dedikasi sdr. Wahyu Priyono (rajawali_pasoepati@yahoo.com), Karanganyar, Solo, warga Epistoholik Indonesia yang proaktif dalam membesarkan EI kita ini. Terima kasih, Wahyu !

Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :

Tanggal 17/11/2003, sungguh menyenangkan, saya mendapatkan telepon dari Sdr. Wahyu Priyono. Kebetulan diri saya dan dirinya adalah sama-sama sebagai warga kelompok suporter sepakbola asal Solo, Pasoepati. Kita ngobrol, menyatukan visi masa depan Epistoholik Indonesia.

Wahyu Priyono yang mahasiswa Arsitektur UNS Sebelas Maret dan suka menulis itu bahkan menyatakan bersedia mempromosikan Epistoholik Indonesia, dengan menulis surat-surat pembaca ke pelbagai media. Langkah proaktif ini, saya dukung.

Tanggal 1/12/2003, saya mendapatkan telepon dari mantan Presiden Pasoepati, Mayor Haristanto, yang memberitahukan tentang dimuatnya surat Wahyu Priyono tentang Epistoholik Indonesia di Tabloid BOLA.

Terima kasih, Wahyu !


---------------

Terima kasih, Romo Hadiwardoyo (Purworejo-Pakem Sleman). Balasan e-mail dari Pak Hadi sungguh menggembirakan dan penuh kejutan !

Surat kedua Bapak Hadiwardoyo :
Subject: Balasan Surat Dari Bapak HARDIWARDOYO
Date: Fri, 21 Nov 2003 08:03:41 +0700 (WIT)


Nak Bambang Haryanto, umur saya sudah 80 tahun. Andaikata saya matur terhadap penjenengan dengan bahasa nak, semoga tidak ada salah tafsir.

Surat nanda sudah saya terima tgl 18-11-2003, yang beginilah mungkin yg disebut Telmi, telat mikir, artinya surat dikirim tgl 5-11-2003, 13 hari baru saya terima itu saja kebetulan sowan Pak dasun. Andai kata tidak, mungkin surat dari nanda sudah masuk keranjang sampah.

Tidak aku sangka bahwa nulis di koran itu ada yang memperhatikan seperti nak Bambang Haryanto dan lantas disusul tajuk BERNAS pada hari berikutnya, inilah suatu kebahagiaan bagi kami sebelum saya ditimbali sowan Hyang Maha Esa.

Nak Bambang Haryanto, saya nulis di koran memang panggilan jiwa, menulis selain menjadi obat penyakit stres, tetapi juga belajar dari pengalaman hidup………Saya betul-betul pengagum budoyo jowo, namun demikian saya tidak telaten mengikuti ngelmu jawa alon-alon waton kelakon, dondong opo salak duku cilik-cilik, tetapi budoyo jowo yang kreatif inovatif, seperti ajaran nenek moyang : timbang biru luwung wungu artinya timbang babi turu luwung melek melek akalnya dan emoh di akali atau tinimbang bubuk ngenteni digawakke eleng luwung bubuk gawe eleng.

Lir samudro tanpo tepi, bagi saya jika sudah tumbu oleh tutup, mungkin kontak bathin lewat tulisan pasti jalan terus. Namun demikian karena penulis pikiran pembaca bukan penjual berita, mungkin saya dapat menulis panjang, karena jika nulis panjang kendil njomplang.

Sekian dulu salam sehat walafiat antara para pemikir-pemikir idealis yang sejalan dengan nak Bambang Haryanto.

Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :

Surat Pak Hadi di atas, yang diketik dengan bantuan operator sebuah warnet di Kaliurang, telah terkirim kepada saya melalui e-mail. Sebagai priyayi yang sudah sepuh, maka inisiatif beliau yang tanpa segan dan tanpa perasaan fobi untuk mengenal Internet dengan mengunjungi warnet, bagi saya, sungguh mengagumkan.

Selain itu, sudah sekitar tiga kali pula Pak Hadi menelpon, untuk sekedar ngobrol. Untuk merekatkan silaturahmi, pada tanggal 27/11/2003 telah saya kirimkan kepada Bapak Hadi beberapa fotokopi artikel dan berita mengenai aktivitas saya dalam Festival Aeng-Aeng (FAA) 2002 di Solo. Juga saya sertakan sebuah kaos bersablonkan slogan dari FAA 2002 tersebut.

Kebetulan saya memiliki kakak sepupu dan keponakan yang tinggal di Kaliurang, yang ketemu dalam acara pertemuan Trah Martowirono (http://trah.blogspot.com) di rumah saya, 27/11/2003, maka kaos dan surat itu bisa saya titipkan untuk disampaikan kepada Pak Hadi. Beberapa hari kemudian, Pak Hadi menelpon. Saya katakan, karena menurut saya Pak Hadi itu termasuk orang yang aeng-aeng, dalam arti positif, maka kaos itu saya kirimkan kepadanya.

Beliau malah berkata bahwa hadiah kaos itu akan membuat dirinya merasa awet muda.. Insya Allah, Pak Hadi. Semoga Tuhan senantiasa memberi karunia sehat dan umur panjang kepada Bapak Hadiwardoyo.

---------------

Terima kasih, Bapak Pudiyanto S. (Kelapa Gading, Jakarta Utara ). Kesediaan Bapak untuk bergabung dalam Epsitoholik Indonesia, sungguh menggembirakan hati kami.Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :

Tanggal 11/11/2003, saya telah berkirim surat kepada Bapak Pudiyanto S (Jakarta), isinya mengajak beliau untuk sudi memnjadi warga EI kita. Saya pada tahun 1980-an pernah berkuliah di Universitas Indonesia, Jakarta, dan sudah sering menemukan nama dan pemikiran beliau di pelbagai surat kabar Ibukota. Berdasar pengetahuan itu, surat saya kirim kepada beliau. Surat saya tadi, sokurlah, disambut positif oleh Bapak Pudiyanto.

Tanggal 17/11/2003, beliau menelpon saya. Beliau bercerita, sudah ratusan surat pembaca yang beliau tulis. Walau, sayang sedikit, ada sekitar 120-an yang terpaksa hilang ketika Pak Pudiyanto harus pindah rumah di tahun 1990-an. Saat ini beliau sedang memindahkan sebagian suratnya kedalam bentuk digital, mengetik ulang dengan komputer. Apabila sudah selesai, akan segera dikirimkan kepada saya sebagai bahan untuk mengisi situs blog Bapak Pudiyanto S. sebagai salah satu warga Epistoholik Indonesia.

Saya tunggu, Bapak Pudiyanto. Terima kasih untuk atensi Bapak !


----------------

Terima kasih, Pak Moegono dan Mas Tri untuk kunjungan silaturahmi dan tukar pendapat (15/11/2003) di Wonogiri mengenai masa depan kiprah-kiprah kita di Epistoholik Indonesia !

Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :


Suatu kejutan dan kegembiraan, bahwa Bapak Megono, SH yang pengacara terkenal dari Solo dan seorang epistoholik sejati atau seseorang yang kecanduan menulis surat pembaca dengan dedikasi tinggi, telah sudi mengunjungi rumah saya di Wonogiri, 15 November 2003 yang lalu.

Di tengah suasana hari Puasa itulah, saya mendapatkan kesempatan untuk mengenal beliau dan pergulatan pemikirannya selama ini. Baik sebagai intelektual, praktisi hukum, pengamat yang tajam untuk isu-isu sosial kemasyarakatan, dan tentu saja dedikasi beliau sebagai seorang epistoholik yang pantas kita teladani.

Saya bersyukur, kita merasakan adanya kesamaan getar gelombang. Seperti kata Mas Tri, kolega yang mendampingi Pak Moegono saat itu, bahwa setiap individu warga Epistoholik Indonesia mempunyai ororitas yang mandiri. Ibarat permainan sepakbola, mereka dapat menempatkan diri sebagai pemain depan, tengah atau belakang, dengan gaya main yang berbeda-beda, tetapi dengan satu tujuan maju ke depan untuk mencetak gol : menyumbangkan ide dan pemikiran untuk kemajuan negara dan bangsa Indonesia di masa depan.

Bahkan divisikan ke depan, masing-masing warga EI yang memiliki latar belakang spesialisasi tertentu itu dapat bergabung suatu saat, sebagai sebuah gugus tugas (task force), guna menyelesaikan sesuatu tawaran atau peluang proyek yang memerlukan kajian dan perampungan lintas bidang. Ide yang hebat !

Pada saat itu pula Bapak Moegono menyerahkan satu bundel fotokopi surat-surat pembaca beliau selama ini. Bahan inilah yang kemudian setelah saya ketik ulang, menjadi materi untuk situs blog beliau sebagai warga Epistoholik Indonesia.

This page is powered by Blogger. Isn't yours?