Thursday, July 22, 2004
Terima kasih untuk kunjungan Anda
dan selamat datang di situs blog Epistoholik Indonesia
STOP PRESS :
Majalah Intisari edisi Juli 2004 telah memprofilkan dua epistoholik. Yaitu, Gandhi Sukardi (71), mantan wartawan kantor berita Antara dan ayah dari Menteri BUMN Laksamana Sukardi, pemegang rekor Muri menulis surat-surat pembaca di surat kabar The Jakarta Post, dan Bambang Haryanto (51), pencetus Epistoholik Indonesia
PENTING :
Untuk tampilan template baru dari situs ini,
silakan Anda mengunjungi dengan mengklik :
Epistoholik Indonesia.
Terima kasih untuk perhatian Anda !
Perkenalkan, Epistoholik Indonesia (EI) digagas sebagai komunitas dan wahana jaringan antarpenulis surat-surat pembaca se-Indonesia.
Visi dan Misi Epistoholik Indonesia.
Melalui wahana ini antarpenulis surat pembaca dapat saling mengenal, kemudian dalam semangat asah-asih-asuh saling menyemangati sesamanya untuk menghasilkan karya surat-surat pembaca yang kritis dan bermanfaat bagi masyarakat.
Melalui media berbasis Internet ini, selain untuk mendokumentasikan karya surat-surat pembaca warga EI, juga diharapkan dapat menjadi sumber ilham atau rujukan bagi para penulis surat pembaca generasi berikutnya.
Secara tidak langsung pula, warga Epistoholik Indonesia ikut bersama mendorong dan mempromosikan menulis, aktivitas melahirkan gagasan dalam bentuk tertulis, sebagai salah satu media pembelajaran seumur hidup bagi setiap insan.
Secara spesifik, mengingat kebanyakan para penulis surat pembaca adalah warga senior (pensiunan), maka dengan sarana Internet seperti ini berpeluang dibukakan interaksi lintas generasi. Sehingga perbendaharaan dan pengalaman hidup yang kaya dari para generasi senior itu terbuka untuk didialogkan dengan generasi yang lebih muda, juga dalam suasana dan semangat asah-asih-asuh.
Epistoholik Indonesia terbuka untuk siapa saja yang berkehendak secara tulus memberikan sumbangsih guna semakin memperkaya wawasan, pengetahuan dan keterampilan semua warga Epistoholik Indonesia.
Pencetus Epistoholik Indonesia :
Bambang Haryanto (51), penulis surat pembaca sejak tahun 1973.
Warga Wonogiri, Jawa Tengah
Istilah “epistoholik” diperoleh dari majalah TIME (6 April1992) yang menjuluki Anthony Parakal (72 tahun), warga Evershine Nagar, Mumbay, India, karena prestasi hebatnya dengan menulis surat pembaca di pelbagai surat kabar dunia sebanyak 5.000 surat berbahasa Inggris. Parakal telah menulis surat-surat pembaca sejak tahun 1955. Istilah itu merupakan paduan dari kata “epistle”, yang berarti surat dan imbuhan “oholic” yang berarti kecanduan.
Kilas Balik Epistoholik Indonesia.
Hari Kamis, 22 Juli 2004, saya (Bambang Haryanto) membuka-buka catatan harian saya. Tercatat bahwa pada hari Jumat, 10 April 1992, saya yang saat itu berdomisili di Jakarta, mengunjungi Perpustakaan American Cultural Centre (ACC) yang terletak di Wisma Metropolitan II, Jl. Jenderal Sudirman, Jakarta.
Saya memang secara rutin berkunjung ke perpustakaan ACC ini, dan saat itu ketika membaca-baca aneka majalah, saya tertarik pada paparan majalah TIME (6/4/1992) mengenai sosok tokoh penulis surat pembaca asal India, Anthony Parakal. Artikel menarik itu lalu saya fotokopi. Sayang sekali, fotokopi itu saat ini tak lagi saya punyai. Tetapi yang pasti, peristiwa ini telah saya catat dalam buku harian saya. Sejarah kecil EI itu pun bergulir.
Pada hari Rabu, 22 April 1992, karena kebelet ingin menularkan sosok Anthony Parakal itu, saya telah mengirimkan surat dan fotokopi kisahnya di majalah TIME itu kepada 3 (tiga) orang yang sering namanya saya jumpai dalam kolom surat pembaca. Mereka adalah : (1) Bapak Soeroyo (Solo), Haji G. Malikmass (Jakarta) dan Lucas Sumanto (Jakarta).
Suatu kebetulan sejarah, atau takdir mungkin, baru sebelas tahun kemudian saya mengirim surat kembali mencoba mengenalkan bab Epistoholik Indonesia kepada Bapak Soeroyo (Solo). Saat tahun 1992, memang tak ada balasan dari beliau. Tetapi tahun 2003, beliau membalas dan berkenan bergabung dalam EI. Bahkan bulan Desember 2003, beliau mendapat penghargaan dari Republik Aeng-Aeng karena selama tahun 2003 telah menciptakan rekor, menulis 39 surat pembaca sepanjang tahun di Harian Solopos (Solo). Dalam acara penyerahan piagam di Balai Soedjatmoko, Solo, saya bisa bertemu muka dengan Pak Soeroyo, walau kontak 22 April 1992 itu sama-sama tidak kita sadari saat itu.
Pada hari Sabtu, 25 April 1992, surat dan fotokopi kisdah Anthony Parakal itu saya kirimkan kepada Bapak dr. Willie Japaris (Jakarta). Esoknya, 26 April 1992, kepada Bapak Drs. Sunarto Prawirosujanto (Jakarta) dan Ir. Bambang Hesti (Semarang). Bahkan pada hari Kamis, 30 April 1992, saya kirimkan surat mempromosikan epistoholiknya Pak Anthony Parakal itu kepada bintang film/sutradara yang kini jadi politisi : Sophan Sophiaan. Hari Jumat, 1 Mei 1992, ketika main ke Toko Buku Rawamangun, saya menemukan majalah TIME (4 Mei 1992) yang kembali memuat beragam komentar pembaca mengenai Anthony Parakal. Artikel ini tidak saya fotokopi dan saat ini saya tidak ingat apa isi informasinya.
Esai Epistoholica. Dunia kepenulisan surat-surat pembaca dapat membiaskan beragam warna-warni. Bagi penulisnya, pembaca, pengelola media dan juga masyarakat luas. Dalam segmen ini disajikan tulisan-tulisan ringan, seputar pergulatan dan perjalanan gagasan dan cita-cita warga komunitas Epistoholik Indonesia.
Lebih lengkapnya
silakan klik :
Esai Epistoholica
Warga Epistoholik Indonesia :
ANDREAS ADHY ARYANTO, PURWODADI* ASRIE M. IMAN, JAKARTA * DARMAWAN SOETJIPTO, JAKARTA * DIONYSIUS DESEMBRIARTO, YOGYAKARTA.* DJOKO WIDODO, BANDUNG * F. PUDIYANTO SURADIBROTO,JAKARTA * F.S. HARTONO, YOGYAKARTA* FX TRYAS HADI PRIHANTORO, SOLO*
Lebih lengkapnya
silakan klik :
Episto ergo sum
Bunga rampai pendapat para pembaca, wartawan, pengarang, mau pun penulis surat pembaca mengenai surat pembaca : ANTHONY PARAKAL (72 tahun), Evershine Nagar, Mumbay, India * A. BIMO WIJOSENO, Jakarta * HERMAN TONY, Yogyakarta * LASMA SIREGAR, Melbourne, Australia * MUTI SIAHAAN, Jakarta * OEY TJONG HOO, Kutoarjo * ROSITA SIHOMBING, Paris, Perancis * SOEROYO, Solo * SUSANNA TAMARO, dalam novelnya Pergilah Kemana Hati Membawamu (Va’ Dove Ti Porte Il Cuore).
Lebih seru silakan klik :
Serba Serbi Surat Pembaca
Kontak dan saran :
Bambang Haryanto
Jl. Kajen Timur 72 Wonogiri 57612
Jawa Tengah - Indonesia
E-mail :epsia@plasa.com
dan selamat datang di situs blog Epistoholik Indonesia
STOP PRESS :
Majalah Intisari edisi Juli 2004 telah memprofilkan dua epistoholik. Yaitu, Gandhi Sukardi (71), mantan wartawan kantor berita Antara dan ayah dari Menteri BUMN Laksamana Sukardi, pemegang rekor Muri menulis surat-surat pembaca di surat kabar The Jakarta Post, dan Bambang Haryanto (51), pencetus Epistoholik Indonesia
PENTING :
Untuk tampilan template baru dari situs ini,
silakan Anda mengunjungi dengan mengklik :
Epistoholik Indonesia.
Terima kasih untuk perhatian Anda !
Perkenalkan, Epistoholik Indonesia (EI) digagas sebagai komunitas dan wahana jaringan antarpenulis surat-surat pembaca se-Indonesia.
Visi dan Misi Epistoholik Indonesia.
Melalui wahana ini antarpenulis surat pembaca dapat saling mengenal, kemudian dalam semangat asah-asih-asuh saling menyemangati sesamanya untuk menghasilkan karya surat-surat pembaca yang kritis dan bermanfaat bagi masyarakat.
Melalui media berbasis Internet ini, selain untuk mendokumentasikan karya surat-surat pembaca warga EI, juga diharapkan dapat menjadi sumber ilham atau rujukan bagi para penulis surat pembaca generasi berikutnya.
Secara tidak langsung pula, warga Epistoholik Indonesia ikut bersama mendorong dan mempromosikan menulis, aktivitas melahirkan gagasan dalam bentuk tertulis, sebagai salah satu media pembelajaran seumur hidup bagi setiap insan.
Secara spesifik, mengingat kebanyakan para penulis surat pembaca adalah warga senior (pensiunan), maka dengan sarana Internet seperti ini berpeluang dibukakan interaksi lintas generasi. Sehingga perbendaharaan dan pengalaman hidup yang kaya dari para generasi senior itu terbuka untuk didialogkan dengan generasi yang lebih muda, juga dalam suasana dan semangat asah-asih-asuh.
Epistoholik Indonesia terbuka untuk siapa saja yang berkehendak secara tulus memberikan sumbangsih guna semakin memperkaya wawasan, pengetahuan dan keterampilan semua warga Epistoholik Indonesia.
Pencetus Epistoholik Indonesia :
Bambang Haryanto (51), penulis surat pembaca sejak tahun 1973.
Warga Wonogiri, Jawa Tengah
Istilah “epistoholik” diperoleh dari majalah TIME (6 April1992) yang menjuluki Anthony Parakal (72 tahun), warga Evershine Nagar, Mumbay, India, karena prestasi hebatnya dengan menulis surat pembaca di pelbagai surat kabar dunia sebanyak 5.000 surat berbahasa Inggris. Parakal telah menulis surat-surat pembaca sejak tahun 1955. Istilah itu merupakan paduan dari kata “epistle”, yang berarti surat dan imbuhan “oholic” yang berarti kecanduan.
Kilas Balik Epistoholik Indonesia.
Hari Kamis, 22 Juli 2004, saya (Bambang Haryanto) membuka-buka catatan harian saya. Tercatat bahwa pada hari Jumat, 10 April 1992, saya yang saat itu berdomisili di Jakarta, mengunjungi Perpustakaan American Cultural Centre (ACC) yang terletak di Wisma Metropolitan II, Jl. Jenderal Sudirman, Jakarta.
Saya memang secara rutin berkunjung ke perpustakaan ACC ini, dan saat itu ketika membaca-baca aneka majalah, saya tertarik pada paparan majalah TIME (6/4/1992) mengenai sosok tokoh penulis surat pembaca asal India, Anthony Parakal. Artikel menarik itu lalu saya fotokopi. Sayang sekali, fotokopi itu saat ini tak lagi saya punyai. Tetapi yang pasti, peristiwa ini telah saya catat dalam buku harian saya. Sejarah kecil EI itu pun bergulir.
Pada hari Rabu, 22 April 1992, karena kebelet ingin menularkan sosok Anthony Parakal itu, saya telah mengirimkan surat dan fotokopi kisahnya di majalah TIME itu kepada 3 (tiga) orang yang sering namanya saya jumpai dalam kolom surat pembaca. Mereka adalah : (1) Bapak Soeroyo (Solo), Haji G. Malikmass (Jakarta) dan Lucas Sumanto (Jakarta).
Suatu kebetulan sejarah, atau takdir mungkin, baru sebelas tahun kemudian saya mengirim surat kembali mencoba mengenalkan bab Epistoholik Indonesia kepada Bapak Soeroyo (Solo). Saat tahun 1992, memang tak ada balasan dari beliau. Tetapi tahun 2003, beliau membalas dan berkenan bergabung dalam EI. Bahkan bulan Desember 2003, beliau mendapat penghargaan dari Republik Aeng-Aeng karena selama tahun 2003 telah menciptakan rekor, menulis 39 surat pembaca sepanjang tahun di Harian Solopos (Solo). Dalam acara penyerahan piagam di Balai Soedjatmoko, Solo, saya bisa bertemu muka dengan Pak Soeroyo, walau kontak 22 April 1992 itu sama-sama tidak kita sadari saat itu.
Pada hari Sabtu, 25 April 1992, surat dan fotokopi kisdah Anthony Parakal itu saya kirimkan kepada Bapak dr. Willie Japaris (Jakarta). Esoknya, 26 April 1992, kepada Bapak Drs. Sunarto Prawirosujanto (Jakarta) dan Ir. Bambang Hesti (Semarang). Bahkan pada hari Kamis, 30 April 1992, saya kirimkan surat mempromosikan epistoholiknya Pak Anthony Parakal itu kepada bintang film/sutradara yang kini jadi politisi : Sophan Sophiaan. Hari Jumat, 1 Mei 1992, ketika main ke Toko Buku Rawamangun, saya menemukan majalah TIME (4 Mei 1992) yang kembali memuat beragam komentar pembaca mengenai Anthony Parakal. Artikel ini tidak saya fotokopi dan saat ini saya tidak ingat apa isi informasinya.
Esai Epistoholica. Dunia kepenulisan surat-surat pembaca dapat membiaskan beragam warna-warni. Bagi penulisnya, pembaca, pengelola media dan juga masyarakat luas. Dalam segmen ini disajikan tulisan-tulisan ringan, seputar pergulatan dan perjalanan gagasan dan cita-cita warga komunitas Epistoholik Indonesia.
Lebih lengkapnya
silakan klik :
Esai Epistoholica
Warga Epistoholik Indonesia :
ANDREAS ADHY ARYANTO, PURWODADI* ASRIE M. IMAN, JAKARTA * DARMAWAN SOETJIPTO, JAKARTA * DIONYSIUS DESEMBRIARTO, YOGYAKARTA.* DJOKO WIDODO, BANDUNG * F. PUDIYANTO SURADIBROTO,JAKARTA * F.S. HARTONO, YOGYAKARTA* FX TRYAS HADI PRIHANTORO, SOLO*
Lebih lengkapnya
silakan klik :
Episto ergo sum
Bunga rampai pendapat para pembaca, wartawan, pengarang, mau pun penulis surat pembaca mengenai surat pembaca : ANTHONY PARAKAL (72 tahun), Evershine Nagar, Mumbay, India * A. BIMO WIJOSENO, Jakarta * HERMAN TONY, Yogyakarta * LASMA SIREGAR, Melbourne, Australia * MUTI SIAHAAN, Jakarta * OEY TJONG HOO, Kutoarjo * ROSITA SIHOMBING, Paris, Perancis * SOEROYO, Solo * SUSANNA TAMARO, dalam novelnya Pergilah Kemana Hati Membawamu (Va’ Dove Ti Porte Il Cuore).
Lebih seru silakan klik :
Serba Serbi Surat Pembaca
Kontak dan saran :
Bambang Haryanto
Jl. Kajen Timur 72 Wonogiri 57612
Jawa Tengah - Indonesia
E-mail :epsia@plasa.com
Monday, December 15, 2003
--------------
Mengapa Wonogiri Bisa Jadi Markas JEI?
22-12-2003 @ 01:05 AM
Oleh: Lasma Siregar (Melbourne, Australia).
Mediakrasicom, Dunia Sudah Gila - Di selatan pulau Jawa di kota Wonogiri yang adem ayem, ada perkumpulan penulis surat pembaca. Seorang penggemar sepakbola, pembaca dan penulis yang bernama Bambang Haryanto mendirikan JEI atau Jaringan Epistoholik Indonesia.
Untuk jadi anggota tidaklah gampang dan tidak semua orang bisa diterima. Sekalipun dirimu Oma Irama, Gus Dur, Iwan Fals, Bob Hassan ataupun Mbak Tutut ! Soalnya anda harus mengidap sebuah 'penyakit' yang bernama Epistoholik atau kecanduan menulis surat pembaca.
Anthony Parakal dari Mumbay (Bombay) India sudah ketularan sejak tahun 1953. Di tahun 1992 menurut majalah TIME beliau sudah menulis surat pembaca sebanyak 3.760 surat ke seluruh surat kabar dunia yang berbahasa Inggris. Bayangkanlah hobinya!
Banyak orang yang bertanya, "Kok orang bisa kecanduan menulis surat pembaca? Apakah mereka kurang kerjaan atau perlu diperiksa dokter jiwa?"
Berbagai rupa manusia berbagai ragamlah kecanduannya. Ada yang gemar bermabuk-mabuk, kokain, berjudi di casino atau kumpul kebo. Ada yang kecanduan memancing ikan, ngumpulin perangko atau belajar tentang lautan dengan segala fauna dan floranya. Ada yang gemar mendaki gunung bahkan sampai tewas di gunung!
Saya pernah dengar ada orang yang kecanduan supernatural, sampai dipelajarinya tuyul, leak, Drakula di Rumania sampai persantetan di Banyuwangi dan sebagainya. Pokoknya ada sesuatu di sana yang menyebabkan kita tak bisa hidup bahagia tanpa kehadirannya. Ibarat kota Jogja tanpa gudeg, batik, kretek dan gamelannya yang merdu. Begitulah nasib seorang Epistoholik di dunia ini!
JEI semangatnya egaliter sebagai wahana bersosialisasi, bertukar gagasan, berasaskan saling asah, asih dan asuh. Banyak orang di Australia yang bilang mereka menemukan sesuatu yang benar dan menarik di lembaran surat pembaca.
Yang ditulis rakyat biasa dengan bahasa sederhana tanpa banyak hiasan kata hampa.
Kata orang, kalau mau tahu New York bacalah surat kabar, majalah dan bukunya. Baca surat pembacanya ! Jantung kota New York berdebar dalam kehidupan rakyatnya, aroma jalanan dan ributnya pasar di tengah sibuknya manusia yang kian kemari.
Sebelum menjadi anggota JEI, pikirkanlah baik-baik! Soalnya, sekali anda jatuh cinta tak mungkin berpisah lagi. Seperti seorang yang kecanduan, esok anda akan kembali menulis surat pembaca. Ingatlah nasehat mbahmu: "Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna!"
Seandainya anda kepepet dan tak bisa ditahan-tahan lagi serta perlu P3K (Pertolongan Pertama Pada Ketularan), e-mail dengan segera markas JEI di epsia@plasa.com untuk pertolongan darurat. Bambang Haryanto selalu siap siaga untuk keadaan seperti itu. Harap tenang dan teruslah menulis surat pembaca!
Para pengidap Epistoholik yang dikagumi di Indonesia adalah Soeroyo dari Solo yang pensiun di tahun 1981 dan Hadiwardoyo dari Kaliurang yang berusia 80 tahun tapi berjiwa 18 tahun. Bukan main! Mereka benar-benar penulis surat pembaca yang bermutu.
Dalam menulis mereka tak kalah kalau dibandingkan dengan Taufiq Ismail atau Pramudya Ananta Toer. Nggak percaya?
Bacalah surat-surat kabar di pulau Jawa atau internet (http://hwar.blogspot.com dan yang satunya lagi http://epsia.blogspot.com).
Mau ketularan Epistoholik? Go for it! Make your day! (ls, melbourne)
------------------------------------------------------------
Kirimkan komentar dalam artikel ini pada http://www.mediakrasi.com/article.php?story=20031222010514791#comments
--------------
KELUARGA BESAR KOMUNITAS EPISTOHOLIK INDONESIA
BANGGA ATAS PRESTASI BAPAK HADIWARDOYO DAN BAPAK SOEROYO
TERCATAT DI DAFTAR PRESTASI REPUBLIK AENG-AENG 2003
Oleh : Bambang Haryanto
Perintis/Juru Lalu Lintas Komunikasi Epistoholik Indonesia
Prestasi Bapak Hadiwardoyo (Kaliurang) dan Bapak Soeroyo (Solo) yang tercatat dalam daftar individu berprestasi dari Republik Aeng-Aeng, sungguh membanggakan bagi komunitas Epistoholik Indonesia (EI).
Kedua beliau adalah warga komunitas Epistoholik Indonesia, yaitu jaringan komunikasi para penulis surat pembaca se-Indonesia dan pantas sebagai teladan warga Epistoholik Indonesia. Sebagai suatu komunitas jaringan, atau network, misi utama EI adalah membangun komunitas para penulis surat pembaca se-Indonesia dimana antarwarganya bersemangat tulus, untuk saling memberi semangat kepada sesamanya, agar giat berkiprah menulis, guna menyumbangkan gagasan kritis yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Misi itu sudah dijalankan oleh kedua beliau, bahkan jauh sebelum bergabung dalam EI.
Bapak Hadiwardoyo (80 tahun) adalah penulis surat pembaca yang dedikatif untuk pelbagai surat kabar di Yogyakarta, sejak lama. Selain menulis tinjauan kritis bersubjek pengembangan dan pelestarian budaya Jawa (pewayangan, sastra sampai filsafat Jawa), juga tidak luput pula menulis kritik sosial. Judul tulisannya antara lain : Sumber Daya Air Dan Kekuasaan (Bernas, 13/8/2003), Semar Boyong, Super Semar (Bernas, 24/5/2002), Kapan Perdes Menulis (Bernas, 13/5/2002), Ajaran Ki Hajar (Bernas, 16/1/2002), Sleman Sembada Cuma Hiasan ? (Bernas, 27/10/2000), Misteri Lereng Merapi (Bernas, 27/7/2000), Menulis, Cara Menangkal Stres (Kedaulatan Rakyat, 14/11/1998) , Krisis Moral, Krisis Rupiah (Kedaulatan Rakyat, 4/3/1998), Mengagumi Manusia Makhluk Sosial : Mengenai Ibu Teresa (Kedaulatan Rakyat, 20/9/1997), dan masih banyak lagi.
Bapak Soeroyo, adalah penulis surat pembaca dengan topik bahasan yang beragam dengan kupasan yang mendalam. Seperti terungkap dalam tulisannya “Merintis Wadah Epistoholik” (Solopos, 5/12/2003), beliau menulis surat pembaca sejak pensiun dari PNS tahun 1981. “Setelah pensiun, post-power syndrome saya jauhi, saya harus berani menghadapi kenyataan. Saya beristirahat total setiap hari, dari bangun tidur sampai tidur kembali yang sungguh menjemukan. Guna menghilangkan sebel, saya isi waktu dengan banyak mendengarkan siaran radio, melihat tayangan TV serta banyak membaca.
Apabila ada hal-hal yang tidak laras dengan pola pikir saya, maka saya mencoba menulis yang hasilnya saya kirimkan ke redaksi suratkabar, apa saja. Pertama saya kirimkan ke Sinar Harapan, yang kemudian berganti nama Suara Pembaruan yang saya menjadi pelanggannya. Ternyata tulisan-tulisan saya banyak dimuat, kemudian tulisan saya kirimkan juga ke Suara Merdeka, Surya, Bernas dan SOLOPOS. Saya merasa senang kalau tulisan saya dimuat, sebab pasti akan dibaca oleh orang banyak. Rupanya inilah salah satu hiburan saya selaku manula wredatama/pensiunan.”
KOMENTAR WARGA EPISTOHOLIK INDONESIA :
# Lasma Siregar (las032002@yahoo.com) dari Melbourne, Australia, menulis dalam e-mailnya (13/12/2003) :
Seharusnya kita menulis tentang Mr. Hadiwardoyo dari Kaliurang yang berusia 80 tahun yang juga kebetulan epistoholik. You are wonderful Pak Hadi, we love you ! Juga Pak Soeroyo dari tepian Bengawan Solo yang bagus tulisan dan pendapatnya. Apalagi istilah yang diciptakannya: TOPP! TOPP = Tua,Optimis, Prima dan Produktif.
Mereka berdua benar-benar bagaikan Chairil Anwar yang bilang: "Luka bisa kubawa berlari. Berlari. Hingga hilang pedih peri dan aku akan lebih tak perduli lagi! Aku mau hidup seribu tahun lagi!”
Well Pak Soeroyo, you are inspiration !
# Bambang Haryanto (epsia@plasa.com), Perintis /Juru Lalu Lintas Komunikasi EI :
“Epistoholik Indonesia memang membidik, antara lain, para senior seperti Pak Hadiwardoyo dan Bapak Soeroyo itu. Ide EI diperkaya ilham dari buku Being Digital, karya begawan digital dari Massachusetts Institute of Technologi (MIT), AS, Nicholas Negroponte, bahwa Internet mampu menyambungkan komunikasi antargenerasi, kaum pensiunan dengan generasi anak-cucu mereka. Persambungan ini maha penting karena para pensiunan adalah the untapped resources, sumber daya intelektual kebijakan atau kearifan yang belum optimal digali. Padahal mereka itu memiliki kecerdasan, wawasan, pengalaman hidup yang kaya, wisdom, juga optimisme, sampai perasaan semakin dekat sama Tuhan, yang alangkah baiknya bila kita-kita yang lebih muda ini sudi belajar banyak dari mereka.”
“Untuk menghormat dan menghargai dedikasi mereka, telah saya rintis pembuatan situs di Internet untuk menghimpun dan memajang karya surat-surat pembaca mereka. Silakan kunjungi di : http://epsia.blogspot.com dan tersedia links untuk situs-situs mereka : F.S. Hartono (Yogyakarta, http://fshar.blogspot.com), Hadiwardoyo (Kaliurang, Yogyakarta, http://hwar.blogspot.com/ e-mail : hadiwardoyo@yahoo.com), Moegono, SH (Solo, http://moegono.blogspot.com), Soeroyo (Solo, http://soer.blogspot.com), dan Bambang Haryanto (Wonogiri, http://beha.blogspot.com / e-mail : epsia@blogspot.com)“.
Warga EI lainnya : Rosita Sihombing (Paris), Lasma Siregar (Melbourne), Aan Permana (Garut), Pudiyanto S (Jakarta), Ny. Asrie M. Iman (Jakarta), Dion Desembriarto (Yogyakarta), Suhardjo (Yogyakarta), Soeroto (Pekalongan), Soepardjo (Purbalingga), Agung Yuwono (Sukoharjo), Hanung Sri Kuncoro (Sukoharjo), Wahyu Priyono (Karanganyar), Sri Hastuti, SE (Wonogiri), dan Ny. Sri Soepadmi Soediharjo (Sleman).
Ilham pertama EI dipicu oleh paparan kisah mengenai seorang Anthony Parakal. Gara-garanya, majalah internasional Time (6/4/1992) memberi julukan manis kepadanya, karena kecanduannya menulis surat-surat pembaca di pelbagai media massa. Julukan itu adalah epistoholik. Dari asal kata epistle, yang berarti surat. Anthony Parakal (kini 72 tahun) dari Mumbay, India, sudah melakoni hobinya sejak 1953. Saat muncul di Time, koleksi surat pembaca karyanya sudah mencapai : 3.760 surat, dan prestasinya ini tercatat di buku Guinnes Book of World Records Versi India. Di bulan November 2003, menurut Mid-day (http://web.mid-day.com/metro/malad/2003/november/68003.htm), diwartakan Pak Parakal sudah menulis surat pembaca sebanyak 5.000 buah, semuanya berbahasa Inggris, dan dikirimkan ke pelbagai surat kabar di dunia. Kepada wartawan Pooja Kumar (5 November 2003) Parakal bilang : “Writing letters has become an obsession for me and not a single day passes by without me spotting at least three of my letters in dailies. It is because of my faith in the immense impact of the media that I choose to address these issues.”
Biodata ringkas Bambang Haryanto. Penulis buku HARI-HARI SEPAKBOLA INDONESIA MATI, konsultan komunikasi, pemegang Rekor MURI sebagai pencetus Hari Suporter Nasional 12 Juli (2000), pemenang The Power of Dreams Contest 2002 (Honda) dan membintangi The Power of Dreams Documentary 2002, durasi 1 jam di TransTV (29/7/2002). Alumnus UI.
Alamat kontak : EPISTOHOLIK INDONESIA, Jl. Kajen Timur 72 Wonogiri 57612. Telp. 0273-321183. E-mail : epsia@plasa.com. Situs EI : http://epsia.blogspot.com. Situs pribadi Bambang Haryanto : http://beha.blogspot.com, http://suporter.blogspot.com, http://amienrais.blogspot.com, http://poetrysolo.blogspot.com dan beberapa lainnya. ***
--------------
Terima kasih untuk Sdr. Lasma Siregar (Melbourne, Australia). Surat dan atensi Anda merupakan kejutan yang menyenangkan bagi seluruh warga Epistoholik Indonesia (EI). Selamat bergabung dalam komunitas Epistoholik Indonesia !
Lasma Siregar menulis:
JEI, bukan JI, adalah idea yang sangat unik, lucu dan creative dari kalian yang benar-benar jenius.(?)
Alangkah baiknya kalau kita bikin definisi, apa yang bisa disebut sebagai surat pembaca? Surat = sesuatu yang ditulis dan dikirim lewat pos, pakai amplop dan perangko. Sesuatu yang bisa dipegang dan ditanda tangani.
E-mail atau fax saya kira bisa diperdebatkan. Surat pembaca saya, akhirnya karena kepanjangan jadi sebuah artikel buat mediakrasi di internet.Saya sering mengirim komentar buat Gatra on line. Apakah ini bisa disebut surat pembaca?
Bagaimana Pak ? Soalnya tinggal di Australia, internet adalah satu-satunya cara baca koran atau media tanah air.
Nanti kalau ada surat pembaca saya yang baru, saya akan kirimkan lewat pos sebagaimana sebelum zamannya e-mail dan fax!
Sekian dulu Pak, salam dari Melbourne dan selamat membaca surat pembaca saya yang berakhir jadi artikel.
Bye!
--------------------
Terima kasih untuk Sdri. Rosita Sihombing (Paris, Perancis). Voila ! Sungguh, surat dan atensi Anda merupakan kejutan yang menyenangkan bagi seluruh warga Epistoholik Indonesia (EI). Selamat bergabung dalam komunitas Epistoholik Indonesia !
Hai,
Nama saya Rosita SIHOMBING, saya tinggal di Paris, saya mantan reporter surat kabar mingguan di lampung, dan saya suka sekali menulis! saya ingin bergabung dengan komunitas Epistoholik ini dan saya senang karen ada komunitas tsb!
Saya senang sekali membaca surat pembaca baik lewat internet maupun media cetak, apalagi sejak saya tinggal di luar negeri, keinginan saya utk membaca surat pembaca di media-media di internet semakin tinggi! Kadang-kadang saya malahan lebih memilih membaca surat-surat pembaca daripada berita-berita yg ditulis oleh wartawan, karena biasanya pesan-pesan dari penulis di surat pembaca lebih mengena dan saya rasa cukup objektif!
Misalnya, ketika ada satu topik yang sedang heboh yg terjadi di indonesia, saya buka saya surat pembaca di media-media yg ada di internet. Nah, dari tulisan-tulisan atau komentar-komentar para penulis surat pembaca saya bisa mengambil kesimpulan dari topik-topik yg sedang "in" di Indonesia!
Oke, saya rasa sekian dulu perkenalan saya kali ini, dan saya ingin sekali mengetahui lanjutan komunitas Epistholik ini ! Terimakasih dan salam kenal dari saya
Salam hangat
Rosita
--------------
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Semoga mBak Rosita senantiasa dikaruniai Tuhan kesehatan dan kesejahteraan. Bagaimana kabar Paris saat ini ? Di Indonesia, Paris lagi jadi gunjingan ramai anak muda gara-gara pemutaran film Indonesia berjudul, “Eifel…I’m in Love” Terima kasih banyak untuk atensi dan respons Anda sehubungan isi surat sobat saya Wahyu Priyono di Tabloid BOLA (2/12/2003) mengenai Epistoholik Indonesia (EI).
E-mail Anda sangat mengejutkan. Saya sungguh tidak menyangka akan ada e-mail hebat seperti ini, dikirim jauuuuh banget dari Paris, untuk menanggapi gagasan pembentukan komunitas EI. Saya memang sering baca-baca artikel dari pelbagai situs di AS, menikmati globalisasi berkat Internet dari kota kecil di bagian selatan Jawa Tengah ini, tetapi toh tetap kaget juga ketika mendapati gagasan EI yang di benak saya mau berkiprah di tingkat lokal/nasional telah mendapat respons dari Anda, dari Paris, Perancis, Eropa, yang kemudian terasa jadi sangat menakjubkan. Yang pasti, merujuk ke niatan Anda, bersama ini Epistoholik Indonesia (EI) dengan senang hati mempersilakan mBak Rosita bergabung dalam EI kita ini. (BH).
--------------------
Terima kasih untuk Redaksi Bernas (Yogyakarta) yang telah memuat surat pembaca yang berisi laporan perkembangan langkah Epistoholik Indonesia (EI) dewasa ini. Juga terima kasih kepada Sdr. Dion Desembriarto, warga Epistoholik Indonesia dari Yogyakarta, yang telah berbaik hati memberitahukan pemuatan surat ini.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Di bawah ini kutipan surat pembaca yang saya kirimkan ke Harian Bernas (Yogyakarta).
EPISTOHOLIK INDONESIA DAN WISDOM WARGA MANULA
Dimuat di Harian Bernas (9/12/2203).
Terima kasih, Bernas. E-mail saya mengenai gagasan pembentukan jaringan komunikasi penulis surat pembaca se-Indonesia, Epistoholik Indonesia (EI) yang dimuat di kolom ini, 18/10/2003, membuahkan sambutan yang tak terduga.
Para epistoholik senior Yogyakarta yang telah mengontak saya, antara lain Romo RM Pradiko Reksopranoto, Bapak FS Hartono, Bapak R. Suhardjo, dan juga Bapak Hadiwardoyo (Kaliurang). Juga ada yang yunior, sdr. Dion Desembriarto. Dari Solo yang secara khusus saya kirimi surat, sokurlah kemudian juga bergabung, antara lain Bapak Moegono, SH dan Bapak Soeroyo. Dari Pekalongan juga ikut bergabung adalah Bapak Soeroto dan Bapak Supardjo dari Sokawera, Purbalingga.
Terima kasih atas sambutan yang membanggakan itu. Saya telah mencoba membalasnya untuk menggelindingkan program-program EI di masa depan untuk menunjang kiprah beliau sebagai warga EI. Dari beberapa kontak, termasuk rumah saya dirawuhi Pak Moegono, SH dari Solo, saya dapat belajar banyak dari wawasan mereka yang kaya dan wisdom para epsitoholik senior.
Juga saya tak menyangka, Bapak Hadiwardoyo yang sudah berusia 80 tahun itu sampai keroyo-royo ke warung Internet di Kaliurang untuk membalas surat saya melalui e-mail. Beliau menyebut sendiri sebagai wong Jowo yang inovatif, dan itu terbukti !
Untuk menghormat dedikasi para epistoholik senior tersebut, untuk Bapak Hadiwardoyo, Bapak Moegono dan Bapak Soeroyo, telah kami luncurkan situs di Internet yang khusus memajang koleksi surat-surat pembaca beliau.
Untuk mengaksesnya, silakan kunjungi situs Epistoholik Indonesia (http://epsia.blogspot.com) dan disana telah disajikan link yang diperlukan. Situs untuk para warga EI lainnya, selangkah demi selangkah, akan segera menyusul. Karena sebagian surat-surat pembaca mereka itu pernah dimuat di Bernas, maka surat ini pun sekaligus sebagai pemberitahuan kepada Redaksi Bernas mengenai kiprah EI yang ikut pula menyebarluaskan materi koran ini kepada khalayak yang lebih luas.
Sekali lagi, terima kasih Bernas !
Bambang Haryanto
Epistoholik Indonesia
------------------
Terima kasih, Bapak Soeroyo (Solo). Surat pembaca yang Bapak tulis di harian Solopos (5/12/2003) telah membuat seluruh warga Epistoholik Indonesia menjadi bangga. Nasehat Bapak untuk para epistoholik muda, sungguh menjadi ilham yang inspiratif dan menantang ! Tentu saja, juga terima kasih kepada Harian SOLOPOS yang memuat tulisan yang penting bagi dorongan langkah EI ke depan ini.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Di bawah ini kita tampilkan surat pembaca yang ditulis oleh Bapak Soeroyo (Solo).
MERINTIS WADAH EPISTOHOLIK
Dimuat di Harian Solopos, 5/12/2003
Suatu ketika di bulan Oktober 2003, saya menerima surat dari Wonogiri. Pengirimnya bernama Bambang Haryanto yang mengaku telah banyak membaca tulisan-tulisan saya di (kolom) Pos Pembaca SOLOPOS.
Saya disebut-sebut seorang epistoholik, istilah yang sebelumnya tidak saya kenal. Setelah dijelaskan oleh Sdr. Bambang Haryanto, barulah saya dong (jelas – BH). Lebih lanjut yang bersangkutan bermaksud untuk merintis berdirinya jaringan para penulis Pos Pembaca dalam wadah yang disebut Epistoholik Indonesia.
Gagasannya saya sambut dengan senang hati, karma idenya sangat cemerlang dan dalam jawaban surat, saya nyatakan mendukung seratus persen. Selaku manula saya akan tut wuri handayani, bila perlu urun-urun rembug/masukan yang positif.
Saya pegawai negeri sipil yang sudah pensiun tahun 1981. Setelah pensiun, post-power syndrome saya jauhi dan saya harus berani menghadapi kenyataan. Saya beristirahat total setiap hari, dari bangun tidur sampai tidur kembali yang sungguh menjemukan. Guna menghilangkan sebel, saya isi waktu dengan banyak mendengarkan siaran radio, banyak melihat tayangan TV serta banyak membaca apa saja yang bisa dibaca.
Apabila ada hal-hal yang tidak laras dengan pola pikir saya, maka saya mencoba menulis yang hasilnya saya kirimkan ke redaksi suratkabar, apa saja. Pertama saya kirimkan ke Sinar Harapan, yang kemudian berganti nama Suara Pembaruan yang saya menjadi pelanggannya. Ternyata tulisan-tulisan saya banyak dimuat, kemudian tulisan saya kirimkan juga ke Suara Merdeka, Surya, Bernas dan SOLOPOS. Saya merasa senang kalau tulisan saya dimuat, sebab pasti akan dibaca oleh orang banyak. Rupanya inilah salah satu hiburan saya selaku manula wredatama/pensiunan.
Cukup banyak juga pembaca yang setuju dengan tulisan saya, namun ada juga yang sifatnya memberikan kritik membangun. Paham saya, agar pikiran ini tetap bekerja dan kreatif tidak loyo mengikuti jasmani yang usur di usia senja. Sangat ideal menerapkan TOPP baru, yakni Tua, Optimis, Prima dan Produktif, bukan TOPP lama yang kita kenal : Tua, Ompong, Pikun dan Peot.
Saya anjurkan pada para epistoholik muda supaya lebih gencar menulis yang positif. Semua itu bisa dijadikan sarana guna mencerdaskan anak bangsa. Semoga gagasan indah bisa terlaksana dengan baik. Amin.
Soeroyo (Solo).
----------------
Mengapa Wonogiri Bisa Jadi Markas JEI?
22-12-2003 @ 01:05 AM
Oleh: Lasma Siregar (Melbourne, Australia).
Mediakrasicom, Dunia Sudah Gila - Di selatan pulau Jawa di kota Wonogiri yang adem ayem, ada perkumpulan penulis surat pembaca. Seorang penggemar sepakbola, pembaca dan penulis yang bernama Bambang Haryanto mendirikan JEI atau Jaringan Epistoholik Indonesia.
Untuk jadi anggota tidaklah gampang dan tidak semua orang bisa diterima. Sekalipun dirimu Oma Irama, Gus Dur, Iwan Fals, Bob Hassan ataupun Mbak Tutut ! Soalnya anda harus mengidap sebuah 'penyakit' yang bernama Epistoholik atau kecanduan menulis surat pembaca.
Anthony Parakal dari Mumbay (Bombay) India sudah ketularan sejak tahun 1953. Di tahun 1992 menurut majalah TIME beliau sudah menulis surat pembaca sebanyak 3.760 surat ke seluruh surat kabar dunia yang berbahasa Inggris. Bayangkanlah hobinya!
Banyak orang yang bertanya, "Kok orang bisa kecanduan menulis surat pembaca? Apakah mereka kurang kerjaan atau perlu diperiksa dokter jiwa?"
Berbagai rupa manusia berbagai ragamlah kecanduannya. Ada yang gemar bermabuk-mabuk, kokain, berjudi di casino atau kumpul kebo. Ada yang kecanduan memancing ikan, ngumpulin perangko atau belajar tentang lautan dengan segala fauna dan floranya. Ada yang gemar mendaki gunung bahkan sampai tewas di gunung!
Saya pernah dengar ada orang yang kecanduan supernatural, sampai dipelajarinya tuyul, leak, Drakula di Rumania sampai persantetan di Banyuwangi dan sebagainya. Pokoknya ada sesuatu di sana yang menyebabkan kita tak bisa hidup bahagia tanpa kehadirannya. Ibarat kota Jogja tanpa gudeg, batik, kretek dan gamelannya yang merdu. Begitulah nasib seorang Epistoholik di dunia ini!
JEI semangatnya egaliter sebagai wahana bersosialisasi, bertukar gagasan, berasaskan saling asah, asih dan asuh. Banyak orang di Australia yang bilang mereka menemukan sesuatu yang benar dan menarik di lembaran surat pembaca.
Yang ditulis rakyat biasa dengan bahasa sederhana tanpa banyak hiasan kata hampa.
Kata orang, kalau mau tahu New York bacalah surat kabar, majalah dan bukunya. Baca surat pembacanya ! Jantung kota New York berdebar dalam kehidupan rakyatnya, aroma jalanan dan ributnya pasar di tengah sibuknya manusia yang kian kemari.
Sebelum menjadi anggota JEI, pikirkanlah baik-baik! Soalnya, sekali anda jatuh cinta tak mungkin berpisah lagi. Seperti seorang yang kecanduan, esok anda akan kembali menulis surat pembaca. Ingatlah nasehat mbahmu: "Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna!"
Seandainya anda kepepet dan tak bisa ditahan-tahan lagi serta perlu P3K (Pertolongan Pertama Pada Ketularan), e-mail dengan segera markas JEI di epsia@plasa.com untuk pertolongan darurat. Bambang Haryanto selalu siap siaga untuk keadaan seperti itu. Harap tenang dan teruslah menulis surat pembaca!
Para pengidap Epistoholik yang dikagumi di Indonesia adalah Soeroyo dari Solo yang pensiun di tahun 1981 dan Hadiwardoyo dari Kaliurang yang berusia 80 tahun tapi berjiwa 18 tahun. Bukan main! Mereka benar-benar penulis surat pembaca yang bermutu.
Dalam menulis mereka tak kalah kalau dibandingkan dengan Taufiq Ismail atau Pramudya Ananta Toer. Nggak percaya?
Bacalah surat-surat kabar di pulau Jawa atau internet (http://hwar.blogspot.com dan yang satunya lagi http://epsia.blogspot.com).
Mau ketularan Epistoholik? Go for it! Make your day! (ls, melbourne)
------------------------------------------------------------
Kirimkan komentar dalam artikel ini pada http://www.mediakrasi.com/article.php?story=20031222010514791#comments
--------------
KELUARGA BESAR KOMUNITAS EPISTOHOLIK INDONESIA
BANGGA ATAS PRESTASI BAPAK HADIWARDOYO DAN BAPAK SOEROYO
TERCATAT DI DAFTAR PRESTASI REPUBLIK AENG-AENG 2003
Oleh : Bambang Haryanto
Perintis/Juru Lalu Lintas Komunikasi Epistoholik Indonesia
Prestasi Bapak Hadiwardoyo (Kaliurang) dan Bapak Soeroyo (Solo) yang tercatat dalam daftar individu berprestasi dari Republik Aeng-Aeng, sungguh membanggakan bagi komunitas Epistoholik Indonesia (EI).
Kedua beliau adalah warga komunitas Epistoholik Indonesia, yaitu jaringan komunikasi para penulis surat pembaca se-Indonesia dan pantas sebagai teladan warga Epistoholik Indonesia. Sebagai suatu komunitas jaringan, atau network, misi utama EI adalah membangun komunitas para penulis surat pembaca se-Indonesia dimana antarwarganya bersemangat tulus, untuk saling memberi semangat kepada sesamanya, agar giat berkiprah menulis, guna menyumbangkan gagasan kritis yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Misi itu sudah dijalankan oleh kedua beliau, bahkan jauh sebelum bergabung dalam EI.
Bapak Hadiwardoyo (80 tahun) adalah penulis surat pembaca yang dedikatif untuk pelbagai surat kabar di Yogyakarta, sejak lama. Selain menulis tinjauan kritis bersubjek pengembangan dan pelestarian budaya Jawa (pewayangan, sastra sampai filsafat Jawa), juga tidak luput pula menulis kritik sosial. Judul tulisannya antara lain : Sumber Daya Air Dan Kekuasaan (Bernas, 13/8/2003), Semar Boyong, Super Semar (Bernas, 24/5/2002), Kapan Perdes Menulis (Bernas, 13/5/2002), Ajaran Ki Hajar (Bernas, 16/1/2002), Sleman Sembada Cuma Hiasan ? (Bernas, 27/10/2000), Misteri Lereng Merapi (Bernas, 27/7/2000), Menulis, Cara Menangkal Stres (Kedaulatan Rakyat, 14/11/1998) , Krisis Moral, Krisis Rupiah (Kedaulatan Rakyat, 4/3/1998), Mengagumi Manusia Makhluk Sosial : Mengenai Ibu Teresa (Kedaulatan Rakyat, 20/9/1997), dan masih banyak lagi.
Bapak Soeroyo, adalah penulis surat pembaca dengan topik bahasan yang beragam dengan kupasan yang mendalam. Seperti terungkap dalam tulisannya “Merintis Wadah Epistoholik” (Solopos, 5/12/2003), beliau menulis surat pembaca sejak pensiun dari PNS tahun 1981. “Setelah pensiun, post-power syndrome saya jauhi, saya harus berani menghadapi kenyataan. Saya beristirahat total setiap hari, dari bangun tidur sampai tidur kembali yang sungguh menjemukan. Guna menghilangkan sebel, saya isi waktu dengan banyak mendengarkan siaran radio, melihat tayangan TV serta banyak membaca.
Apabila ada hal-hal yang tidak laras dengan pola pikir saya, maka saya mencoba menulis yang hasilnya saya kirimkan ke redaksi suratkabar, apa saja. Pertama saya kirimkan ke Sinar Harapan, yang kemudian berganti nama Suara Pembaruan yang saya menjadi pelanggannya. Ternyata tulisan-tulisan saya banyak dimuat, kemudian tulisan saya kirimkan juga ke Suara Merdeka, Surya, Bernas dan SOLOPOS. Saya merasa senang kalau tulisan saya dimuat, sebab pasti akan dibaca oleh orang banyak. Rupanya inilah salah satu hiburan saya selaku manula wredatama/pensiunan.”
KOMENTAR WARGA EPISTOHOLIK INDONESIA :
# Lasma Siregar (las032002@yahoo.com) dari Melbourne, Australia, menulis dalam e-mailnya (13/12/2003) :
Seharusnya kita menulis tentang Mr. Hadiwardoyo dari Kaliurang yang berusia 80 tahun yang juga kebetulan epistoholik. You are wonderful Pak Hadi, we love you ! Juga Pak Soeroyo dari tepian Bengawan Solo yang bagus tulisan dan pendapatnya. Apalagi istilah yang diciptakannya: TOPP! TOPP = Tua,Optimis, Prima dan Produktif.
Mereka berdua benar-benar bagaikan Chairil Anwar yang bilang: "Luka bisa kubawa berlari. Berlari. Hingga hilang pedih peri dan aku akan lebih tak perduli lagi! Aku mau hidup seribu tahun lagi!”
Well Pak Soeroyo, you are inspiration !
# Bambang Haryanto (epsia@plasa.com), Perintis /Juru Lalu Lintas Komunikasi EI :
“Epistoholik Indonesia memang membidik, antara lain, para senior seperti Pak Hadiwardoyo dan Bapak Soeroyo itu. Ide EI diperkaya ilham dari buku Being Digital, karya begawan digital dari Massachusetts Institute of Technologi (MIT), AS, Nicholas Negroponte, bahwa Internet mampu menyambungkan komunikasi antargenerasi, kaum pensiunan dengan generasi anak-cucu mereka. Persambungan ini maha penting karena para pensiunan adalah the untapped resources, sumber daya intelektual kebijakan atau kearifan yang belum optimal digali. Padahal mereka itu memiliki kecerdasan, wawasan, pengalaman hidup yang kaya, wisdom, juga optimisme, sampai perasaan semakin dekat sama Tuhan, yang alangkah baiknya bila kita-kita yang lebih muda ini sudi belajar banyak dari mereka.”
“Untuk menghormat dan menghargai dedikasi mereka, telah saya rintis pembuatan situs di Internet untuk menghimpun dan memajang karya surat-surat pembaca mereka. Silakan kunjungi di : http://epsia.blogspot.com dan tersedia links untuk situs-situs mereka : F.S. Hartono (Yogyakarta, http://fshar.blogspot.com), Hadiwardoyo (Kaliurang, Yogyakarta, http://hwar.blogspot.com/ e-mail : hadiwardoyo@yahoo.com), Moegono, SH (Solo, http://moegono.blogspot.com), Soeroyo (Solo, http://soer.blogspot.com), dan Bambang Haryanto (Wonogiri, http://beha.blogspot.com / e-mail : epsia@blogspot.com)“.
Warga EI lainnya : Rosita Sihombing (Paris), Lasma Siregar (Melbourne), Aan Permana (Garut), Pudiyanto S (Jakarta), Ny. Asrie M. Iman (Jakarta), Dion Desembriarto (Yogyakarta), Suhardjo (Yogyakarta), Soeroto (Pekalongan), Soepardjo (Purbalingga), Agung Yuwono (Sukoharjo), Hanung Sri Kuncoro (Sukoharjo), Wahyu Priyono (Karanganyar), Sri Hastuti, SE (Wonogiri), dan Ny. Sri Soepadmi Soediharjo (Sleman).
Ilham pertama EI dipicu oleh paparan kisah mengenai seorang Anthony Parakal. Gara-garanya, majalah internasional Time (6/4/1992) memberi julukan manis kepadanya, karena kecanduannya menulis surat-surat pembaca di pelbagai media massa. Julukan itu adalah epistoholik. Dari asal kata epistle, yang berarti surat. Anthony Parakal (kini 72 tahun) dari Mumbay, India, sudah melakoni hobinya sejak 1953. Saat muncul di Time, koleksi surat pembaca karyanya sudah mencapai : 3.760 surat, dan prestasinya ini tercatat di buku Guinnes Book of World Records Versi India. Di bulan November 2003, menurut Mid-day (http://web.mid-day.com/metro/malad/2003/november/68003.htm), diwartakan Pak Parakal sudah menulis surat pembaca sebanyak 5.000 buah, semuanya berbahasa Inggris, dan dikirimkan ke pelbagai surat kabar di dunia. Kepada wartawan Pooja Kumar (5 November 2003) Parakal bilang : “Writing letters has become an obsession for me and not a single day passes by without me spotting at least three of my letters in dailies. It is because of my faith in the immense impact of the media that I choose to address these issues.”
Biodata ringkas Bambang Haryanto. Penulis buku HARI-HARI SEPAKBOLA INDONESIA MATI, konsultan komunikasi, pemegang Rekor MURI sebagai pencetus Hari Suporter Nasional 12 Juli (2000), pemenang The Power of Dreams Contest 2002 (Honda) dan membintangi The Power of Dreams Documentary 2002, durasi 1 jam di TransTV (29/7/2002). Alumnus UI.
Alamat kontak : EPISTOHOLIK INDONESIA, Jl. Kajen Timur 72 Wonogiri 57612. Telp. 0273-321183. E-mail : epsia@plasa.com. Situs EI : http://epsia.blogspot.com. Situs pribadi Bambang Haryanto : http://beha.blogspot.com, http://suporter.blogspot.com, http://amienrais.blogspot.com, http://poetrysolo.blogspot.com dan beberapa lainnya. ***
--------------
Terima kasih untuk Sdr. Lasma Siregar (Melbourne, Australia). Surat dan atensi Anda merupakan kejutan yang menyenangkan bagi seluruh warga Epistoholik Indonesia (EI). Selamat bergabung dalam komunitas Epistoholik Indonesia !
Lasma Siregar menulis:
JEI, bukan JI, adalah idea yang sangat unik, lucu dan creative dari kalian yang benar-benar jenius.(?)
Alangkah baiknya kalau kita bikin definisi, apa yang bisa disebut sebagai surat pembaca? Surat = sesuatu yang ditulis dan dikirim lewat pos, pakai amplop dan perangko. Sesuatu yang bisa dipegang dan ditanda tangani.
E-mail atau fax saya kira bisa diperdebatkan. Surat pembaca saya, akhirnya karena kepanjangan jadi sebuah artikel buat mediakrasi di internet.Saya sering mengirim komentar buat Gatra on line. Apakah ini bisa disebut surat pembaca?
Bagaimana Pak ? Soalnya tinggal di Australia, internet adalah satu-satunya cara baca koran atau media tanah air.
Nanti kalau ada surat pembaca saya yang baru, saya akan kirimkan lewat pos sebagaimana sebelum zamannya e-mail dan fax!
Sekian dulu Pak, salam dari Melbourne dan selamat membaca surat pembaca saya yang berakhir jadi artikel.
Bye!
--------------------
Terima kasih untuk Sdri. Rosita Sihombing (Paris, Perancis). Voila ! Sungguh, surat dan atensi Anda merupakan kejutan yang menyenangkan bagi seluruh warga Epistoholik Indonesia (EI). Selamat bergabung dalam komunitas Epistoholik Indonesia !
Hai,
Nama saya Rosita SIHOMBING, saya tinggal di Paris, saya mantan reporter surat kabar mingguan di lampung, dan saya suka sekali menulis! saya ingin bergabung dengan komunitas Epistoholik ini dan saya senang karen ada komunitas tsb!
Saya senang sekali membaca surat pembaca baik lewat internet maupun media cetak, apalagi sejak saya tinggal di luar negeri, keinginan saya utk membaca surat pembaca di media-media di internet semakin tinggi! Kadang-kadang saya malahan lebih memilih membaca surat-surat pembaca daripada berita-berita yg ditulis oleh wartawan, karena biasanya pesan-pesan dari penulis di surat pembaca lebih mengena dan saya rasa cukup objektif!
Misalnya, ketika ada satu topik yang sedang heboh yg terjadi di indonesia, saya buka saya surat pembaca di media-media yg ada di internet. Nah, dari tulisan-tulisan atau komentar-komentar para penulis surat pembaca saya bisa mengambil kesimpulan dari topik-topik yg sedang "in" di Indonesia!
Oke, saya rasa sekian dulu perkenalan saya kali ini, dan saya ingin sekali mengetahui lanjutan komunitas Epistholik ini ! Terimakasih dan salam kenal dari saya
Salam hangat
Rosita
--------------
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Semoga mBak Rosita senantiasa dikaruniai Tuhan kesehatan dan kesejahteraan. Bagaimana kabar Paris saat ini ? Di Indonesia, Paris lagi jadi gunjingan ramai anak muda gara-gara pemutaran film Indonesia berjudul, “Eifel…I’m in Love” Terima kasih banyak untuk atensi dan respons Anda sehubungan isi surat sobat saya Wahyu Priyono di Tabloid BOLA (2/12/2003) mengenai Epistoholik Indonesia (EI).
E-mail Anda sangat mengejutkan. Saya sungguh tidak menyangka akan ada e-mail hebat seperti ini, dikirim jauuuuh banget dari Paris, untuk menanggapi gagasan pembentukan komunitas EI. Saya memang sering baca-baca artikel dari pelbagai situs di AS, menikmati globalisasi berkat Internet dari kota kecil di bagian selatan Jawa Tengah ini, tetapi toh tetap kaget juga ketika mendapati gagasan EI yang di benak saya mau berkiprah di tingkat lokal/nasional telah mendapat respons dari Anda, dari Paris, Perancis, Eropa, yang kemudian terasa jadi sangat menakjubkan. Yang pasti, merujuk ke niatan Anda, bersama ini Epistoholik Indonesia (EI) dengan senang hati mempersilakan mBak Rosita bergabung dalam EI kita ini. (BH).
--------------------
Terima kasih untuk Redaksi Bernas (Yogyakarta) yang telah memuat surat pembaca yang berisi laporan perkembangan langkah Epistoholik Indonesia (EI) dewasa ini. Juga terima kasih kepada Sdr. Dion Desembriarto, warga Epistoholik Indonesia dari Yogyakarta, yang telah berbaik hati memberitahukan pemuatan surat ini.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Di bawah ini kutipan surat pembaca yang saya kirimkan ke Harian Bernas (Yogyakarta).
EPISTOHOLIK INDONESIA DAN WISDOM WARGA MANULA
Dimuat di Harian Bernas (9/12/2203).
Terima kasih, Bernas. E-mail saya mengenai gagasan pembentukan jaringan komunikasi penulis surat pembaca se-Indonesia, Epistoholik Indonesia (EI) yang dimuat di kolom ini, 18/10/2003, membuahkan sambutan yang tak terduga.
Para epistoholik senior Yogyakarta yang telah mengontak saya, antara lain Romo RM Pradiko Reksopranoto, Bapak FS Hartono, Bapak R. Suhardjo, dan juga Bapak Hadiwardoyo (Kaliurang). Juga ada yang yunior, sdr. Dion Desembriarto. Dari Solo yang secara khusus saya kirimi surat, sokurlah kemudian juga bergabung, antara lain Bapak Moegono, SH dan Bapak Soeroyo. Dari Pekalongan juga ikut bergabung adalah Bapak Soeroto dan Bapak Supardjo dari Sokawera, Purbalingga.
Terima kasih atas sambutan yang membanggakan itu. Saya telah mencoba membalasnya untuk menggelindingkan program-program EI di masa depan untuk menunjang kiprah beliau sebagai warga EI. Dari beberapa kontak, termasuk rumah saya dirawuhi Pak Moegono, SH dari Solo, saya dapat belajar banyak dari wawasan mereka yang kaya dan wisdom para epsitoholik senior.
Juga saya tak menyangka, Bapak Hadiwardoyo yang sudah berusia 80 tahun itu sampai keroyo-royo ke warung Internet di Kaliurang untuk membalas surat saya melalui e-mail. Beliau menyebut sendiri sebagai wong Jowo yang inovatif, dan itu terbukti !
Untuk menghormat dedikasi para epistoholik senior tersebut, untuk Bapak Hadiwardoyo, Bapak Moegono dan Bapak Soeroyo, telah kami luncurkan situs di Internet yang khusus memajang koleksi surat-surat pembaca beliau.
Untuk mengaksesnya, silakan kunjungi situs Epistoholik Indonesia (http://epsia.blogspot.com) dan disana telah disajikan link yang diperlukan. Situs untuk para warga EI lainnya, selangkah demi selangkah, akan segera menyusul. Karena sebagian surat-surat pembaca mereka itu pernah dimuat di Bernas, maka surat ini pun sekaligus sebagai pemberitahuan kepada Redaksi Bernas mengenai kiprah EI yang ikut pula menyebarluaskan materi koran ini kepada khalayak yang lebih luas.
Sekali lagi, terima kasih Bernas !
Bambang Haryanto
Epistoholik Indonesia
------------------
Terima kasih, Bapak Soeroyo (Solo). Surat pembaca yang Bapak tulis di harian Solopos (5/12/2003) telah membuat seluruh warga Epistoholik Indonesia menjadi bangga. Nasehat Bapak untuk para epistoholik muda, sungguh menjadi ilham yang inspiratif dan menantang ! Tentu saja, juga terima kasih kepada Harian SOLOPOS yang memuat tulisan yang penting bagi dorongan langkah EI ke depan ini.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Di bawah ini kita tampilkan surat pembaca yang ditulis oleh Bapak Soeroyo (Solo).
MERINTIS WADAH EPISTOHOLIK
Dimuat di Harian Solopos, 5/12/2003
Suatu ketika di bulan Oktober 2003, saya menerima surat dari Wonogiri. Pengirimnya bernama Bambang Haryanto yang mengaku telah banyak membaca tulisan-tulisan saya di (kolom) Pos Pembaca SOLOPOS.
Saya disebut-sebut seorang epistoholik, istilah yang sebelumnya tidak saya kenal. Setelah dijelaskan oleh Sdr. Bambang Haryanto, barulah saya dong (jelas – BH). Lebih lanjut yang bersangkutan bermaksud untuk merintis berdirinya jaringan para penulis Pos Pembaca dalam wadah yang disebut Epistoholik Indonesia.
Gagasannya saya sambut dengan senang hati, karma idenya sangat cemerlang dan dalam jawaban surat, saya nyatakan mendukung seratus persen. Selaku manula saya akan tut wuri handayani, bila perlu urun-urun rembug/masukan yang positif.
Saya pegawai negeri sipil yang sudah pensiun tahun 1981. Setelah pensiun, post-power syndrome saya jauhi dan saya harus berani menghadapi kenyataan. Saya beristirahat total setiap hari, dari bangun tidur sampai tidur kembali yang sungguh menjemukan. Guna menghilangkan sebel, saya isi waktu dengan banyak mendengarkan siaran radio, banyak melihat tayangan TV serta banyak membaca apa saja yang bisa dibaca.
Apabila ada hal-hal yang tidak laras dengan pola pikir saya, maka saya mencoba menulis yang hasilnya saya kirimkan ke redaksi suratkabar, apa saja. Pertama saya kirimkan ke Sinar Harapan, yang kemudian berganti nama Suara Pembaruan yang saya menjadi pelanggannya. Ternyata tulisan-tulisan saya banyak dimuat, kemudian tulisan saya kirimkan juga ke Suara Merdeka, Surya, Bernas dan SOLOPOS. Saya merasa senang kalau tulisan saya dimuat, sebab pasti akan dibaca oleh orang banyak. Rupanya inilah salah satu hiburan saya selaku manula wredatama/pensiunan.
Cukup banyak juga pembaca yang setuju dengan tulisan saya, namun ada juga yang sifatnya memberikan kritik membangun. Paham saya, agar pikiran ini tetap bekerja dan kreatif tidak loyo mengikuti jasmani yang usur di usia senja. Sangat ideal menerapkan TOPP baru, yakni Tua, Optimis, Prima dan Produktif, bukan TOPP lama yang kita kenal : Tua, Ompong, Pikun dan Peot.
Saya anjurkan pada para epistoholik muda supaya lebih gencar menulis yang positif. Semua itu bisa dijadikan sarana guna mencerdaskan anak bangsa. Semoga gagasan indah bisa terlaksana dengan baik. Amin.
Soeroyo (Solo).
----------------
Monday, December 01, 2003
Dengan bangga, Epistoholik Indonesia (EI) meluncurkan situs blog warganya yang menjadi anggota jaringan komunikasi penulis surat pembaca se-Indonesia !
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Selamat Hari Raya Idhul Fitri 1424 H.
Saya sebagai perintis dan warga Epistoholik Indonesia, bersama ini mohon maaf lahir dan bathin atas kesalahan dan kekurangan saya selama ini.
Selain itu, saya dengan bangga memberitahukan bahwa nama-nama berikut ini kini sudah memiliki situs blog yang memuat himpunan surat-surat pembaca mereka :
· Bambang Haryanto
. F.S. Hartono
. Hadiwardoyo
· Moegono, SH
· Soeroyo
Untuk mengakses, silakan klik nama-nama mereka yang sudah berwarna merah.
Siapa ingin menyusul ?
Ayo terus berprestasi, dengan menulis surat-surat pembaca Anda yang terbaru.
Lalu silakan kontak diri saya.
Terima kasih.
Bambang Haryanto
--------------
Informasi kiprah Epistoholik Indonesia (EI) muncul di Tabloid BOLA (2/12/2003). Hal ini berkat kebaikan hati, inovasi dan dedikasi sdr. Wahyu Priyono (rajawali_pasoepati@yahoo.com), Karanganyar, Solo, warga Epistoholik Indonesia yang proaktif dalam membesarkan EI kita ini. Terima kasih, Wahyu !
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Tanggal 17/11/2003, sungguh menyenangkan, saya mendapatkan telepon dari Sdr. Wahyu Priyono. Kebetulan diri saya dan dirinya adalah sama-sama sebagai warga kelompok suporter sepakbola asal Solo, Pasoepati. Kita ngobrol, menyatukan visi masa depan Epistoholik Indonesia.
Wahyu Priyono yang mahasiswa Arsitektur UNS Sebelas Maret dan suka menulis itu bahkan menyatakan bersedia mempromosikan Epistoholik Indonesia, dengan menulis surat-surat pembaca ke pelbagai media. Langkah proaktif ini, saya dukung.
Tanggal 1/12/2003, saya mendapatkan telepon dari mantan Presiden Pasoepati, Mayor Haristanto, yang memberitahukan tentang dimuatnya surat Wahyu Priyono tentang Epistoholik Indonesia di Tabloid BOLA.
Terima kasih, Wahyu !
---------------
Terima kasih, Romo Hadiwardoyo (Purworejo-Pakem Sleman). Balasan e-mail dari Pak Hadi sungguh menggembirakan dan penuh kejutan !
Surat kedua Bapak Hadiwardoyo :
Subject: Balasan Surat Dari Bapak HARDIWARDOYO
Date: Fri, 21 Nov 2003 08:03:41 +0700 (WIT)
Nak Bambang Haryanto, umur saya sudah 80 tahun. Andaikata saya matur terhadap penjenengan dengan bahasa nak, semoga tidak ada salah tafsir.
Surat nanda sudah saya terima tgl 18-11-2003, yang beginilah mungkin yg disebut Telmi, telat mikir, artinya surat dikirim tgl 5-11-2003, 13 hari baru saya terima itu saja kebetulan sowan Pak dasun. Andai kata tidak, mungkin surat dari nanda sudah masuk keranjang sampah.
Tidak aku sangka bahwa nulis di koran itu ada yang memperhatikan seperti nak Bambang Haryanto dan lantas disusul tajuk BERNAS pada hari berikutnya, inilah suatu kebahagiaan bagi kami sebelum saya ditimbali sowan Hyang Maha Esa.
Nak Bambang Haryanto, saya nulis di koran memang panggilan jiwa, menulis selain menjadi obat penyakit stres, tetapi juga belajar dari pengalaman hidup………Saya betul-betul pengagum budoyo jowo, namun demikian saya tidak telaten mengikuti ngelmu jawa alon-alon waton kelakon, dondong opo salak duku cilik-cilik, tetapi budoyo jowo yang kreatif inovatif, seperti ajaran nenek moyang : timbang biru luwung wungu artinya timbang babi turu luwung melek melek akalnya dan emoh di akali atau tinimbang bubuk ngenteni digawakke eleng luwung bubuk gawe eleng.
Lir samudro tanpo tepi, bagi saya jika sudah tumbu oleh tutup, mungkin kontak bathin lewat tulisan pasti jalan terus. Namun demikian karena penulis pikiran pembaca bukan penjual berita, mungkin saya dapat menulis panjang, karena jika nulis panjang kendil njomplang.
Sekian dulu salam sehat walafiat antara para pemikir-pemikir idealis yang sejalan dengan nak Bambang Haryanto.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Surat Pak Hadi di atas, yang diketik dengan bantuan operator sebuah warnet di Kaliurang, telah terkirim kepada saya melalui e-mail. Sebagai priyayi yang sudah sepuh, maka inisiatif beliau yang tanpa segan dan tanpa perasaan fobi untuk mengenal Internet dengan mengunjungi warnet, bagi saya, sungguh mengagumkan.
Selain itu, sudah sekitar tiga kali pula Pak Hadi menelpon, untuk sekedar ngobrol. Untuk merekatkan silaturahmi, pada tanggal 27/11/2003 telah saya kirimkan kepada Bapak Hadi beberapa fotokopi artikel dan berita mengenai aktivitas saya dalam Festival Aeng-Aeng (FAA) 2002 di Solo. Juga saya sertakan sebuah kaos bersablonkan slogan dari FAA 2002 tersebut.
Kebetulan saya memiliki kakak sepupu dan keponakan yang tinggal di Kaliurang, yang ketemu dalam acara pertemuan Trah Martowirono (http://trah.blogspot.com) di rumah saya, 27/11/2003, maka kaos dan surat itu bisa saya titipkan untuk disampaikan kepada Pak Hadi. Beberapa hari kemudian, Pak Hadi menelpon. Saya katakan, karena menurut saya Pak Hadi itu termasuk orang yang aeng-aeng, dalam arti positif, maka kaos itu saya kirimkan kepadanya.
Beliau malah berkata bahwa hadiah kaos itu akan membuat dirinya merasa awet muda.. Insya Allah, Pak Hadi. Semoga Tuhan senantiasa memberi karunia sehat dan umur panjang kepada Bapak Hadiwardoyo.
---------------
Terima kasih, Bapak Pudiyanto S. (Kelapa Gading, Jakarta Utara ). Kesediaan Bapak untuk bergabung dalam Epsitoholik Indonesia, sungguh menggembirakan hati kami.Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Tanggal 11/11/2003, saya telah berkirim surat kepada Bapak Pudiyanto S (Jakarta), isinya mengajak beliau untuk sudi memnjadi warga EI kita. Saya pada tahun 1980-an pernah berkuliah di Universitas Indonesia, Jakarta, dan sudah sering menemukan nama dan pemikiran beliau di pelbagai surat kabar Ibukota. Berdasar pengetahuan itu, surat saya kirim kepada beliau. Surat saya tadi, sokurlah, disambut positif oleh Bapak Pudiyanto.
Tanggal 17/11/2003, beliau menelpon saya. Beliau bercerita, sudah ratusan surat pembaca yang beliau tulis. Walau, sayang sedikit, ada sekitar 120-an yang terpaksa hilang ketika Pak Pudiyanto harus pindah rumah di tahun 1990-an. Saat ini beliau sedang memindahkan sebagian suratnya kedalam bentuk digital, mengetik ulang dengan komputer. Apabila sudah selesai, akan segera dikirimkan kepada saya sebagai bahan untuk mengisi situs blog Bapak Pudiyanto S. sebagai salah satu warga Epistoholik Indonesia.
Saya tunggu, Bapak Pudiyanto. Terima kasih untuk atensi Bapak !
----------------
Terima kasih, Pak Moegono dan Mas Tri untuk kunjungan silaturahmi dan tukar pendapat (15/11/2003) di Wonogiri mengenai masa depan kiprah-kiprah kita di Epistoholik Indonesia !
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Suatu kejutan dan kegembiraan, bahwa Bapak Megono, SH yang pengacara terkenal dari Solo dan seorang epistoholik sejati atau seseorang yang kecanduan menulis surat pembaca dengan dedikasi tinggi, telah sudi mengunjungi rumah saya di Wonogiri, 15 November 2003 yang lalu.
Di tengah suasana hari Puasa itulah, saya mendapatkan kesempatan untuk mengenal beliau dan pergulatan pemikirannya selama ini. Baik sebagai intelektual, praktisi hukum, pengamat yang tajam untuk isu-isu sosial kemasyarakatan, dan tentu saja dedikasi beliau sebagai seorang epistoholik yang pantas kita teladani.
Saya bersyukur, kita merasakan adanya kesamaan getar gelombang. Seperti kata Mas Tri, kolega yang mendampingi Pak Moegono saat itu, bahwa setiap individu warga Epistoholik Indonesia mempunyai ororitas yang mandiri. Ibarat permainan sepakbola, mereka dapat menempatkan diri sebagai pemain depan, tengah atau belakang, dengan gaya main yang berbeda-beda, tetapi dengan satu tujuan maju ke depan untuk mencetak gol : menyumbangkan ide dan pemikiran untuk kemajuan negara dan bangsa Indonesia di masa depan.
Bahkan divisikan ke depan, masing-masing warga EI yang memiliki latar belakang spesialisasi tertentu itu dapat bergabung suatu saat, sebagai sebuah gugus tugas (task force), guna menyelesaikan sesuatu tawaran atau peluang proyek yang memerlukan kajian dan perampungan lintas bidang. Ide yang hebat !
Pada saat itu pula Bapak Moegono menyerahkan satu bundel fotokopi surat-surat pembaca beliau selama ini. Bahan inilah yang kemudian setelah saya ketik ulang, menjadi materi untuk situs blog beliau sebagai warga Epistoholik Indonesia.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Selamat Hari Raya Idhul Fitri 1424 H.
Saya sebagai perintis dan warga Epistoholik Indonesia, bersama ini mohon maaf lahir dan bathin atas kesalahan dan kekurangan saya selama ini.
Selain itu, saya dengan bangga memberitahukan bahwa nama-nama berikut ini kini sudah memiliki situs blog yang memuat himpunan surat-surat pembaca mereka :
· Bambang Haryanto
. F.S. Hartono
. Hadiwardoyo
· Moegono, SH
· Soeroyo
Untuk mengakses, silakan klik nama-nama mereka yang sudah berwarna merah.
Siapa ingin menyusul ?
Ayo terus berprestasi, dengan menulis surat-surat pembaca Anda yang terbaru.
Lalu silakan kontak diri saya.
Terima kasih.
Bambang Haryanto
--------------
Informasi kiprah Epistoholik Indonesia (EI) muncul di Tabloid BOLA (2/12/2003). Hal ini berkat kebaikan hati, inovasi dan dedikasi sdr. Wahyu Priyono (rajawali_pasoepati@yahoo.com), Karanganyar, Solo, warga Epistoholik Indonesia yang proaktif dalam membesarkan EI kita ini. Terima kasih, Wahyu !
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Tanggal 17/11/2003, sungguh menyenangkan, saya mendapatkan telepon dari Sdr. Wahyu Priyono. Kebetulan diri saya dan dirinya adalah sama-sama sebagai warga kelompok suporter sepakbola asal Solo, Pasoepati. Kita ngobrol, menyatukan visi masa depan Epistoholik Indonesia.
Wahyu Priyono yang mahasiswa Arsitektur UNS Sebelas Maret dan suka menulis itu bahkan menyatakan bersedia mempromosikan Epistoholik Indonesia, dengan menulis surat-surat pembaca ke pelbagai media. Langkah proaktif ini, saya dukung.
Tanggal 1/12/2003, saya mendapatkan telepon dari mantan Presiden Pasoepati, Mayor Haristanto, yang memberitahukan tentang dimuatnya surat Wahyu Priyono tentang Epistoholik Indonesia di Tabloid BOLA.
Terima kasih, Wahyu !
---------------
Terima kasih, Romo Hadiwardoyo (Purworejo-Pakem Sleman). Balasan e-mail dari Pak Hadi sungguh menggembirakan dan penuh kejutan !
Surat kedua Bapak Hadiwardoyo :
Subject: Balasan Surat Dari Bapak HARDIWARDOYO
Date: Fri, 21 Nov 2003 08:03:41 +0700 (WIT)
Nak Bambang Haryanto, umur saya sudah 80 tahun. Andaikata saya matur terhadap penjenengan dengan bahasa nak, semoga tidak ada salah tafsir.
Surat nanda sudah saya terima tgl 18-11-2003, yang beginilah mungkin yg disebut Telmi, telat mikir, artinya surat dikirim tgl 5-11-2003, 13 hari baru saya terima itu saja kebetulan sowan Pak dasun. Andai kata tidak, mungkin surat dari nanda sudah masuk keranjang sampah.
Tidak aku sangka bahwa nulis di koran itu ada yang memperhatikan seperti nak Bambang Haryanto dan lantas disusul tajuk BERNAS pada hari berikutnya, inilah suatu kebahagiaan bagi kami sebelum saya ditimbali sowan Hyang Maha Esa.
Nak Bambang Haryanto, saya nulis di koran memang panggilan jiwa, menulis selain menjadi obat penyakit stres, tetapi juga belajar dari pengalaman hidup………Saya betul-betul pengagum budoyo jowo, namun demikian saya tidak telaten mengikuti ngelmu jawa alon-alon waton kelakon, dondong opo salak duku cilik-cilik, tetapi budoyo jowo yang kreatif inovatif, seperti ajaran nenek moyang : timbang biru luwung wungu artinya timbang babi turu luwung melek melek akalnya dan emoh di akali atau tinimbang bubuk ngenteni digawakke eleng luwung bubuk gawe eleng.
Lir samudro tanpo tepi, bagi saya jika sudah tumbu oleh tutup, mungkin kontak bathin lewat tulisan pasti jalan terus. Namun demikian karena penulis pikiran pembaca bukan penjual berita, mungkin saya dapat menulis panjang, karena jika nulis panjang kendil njomplang.
Sekian dulu salam sehat walafiat antara para pemikir-pemikir idealis yang sejalan dengan nak Bambang Haryanto.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Surat Pak Hadi di atas, yang diketik dengan bantuan operator sebuah warnet di Kaliurang, telah terkirim kepada saya melalui e-mail. Sebagai priyayi yang sudah sepuh, maka inisiatif beliau yang tanpa segan dan tanpa perasaan fobi untuk mengenal Internet dengan mengunjungi warnet, bagi saya, sungguh mengagumkan.
Selain itu, sudah sekitar tiga kali pula Pak Hadi menelpon, untuk sekedar ngobrol. Untuk merekatkan silaturahmi, pada tanggal 27/11/2003 telah saya kirimkan kepada Bapak Hadi beberapa fotokopi artikel dan berita mengenai aktivitas saya dalam Festival Aeng-Aeng (FAA) 2002 di Solo. Juga saya sertakan sebuah kaos bersablonkan slogan dari FAA 2002 tersebut.
Kebetulan saya memiliki kakak sepupu dan keponakan yang tinggal di Kaliurang, yang ketemu dalam acara pertemuan Trah Martowirono (http://trah.blogspot.com) di rumah saya, 27/11/2003, maka kaos dan surat itu bisa saya titipkan untuk disampaikan kepada Pak Hadi. Beberapa hari kemudian, Pak Hadi menelpon. Saya katakan, karena menurut saya Pak Hadi itu termasuk orang yang aeng-aeng, dalam arti positif, maka kaos itu saya kirimkan kepadanya.
Beliau malah berkata bahwa hadiah kaos itu akan membuat dirinya merasa awet muda.. Insya Allah, Pak Hadi. Semoga Tuhan senantiasa memberi karunia sehat dan umur panjang kepada Bapak Hadiwardoyo.
---------------
Terima kasih, Bapak Pudiyanto S. (Kelapa Gading, Jakarta Utara ). Kesediaan Bapak untuk bergabung dalam Epsitoholik Indonesia, sungguh menggembirakan hati kami.Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Tanggal 11/11/2003, saya telah berkirim surat kepada Bapak Pudiyanto S (Jakarta), isinya mengajak beliau untuk sudi memnjadi warga EI kita. Saya pada tahun 1980-an pernah berkuliah di Universitas Indonesia, Jakarta, dan sudah sering menemukan nama dan pemikiran beliau di pelbagai surat kabar Ibukota. Berdasar pengetahuan itu, surat saya kirim kepada beliau. Surat saya tadi, sokurlah, disambut positif oleh Bapak Pudiyanto.
Tanggal 17/11/2003, beliau menelpon saya. Beliau bercerita, sudah ratusan surat pembaca yang beliau tulis. Walau, sayang sedikit, ada sekitar 120-an yang terpaksa hilang ketika Pak Pudiyanto harus pindah rumah di tahun 1990-an. Saat ini beliau sedang memindahkan sebagian suratnya kedalam bentuk digital, mengetik ulang dengan komputer. Apabila sudah selesai, akan segera dikirimkan kepada saya sebagai bahan untuk mengisi situs blog Bapak Pudiyanto S. sebagai salah satu warga Epistoholik Indonesia.
Saya tunggu, Bapak Pudiyanto. Terima kasih untuk atensi Bapak !
----------------
Terima kasih, Pak Moegono dan Mas Tri untuk kunjungan silaturahmi dan tukar pendapat (15/11/2003) di Wonogiri mengenai masa depan kiprah-kiprah kita di Epistoholik Indonesia !
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Suatu kejutan dan kegembiraan, bahwa Bapak Megono, SH yang pengacara terkenal dari Solo dan seorang epistoholik sejati atau seseorang yang kecanduan menulis surat pembaca dengan dedikasi tinggi, telah sudi mengunjungi rumah saya di Wonogiri, 15 November 2003 yang lalu.
Di tengah suasana hari Puasa itulah, saya mendapatkan kesempatan untuk mengenal beliau dan pergulatan pemikirannya selama ini. Baik sebagai intelektual, praktisi hukum, pengamat yang tajam untuk isu-isu sosial kemasyarakatan, dan tentu saja dedikasi beliau sebagai seorang epistoholik yang pantas kita teladani.
Saya bersyukur, kita merasakan adanya kesamaan getar gelombang. Seperti kata Mas Tri, kolega yang mendampingi Pak Moegono saat itu, bahwa setiap individu warga Epistoholik Indonesia mempunyai ororitas yang mandiri. Ibarat permainan sepakbola, mereka dapat menempatkan diri sebagai pemain depan, tengah atau belakang, dengan gaya main yang berbeda-beda, tetapi dengan satu tujuan maju ke depan untuk mencetak gol : menyumbangkan ide dan pemikiran untuk kemajuan negara dan bangsa Indonesia di masa depan.
Bahkan divisikan ke depan, masing-masing warga EI yang memiliki latar belakang spesialisasi tertentu itu dapat bergabung suatu saat, sebagai sebuah gugus tugas (task force), guna menyelesaikan sesuatu tawaran atau peluang proyek yang memerlukan kajian dan perampungan lintas bidang. Ide yang hebat !
Pada saat itu pula Bapak Moegono menyerahkan satu bundel fotokopi surat-surat pembaca beliau selama ini. Bahan inilah yang kemudian setelah saya ketik ulang, menjadi materi untuk situs blog beliau sebagai warga Epistoholik Indonesia.
Saturday, November 08, 2003
----------------------------
Sdr. WAHYU PRIYONO (rajawali_pasoepati@yahoo.com), Karanganyar, Solo, Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman e-mail dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Pro : Mas Bambang Haryanto, Saya membaca surat pembaca Anda di HU SOLOPOS edisi 28 Oktober 2003, yang berisi gagasan mengenai pembentukan jaringan Epistoholik Indonesia (EI), sebuah komunitas bagi orang-orang yang suka menulis atau memberi komentar, masukan, kritik dan saran pada rubrik surat pembaca pada suatu media”
“Saya menyambut baik dan mendukung gagasan dibentuknya komunitas tersebut, sebab secara pribadi saya suka menulis apa saja termasuk menulis rubrik surat pembaca.Oleh sebab itu saya ingin bergabung dan terlibat dalam komunitas jaringan tersebut.”, demikian e-mail yang dikirimkan oleh Sdr. Wahyu Priyono (7/11/2003) dari Karang anyar.
“Harapan saya agar gagasan pembentukan jaringan komunitas epistoholik ini bisa terealisasi dan mampu membawa peningkatan terhadap kualitas isi tulisan rubrik pembaca pada media apapun. Juga sebagai wahana dan ajang merekatkan persaudaraan di antara para penulis serta nantinya bisa menghasilkan program dan agenda yang produktif dan positif bagi para anggota komunitas.”
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
“Sdr. Wahyu Priyono, terima kasih untuk atensi Anda. Sebagai sesama warga kelompok suporter Pasoepati, saya sungguh berbangga dan berbahagia, karena kita bisa menggalang kerjasama untuk berkiprah bersama di luar lapangan sepakbola. Harapan Anda adalah harapan kita semua, seluruh warga EI kita ini !”
“Bersama ini pula, Anda secara resmi telah menjadi warga jaringan Epistoholik Indonesia”
“Contoh surat pembaca Anda, yang termuat di tabloid BOLA, menunjukkan tingginya perhatian dan tingginya kualitas surat pembaca yang Sdr. Wahyu tulis. Saya harapkan, tulisan lainnya akan segera menyusul. Sokur-sokur, dari interaksi antarwarga EI nanti akan semakin mendorong kita untuk menulis karya yang lebih tinggi. Yaitu menulis artikel, sampai menulis buku. Anda setuju ? Mari berpacu !”
Di bawah ini saya kutipkan isi surat pembaca yang ditulis oleh Wahyu Priyono. Dengan catatan : isi dan konsekuensi atas informasi tersebut di luar tanggung jawab Epistoholik Indonesia (BH).
LADANG MEDALI EMAS
Dimuat di Tabloid BOLA, 4 November 2003
Prestasi olahraga suatu bangsa di ajang kejuaraan dunia, semisal SEA Games, Asian Games atupun Olimpiade diukur dari seberapa banyak perolehan medali oleh atletnya. Perolehan medali siginifikan terhadap prestasi dan perkembangan olahraga di negara yang bersangkutan.
Sudah saatnya KONI mulai membidik dan mensiasati hal ini. Apabila kita perhatikan sebenarnya hanya ada dua cabang besar yang bisa menjadi ladang medali emas, yaitu atletik dan renang. Sebab di kedua cabang itu dilombakan beberapa nomor. Disamping itu pembinaan untuk cabang atletik dan renang relatif tidak membutuhkan dana yang besar, apabila dibanding cabang lain semisal basket, bola voly ataupun sepakbola yang hanya memperebutkan satu medali saja.
Dengan tanpa menganaktirikan cabang olahraga lain, sudah saatnya cabang atletik dan renang dijadikan ajang untuk meraih medali sebanyak-banyaknya. Untuk tim Indonesia semoga sukses di ajang SEA Games XXII Vietnam nanti.
Wahyu Priyono (Karanganyar, Solo)
-----------------------
Sdri. SRI HASTUTI, SE (Joho, Wonogiri), Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Aktivitas menulis bagi saya sangat menarik, saya sangat berkeinginan untuk selalu mengomentari segala hal yang telah saya baca, dengar dan gagasan baru yang muncul dalam pikiran saya. Walau pun itu hanya sebatas kritikan saja”, demikian tulis Sdri. Sri Hastuti, SE dalam surat tulisan tangan yang rapi dan indah (5/11/2003).
“Memang baru sekali saya kesampaian untuk menulis dan Alhamdulillah, dimuat di kolom Dialog majalah Intisasti, April 2003. Ada rasa bangga tersendiri yang bisa saya rasakan, yang ternyata tulisan saya ada artinya”
“Dalam hal ini memang saya baru tahap belajar untuk mengasah diri. Pengetahuan yang saya miliki masih minim, tetapi semangatlah yang mendorong saya. Untuk itu saya berharap info lengkap jaringan EI dan semoga bisa bergabung bersama, untuk saling belajar, bertukar gagasan dan bisa menambah pengetahuan”
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
“Terima kasih untuk atensi dan respons Sdri. Sri Hastuti, SE sehubungan isi surat saya di Solopos (28/10/03). Surat Sri mengejutkan dan menyenangkan (“tulisan tanganmu bagus”), karena saya engga sangka akan mendapatkan respons dari seorang WNA. Maaf, kalau di luar kota saya selalu mengenalkan diri sebagai ‘orang Jawa berstatus WNA’. Dalam hal ini WNA akronim WoNogiri Asli. Baiklah, itu sekedar canda. Yang pasti, merujuk ke niatan Anda, maka bersama ini Epistoholik Indonesia (EI) dengan senang hati mempersilakan Sri Hastuti untuk bergabung di EI ini “
“Sebagai suatu network, misi utama EI adalah saling memberi semangat kepada warga/anggota jaringan EI untuk giat berkiprah dalam menulis, guna menyumbangkan gagasan untuk masyarakat luas. Maaf, saya sebagai perintis EI saat ini malah belum menggagas draft, misalnya mengenai visi/misi, kode etik, sampai AD/ART untuk EI. Hemat saya, biar EI ini jalan dulu, asal misi utama di atas dapat dijalankan. Salah satu realisasi misi tersebut adalah menghidupkan situs Epistoholik Indonesia di http://epsia.blogspot.com , sebagai sarana komunikasi antarwarga jaringan EI kita ini”
”Saya setuju dan menyukai banget pendapat Anda bahwa menulis adalah aktivitas yang menarik. Sokurlah, dengan menulis di Intisari, berisi pendapat yang berguna bagi pembaca lainnya, Anda telah merasakan dampak psikologis yang menyenangkan itu. Malah, kalau saya boleh menjadi suporter Anda, pendorong cita-ciata luhur Anda, saya harapkan aktivitas menulis surat pembaca nanti hanya menjadi aktivitas rutin, guna mengasah otak kita.”
“Maksud saya, sebaiknyalah Sri Hastuti harus punya cita-cita yang lebih besar dan lebih dahsyat lagi : menulis artikel ! Mungkin di Intisari atau Solopos. Lalu meningkat lagi, menulis buku. Saya yakin, Sri Hastuti mampu menuju ke arah cita-cita besar itu. Dari menyimaki sajian surat Anda yang runtut, enak dibaca, tulisannya rapi dan bagus, tibalah kini saatnya bakat terpendam Anda itu direalisasikan !”
Tambahan sedikit : Anda adalah warga Epistoholik Indonesia yang paling cantik. Kalau tidak percaya, silakan simak seluruh kandungan situs EI ini selengkapnya dengan menarik “vertical scroll bar” sampai ke batas bawah. Atau meng-klik tulisan “Archive” untuk mengakses tulisan yang terdahulu. Silakan menjelajah ! (BH).
Di bawah ini saya kutipkan isi surat pembaca yang ditulis oleh Sdri. Sri Hastuti, SE. Dengan catatan : isi dan konsekuensi atas informasi tersebut di luar tanggung jawab Epistoholik Indonesia (BH).
SAYANG KALAU TERPOTONG
Dimuat di majalah Intisari, April 2003.
Waktu masih kuliah, saya selalu membaca Intisari di perpustakaan kampus. Tapi, setelah kuliah saya selesai, enam bulan terakhir ini saya berlangganan. Dengan membaca Intisari banyak pengtahuan yang saya peroleh sehingga memperluas wawasan saya. Bagi saya, semuanya artikelnya menarik dan sayang kalau tidak terbaca.
Saya mau usul, bagaimana kalau kupon Otak Atik ditempatkan pada bagian yang tidak terdapat artikel di baliknya. Saya merasa sayang kalau artikel itu terpotong jika kuponnya diambil. Bukankah sebaiknya kupon-kupon itu ditempatkan pada bagian yang sebaliknya bukan artikel ?
Sri Hastuti, SE (Giriwono, Wonogiri 57613)
---------------------------------------------
Bapak SOEROTO (Kajen, Pekalongan), Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Dengan tidak mengurangi rasa hormat, saya sampaikan salut atas ide Anda. Saya juga senang membaca untuk mengisi waktu luang. Yang saya baca pertama adalah (kolom) Surat Pembaca. Saya adalah pembeli setia Suara Merdeka”, demikian isi surat ketikan dari Bapak Soeroto (3/11/2003).
“Saya pendaftar I untuk bergabung pada Epistoholik Indonesia. Saya sering menulis di kolom Surat Pembaca di Harian Suara Merdeka. Yang saya ingat berjudul : (1) Hiburan Para Manula, (2) Studi Banding Atau Pelesir, dan (3) Mobil/Motor Plat Hitam Kena Uji KIR, tetapi pemuatannya tidak saya kliping sehingga tidak dapat saya kirimkan untuk bahan Anda”, lanjut Pak Soeroto.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
“Terima kasih, Bapak Soeroto. Memang tepat benar perkiraan Bapak, karena memang Bapak Soeroto merupakan pendaftar dan pengirim surat pertama yang menanggapi isi surat saya yang termuat di harian Suara Merdeka.”
Pak Soeroto, yang pensiunan guru itu, memberikan usulan menarik, yaitu (1) diadakan jumpa kontak, pembaca pada kolom Surat Pembaca, dan (2) menyampaikan informasi pada sesama anggota lewat surat pembaca/individu.
“Usulan yang menarik. Bagaimana pendapat warga EI lainnya ? Mengenai penyampaian informasi kepada warga, selain lewat balasan surat, adalah melalui situs blog EI ini. Oleh karena itu, saya dalam surat selalu mengajak warga EI untuk sudi berkenalan dengan Internet, lalu mencoba menghayati keberadaan dan isi situs EI ini. Apalagi, seperti seorang pakar dari MIT, Nicholas Negroponte, bilang bahwa Internet adalah gempa bumi berkekuatan 10,5 skala Richter yang mengguncang sendi-sendi ekonomi…”
Untuk memberikan gambaran secara utuh, berikut di bawah ini saya kutipkan dua contoh isi surat pembaca Bapak Soeroto. Dengan catatan : isi dan konsekuensi atas informasi tersebut di luar tanggung jawab Epistoholik Indonesia (BH).
DPR MENANTI UANG THR
Dikirimkan Tanggal 3/11/2003 ke Harian Suara Merdeka
Aduh rasanya nikmat bagi honor studi banding, lelang mobil dem-deman. Ini tunggu uang THR. Sungguh nikmat enaknya. Tidak ingat akan ada banjir, gedung SD pada ambruk, pokoknya masa bodoh.
Ini bulan Ramadhan, bulan untuk mawas diri, apakah saya sudah pantas mewakili rakyat, mari sama-sama berpuasa menahan nafsu segalanya. Rakyat mengencangkan ikat pinggang, malah bapak melepas ikat pinggang. Rakyat kekurangan, bapak kekenyangan.
Ironisnya ada beberapa anggota DPR, dari partai yang menamakan reformasi ; dulu ogah-ogahan diajak KKN, dulu vokal, sekarang anteng. Karena sudah merasakan enaknya jadi wakil rakyat, entah rakyat yang mana. Mudah-mudahan surat ini dibaca bapak-bapak yang katanya wakil rakyat.
Nyuwun ngapunten nggih Pak !
SOEROTO (Pekalongan).
MOBIL/MOTOR PLAT HITAM KENA UJI KIR
Sudah dimuat di Harian Suara Merdeka, tanpa data tanggal.
Mudah-mudahan tulisan saya ini dibaca Bapak-bapak Pemerintah dan anggota Dewan Yang Mulia, sehingga menjadi bahan renungan.
Uji kir plat hitam roda empat tidak ada masalah, tapi untuk roda dua, jangan. Karena roda dua itu kendaraan rakyat kecil, yang sehari-hari untuk kebutuhan, antar sekolah, belanja, kondangan, ngojek kerja dan sebagainya.
Rakyat kecil sudah menderita dengan seabreg kenaikan. Kalau memang tetap ngotot, tidak bisa ditawar, alasan untuk menggenjot PAD (Pendapatan Asli Daerah), jangan kepalang tanggung. Di rumah rakyat masih banyak barang yang dikenakan pajak. Di dalam rumah masih ada TV, radio, lemari, meja, kursi, rak, piring, ember. Kenai pajak semua, jadi Pendapatan Asli Daerah melampaui target.
Apa bapak-bapak tidak tahu. Sekali-kali turba, pak, biar tahu keadaan di pedesaan. Ayo dong, Bapak-bapak DPR Wakil Rakyat, perjuangkan rakyat kecil.
Wah, koyo ngene payahe dadi wong cilik.
Ketigo Ora Adus.
Rendeng Kebanjiran.
Kawula Alit,
SOEROTO (Pekalongan).
--------------------------
Redaksi Harian Suara Merdeka (Semarang), terima kasih untuk pemuatan surat berisi informasi mengenai Epistoholik Indonesia (EI) di koran Anda !
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Surat pembaca saya berisi informasi berupa ajakan dan himbauan agar pencinta aktivitas menulis surat pembaca di daerah Jawa Tengah sudi bergabung dalam Epistoholik Indonesia (EI), telah dimuat di harian Suara Merdeka, edisi Minggu, 2 November 2003. Terima kasih, Suara Merdeka !
Sdr. WAHYU PRIYONO (rajawali_pasoepati@yahoo.com), Karanganyar, Solo, Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman e-mail dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Pro : Mas Bambang Haryanto, Saya membaca surat pembaca Anda di HU SOLOPOS edisi 28 Oktober 2003, yang berisi gagasan mengenai pembentukan jaringan Epistoholik Indonesia (EI), sebuah komunitas bagi orang-orang yang suka menulis atau memberi komentar, masukan, kritik dan saran pada rubrik surat pembaca pada suatu media”
“Saya menyambut baik dan mendukung gagasan dibentuknya komunitas tersebut, sebab secara pribadi saya suka menulis apa saja termasuk menulis rubrik surat pembaca.Oleh sebab itu saya ingin bergabung dan terlibat dalam komunitas jaringan tersebut.”, demikian e-mail yang dikirimkan oleh Sdr. Wahyu Priyono (7/11/2003) dari Karang anyar.
“Harapan saya agar gagasan pembentukan jaringan komunitas epistoholik ini bisa terealisasi dan mampu membawa peningkatan terhadap kualitas isi tulisan rubrik pembaca pada media apapun. Juga sebagai wahana dan ajang merekatkan persaudaraan di antara para penulis serta nantinya bisa menghasilkan program dan agenda yang produktif dan positif bagi para anggota komunitas.”
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
“Sdr. Wahyu Priyono, terima kasih untuk atensi Anda. Sebagai sesama warga kelompok suporter Pasoepati, saya sungguh berbangga dan berbahagia, karena kita bisa menggalang kerjasama untuk berkiprah bersama di luar lapangan sepakbola. Harapan Anda adalah harapan kita semua, seluruh warga EI kita ini !”
“Bersama ini pula, Anda secara resmi telah menjadi warga jaringan Epistoholik Indonesia”
“Contoh surat pembaca Anda, yang termuat di tabloid BOLA, menunjukkan tingginya perhatian dan tingginya kualitas surat pembaca yang Sdr. Wahyu tulis. Saya harapkan, tulisan lainnya akan segera menyusul. Sokur-sokur, dari interaksi antarwarga EI nanti akan semakin mendorong kita untuk menulis karya yang lebih tinggi. Yaitu menulis artikel, sampai menulis buku. Anda setuju ? Mari berpacu !”
Di bawah ini saya kutipkan isi surat pembaca yang ditulis oleh Wahyu Priyono. Dengan catatan : isi dan konsekuensi atas informasi tersebut di luar tanggung jawab Epistoholik Indonesia (BH).
LADANG MEDALI EMAS
Dimuat di Tabloid BOLA, 4 November 2003
Prestasi olahraga suatu bangsa di ajang kejuaraan dunia, semisal SEA Games, Asian Games atupun Olimpiade diukur dari seberapa banyak perolehan medali oleh atletnya. Perolehan medali siginifikan terhadap prestasi dan perkembangan olahraga di negara yang bersangkutan.
Sudah saatnya KONI mulai membidik dan mensiasati hal ini. Apabila kita perhatikan sebenarnya hanya ada dua cabang besar yang bisa menjadi ladang medali emas, yaitu atletik dan renang. Sebab di kedua cabang itu dilombakan beberapa nomor. Disamping itu pembinaan untuk cabang atletik dan renang relatif tidak membutuhkan dana yang besar, apabila dibanding cabang lain semisal basket, bola voly ataupun sepakbola yang hanya memperebutkan satu medali saja.
Dengan tanpa menganaktirikan cabang olahraga lain, sudah saatnya cabang atletik dan renang dijadikan ajang untuk meraih medali sebanyak-banyaknya. Untuk tim Indonesia semoga sukses di ajang SEA Games XXII Vietnam nanti.
Wahyu Priyono (Karanganyar, Solo)
-----------------------
Sdri. SRI HASTUTI, SE (Joho, Wonogiri), Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Aktivitas menulis bagi saya sangat menarik, saya sangat berkeinginan untuk selalu mengomentari segala hal yang telah saya baca, dengar dan gagasan baru yang muncul dalam pikiran saya. Walau pun itu hanya sebatas kritikan saja”, demikian tulis Sdri. Sri Hastuti, SE dalam surat tulisan tangan yang rapi dan indah (5/11/2003).
“Memang baru sekali saya kesampaian untuk menulis dan Alhamdulillah, dimuat di kolom Dialog majalah Intisasti, April 2003. Ada rasa bangga tersendiri yang bisa saya rasakan, yang ternyata tulisan saya ada artinya”
“Dalam hal ini memang saya baru tahap belajar untuk mengasah diri. Pengetahuan yang saya miliki masih minim, tetapi semangatlah yang mendorong saya. Untuk itu saya berharap info lengkap jaringan EI dan semoga bisa bergabung bersama, untuk saling belajar, bertukar gagasan dan bisa menambah pengetahuan”
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
“Terima kasih untuk atensi dan respons Sdri. Sri Hastuti, SE sehubungan isi surat saya di Solopos (28/10/03). Surat Sri mengejutkan dan menyenangkan (“tulisan tanganmu bagus”), karena saya engga sangka akan mendapatkan respons dari seorang WNA. Maaf, kalau di luar kota saya selalu mengenalkan diri sebagai ‘orang Jawa berstatus WNA’. Dalam hal ini WNA akronim WoNogiri Asli. Baiklah, itu sekedar canda. Yang pasti, merujuk ke niatan Anda, maka bersama ini Epistoholik Indonesia (EI) dengan senang hati mempersilakan Sri Hastuti untuk bergabung di EI ini “
“Sebagai suatu network, misi utama EI adalah saling memberi semangat kepada warga/anggota jaringan EI untuk giat berkiprah dalam menulis, guna menyumbangkan gagasan untuk masyarakat luas. Maaf, saya sebagai perintis EI saat ini malah belum menggagas draft, misalnya mengenai visi/misi, kode etik, sampai AD/ART untuk EI. Hemat saya, biar EI ini jalan dulu, asal misi utama di atas dapat dijalankan. Salah satu realisasi misi tersebut adalah menghidupkan situs Epistoholik Indonesia di http://epsia.blogspot.com , sebagai sarana komunikasi antarwarga jaringan EI kita ini”
”Saya setuju dan menyukai banget pendapat Anda bahwa menulis adalah aktivitas yang menarik. Sokurlah, dengan menulis di Intisari, berisi pendapat yang berguna bagi pembaca lainnya, Anda telah merasakan dampak psikologis yang menyenangkan itu. Malah, kalau saya boleh menjadi suporter Anda, pendorong cita-ciata luhur Anda, saya harapkan aktivitas menulis surat pembaca nanti hanya menjadi aktivitas rutin, guna mengasah otak kita.”
“Maksud saya, sebaiknyalah Sri Hastuti harus punya cita-cita yang lebih besar dan lebih dahsyat lagi : menulis artikel ! Mungkin di Intisari atau Solopos. Lalu meningkat lagi, menulis buku. Saya yakin, Sri Hastuti mampu menuju ke arah cita-cita besar itu. Dari menyimaki sajian surat Anda yang runtut, enak dibaca, tulisannya rapi dan bagus, tibalah kini saatnya bakat terpendam Anda itu direalisasikan !”
Tambahan sedikit : Anda adalah warga Epistoholik Indonesia yang paling cantik. Kalau tidak percaya, silakan simak seluruh kandungan situs EI ini selengkapnya dengan menarik “vertical scroll bar” sampai ke batas bawah. Atau meng-klik tulisan “Archive” untuk mengakses tulisan yang terdahulu. Silakan menjelajah ! (BH).
Di bawah ini saya kutipkan isi surat pembaca yang ditulis oleh Sdri. Sri Hastuti, SE. Dengan catatan : isi dan konsekuensi atas informasi tersebut di luar tanggung jawab Epistoholik Indonesia (BH).
SAYANG KALAU TERPOTONG
Dimuat di majalah Intisari, April 2003.
Waktu masih kuliah, saya selalu membaca Intisari di perpustakaan kampus. Tapi, setelah kuliah saya selesai, enam bulan terakhir ini saya berlangganan. Dengan membaca Intisari banyak pengtahuan yang saya peroleh sehingga memperluas wawasan saya. Bagi saya, semuanya artikelnya menarik dan sayang kalau tidak terbaca.
Saya mau usul, bagaimana kalau kupon Otak Atik ditempatkan pada bagian yang tidak terdapat artikel di baliknya. Saya merasa sayang kalau artikel itu terpotong jika kuponnya diambil. Bukankah sebaiknya kupon-kupon itu ditempatkan pada bagian yang sebaliknya bukan artikel ?
Sri Hastuti, SE (Giriwono, Wonogiri 57613)
---------------------------------------------
Bapak SOEROTO (Kajen, Pekalongan), Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Dengan tidak mengurangi rasa hormat, saya sampaikan salut atas ide Anda. Saya juga senang membaca untuk mengisi waktu luang. Yang saya baca pertama adalah (kolom) Surat Pembaca. Saya adalah pembeli setia Suara Merdeka”, demikian isi surat ketikan dari Bapak Soeroto (3/11/2003).
“Saya pendaftar I untuk bergabung pada Epistoholik Indonesia. Saya sering menulis di kolom Surat Pembaca di Harian Suara Merdeka. Yang saya ingat berjudul : (1) Hiburan Para Manula, (2) Studi Banding Atau Pelesir, dan (3) Mobil/Motor Plat Hitam Kena Uji KIR, tetapi pemuatannya tidak saya kliping sehingga tidak dapat saya kirimkan untuk bahan Anda”, lanjut Pak Soeroto.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
“Terima kasih, Bapak Soeroto. Memang tepat benar perkiraan Bapak, karena memang Bapak Soeroto merupakan pendaftar dan pengirim surat pertama yang menanggapi isi surat saya yang termuat di harian Suara Merdeka.”
Pak Soeroto, yang pensiunan guru itu, memberikan usulan menarik, yaitu (1) diadakan jumpa kontak, pembaca pada kolom Surat Pembaca, dan (2) menyampaikan informasi pada sesama anggota lewat surat pembaca/individu.
“Usulan yang menarik. Bagaimana pendapat warga EI lainnya ? Mengenai penyampaian informasi kepada warga, selain lewat balasan surat, adalah melalui situs blog EI ini. Oleh karena itu, saya dalam surat selalu mengajak warga EI untuk sudi berkenalan dengan Internet, lalu mencoba menghayati keberadaan dan isi situs EI ini. Apalagi, seperti seorang pakar dari MIT, Nicholas Negroponte, bilang bahwa Internet adalah gempa bumi berkekuatan 10,5 skala Richter yang mengguncang sendi-sendi ekonomi…”
Untuk memberikan gambaran secara utuh, berikut di bawah ini saya kutipkan dua contoh isi surat pembaca Bapak Soeroto. Dengan catatan : isi dan konsekuensi atas informasi tersebut di luar tanggung jawab Epistoholik Indonesia (BH).
DPR MENANTI UANG THR
Dikirimkan Tanggal 3/11/2003 ke Harian Suara Merdeka
Aduh rasanya nikmat bagi honor studi banding, lelang mobil dem-deman. Ini tunggu uang THR. Sungguh nikmat enaknya. Tidak ingat akan ada banjir, gedung SD pada ambruk, pokoknya masa bodoh.
Ini bulan Ramadhan, bulan untuk mawas diri, apakah saya sudah pantas mewakili rakyat, mari sama-sama berpuasa menahan nafsu segalanya. Rakyat mengencangkan ikat pinggang, malah bapak melepas ikat pinggang. Rakyat kekurangan, bapak kekenyangan.
Ironisnya ada beberapa anggota DPR, dari partai yang menamakan reformasi ; dulu ogah-ogahan diajak KKN, dulu vokal, sekarang anteng. Karena sudah merasakan enaknya jadi wakil rakyat, entah rakyat yang mana. Mudah-mudahan surat ini dibaca bapak-bapak yang katanya wakil rakyat.
Nyuwun ngapunten nggih Pak !
SOEROTO (Pekalongan).
MOBIL/MOTOR PLAT HITAM KENA UJI KIR
Sudah dimuat di Harian Suara Merdeka, tanpa data tanggal.
Mudah-mudahan tulisan saya ini dibaca Bapak-bapak Pemerintah dan anggota Dewan Yang Mulia, sehingga menjadi bahan renungan.
Uji kir plat hitam roda empat tidak ada masalah, tapi untuk roda dua, jangan. Karena roda dua itu kendaraan rakyat kecil, yang sehari-hari untuk kebutuhan, antar sekolah, belanja, kondangan, ngojek kerja dan sebagainya.
Rakyat kecil sudah menderita dengan seabreg kenaikan. Kalau memang tetap ngotot, tidak bisa ditawar, alasan untuk menggenjot PAD (Pendapatan Asli Daerah), jangan kepalang tanggung. Di rumah rakyat masih banyak barang yang dikenakan pajak. Di dalam rumah masih ada TV, radio, lemari, meja, kursi, rak, piring, ember. Kenai pajak semua, jadi Pendapatan Asli Daerah melampaui target.
Apa bapak-bapak tidak tahu. Sekali-kali turba, pak, biar tahu keadaan di pedesaan. Ayo dong, Bapak-bapak DPR Wakil Rakyat, perjuangkan rakyat kecil.
Wah, koyo ngene payahe dadi wong cilik.
Ketigo Ora Adus.
Rendeng Kebanjiran.
Kawula Alit,
SOEROTO (Pekalongan).
--------------------------
Redaksi Harian Suara Merdeka (Semarang), terima kasih untuk pemuatan surat berisi informasi mengenai Epistoholik Indonesia (EI) di koran Anda !
Catatan Bambang Haryanto (pengelola Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Surat pembaca saya berisi informasi berupa ajakan dan himbauan agar pencinta aktivitas menulis surat pembaca di daerah Jawa Tengah sudi bergabung dalam Epistoholik Indonesia (EI), telah dimuat di harian Suara Merdeka, edisi Minggu, 2 November 2003. Terima kasih, Suara Merdeka !
Tuesday, November 04, 2003
Bapak F.S. HARTONO (Yogyakarta), Surat Bapak yang kedua, mengagumkan. Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk wawasan yang Anda berikan !
“Pertama-tama ijinkan saya menyampaikan ungkapan terima kasih atas perhatian serta tanggapan terhadap surat terdahulu. Semoga melalui surat, kita bisa berlanjut bertukar pikiran, saling asah saling asuh, khususnya (mengenai) keadaan bangsa dan ngara kita yang kian amburadul ini dan (kita) juga (bisa) bersilaturahmi”, demikian tulis Pak Hartono (1/11/2003).
Selanjutnya Pak Hartono memberitahukan bahwa dirinya terhimpun dalam DKR (Dewan Pembaca Rakyat Merdeka), kumpulan penulis di kolom khusus Suara Rakyat Merdeka di Harian Rakyat Merdeka.
“Saya tahu betul selera redaktur Koran-koran nasional, hingga tahu benar kemana tulisan saya sebaiknya saya kirim sesuai nadanya. Analisis halus, sindiran tajam bergaya banyolan atau bernada agak bringas”.
Dalam suratnya, dilampirkan surat Pak Hartono yang pernah dimuat di Koran Rakyat Merdeka (28/09/1999) yang pernah dialihbahasakan ke tulisan mandarin di koran bertuliskan huruf Cina, Harian Indonesia (19/10/2000), juga pernah diulas di majlah INTI (Himpunan Tionghoa Indonesia).
Isinya menarik, yaitu pertanyaan kepada warga keturunan Tionghoa, karena menurut sepengetahuan Pak Hartono, kalau mereka sedang berkumpul antarsesamanya terkadang terlontar ucapan berbahasa Tionghoa yang intinya merendahkan kaum bumi putra.
“Bahkan sejak tulisan saya tersebut (dimuat), saya banyak dapat tanggapan surat/telepon dari banyak tokoh. Termasuk seorang anggota DPA-RI (yang baru saja dibubarkan). Tetapi ada juga surat kaleng yang berisi caci maki”, tulis Pak Hartono.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Terima kasih, Pak Hartono. Suatu kehormatan bahwa EI mendapatkan perhatian dari Bapak. Beliau yang mampu bertutur bahasa Mandarin, beberapa kosa kata bahasa Khek dan Tiongcu ini, dan sangat memahami karakter dan selera redaktur koran-koran nasional, jelas merupakan sosok sumber pengetahuan yang sangat berguna bagi kita semua warga Epistoholik Indonesia.
Suatu saat, kita akan “todong” beliau agar bersedia menularkan ilmunya yang satu ini. Bukankah begitu, Pak Hartono ? (BH).
Bapak HADIWARDOYO (Purworejo, Pakem, Sleman Yogyakarta), Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Karena saya tertarik dengan tulisan (di kolom Bebas Bicara-Harian Bernas) yang diutarakan oleh Bambang Haryanto yang nongol di Harian Bernas (18/10/2003), maka bersama ini.. memohon informasi….Perlu kami haturkan bahwa mulai bulan September saya juga sudah punya buku pribadi tentang kliping Koran tulisan saya sendiri, antara lain seperti terlampir”, demikian sebagian isi surat tulisan tangan dari Bapak Hadiwardoyo (27/10/2003).
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
“Terima kasih, Bapak Hadiwardoyo. Contoh surat-surat pembaca yang Bapak lampirkan, sungguh menunjukkan kejelian, kepedulian, dan gairah yang tinggi dari Bapak Hadi dalam menyoroti aneka isu penting di masyarakat. Misalnya mengenai pentingnya keberadaan organisasi seni budaya di Sleman, keprihatinan Bapak tentang perkembangan budaya Jawa, sampai masalah kinerja anggota DPRD Sleman yang konon suka membolos. Semuanya itu menunjukkan ketajaman dan kualitas tinggi sosok Bapak Hadiwardoyo sebagai seorang epistoholik Indonesia, dan pantas menjadi teladan kita-kita para epistoholik yunior.”
Untuk memberikan gambaran yang utuh, berikut di bawah ini saya kutipkan dua contoh isi surat pembaca Bapak Hadiwardoyo. Dengan catatan : isi dan konsekuensi atas informasi tersebut di luar tanggung jawab Epistoholik Indonesia (BH).
PENYELAMAT BUDAYA JAWA
Dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat, 11/1/1996
Penulis terkenal bahasa Jawa, esmit, punya ramalan bahwa sastra Jawa tinggal 14 tahun lagi. Artinya, sastra Jawa akan mati tahun 2009. Kemudian akan disusul kematian majalah-majalah berbahasa Jawa. Ramalan tersebut ada baiknya kita perhatikan dan direnungkan. Semoga ramalan ini juga menggugah para pemikir budaya Jawa, bagaimana menolong kehidupannya.
Kematian sastra jawa sama halnya dengan kematian sastra gending ciptaan Sultan Agung. Konon, menurut pakar karawitan, Sultan Agung Mataram memberi wasiat yang antara lain, “ojo ngaku wong Metaram (jawa) yen during nyinau sastra gending”. Artinya, jangan coba mengaku menjadi orang Jawa (Mataram) kalau belum mempelajari sastra gending.
Karena di pedesaan tidak ada organisasi pengarang bahsa jawa, sebagai barometer kebudayaan Jawa sebetulnya dapat dicermati lewat organisasi- organisasi seni karawitan, seni pedalangan dan seni tari (di pedesaan). Bagi para pengamat seni budaya di pedesaan, mudah membaca mati hidupnya budaya Jawa.
Artinya, jika seni karawitan, seni pedalangan, seni tari dan ketoprak di pedesaan sirna, pertanda lonceng kematian budaya Jawa telah tiba. Yang dapat bertahan hanya organisasi-organisasi kesenian yang sudah punya gelar narasi agung yang dekat dengan birokrasi kekuasaan.
Siapa penyelamat budaya Jawa ?
Hadiwardoyo (Pakem, Sleman).
SETELAH MBAH GITO WAFAT
Dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat, 9/4/1996.
Dengan wafatnya Mbah Gito pada tanggal 26 Maret 1996, berarti di Sleman tidak hanya kehilangan seorang bapak yang menguasai ilmu pedalangan, ilmu lawak, ketoprak, karawitan, dsb., tapi bagi seniman dan budayawan di pedesaan jelas sudah kehilangan seorang bapak seni budaya yang dapat menerjemahkan 10 kategori bahasa seni. Berarti tinggal Mbah Gati yang dapat menerjemahkannya.
Siapa pun yang sudah mengagumi seniman kondang seperti Mbah Gito-Gati itu dan juga mengagumi pujangga, karya-karyanya, dapat membaca apa sebabnya organisasi-organisasi kesenian di Sleman, selain PS Bayu, banyak yang gulung tikar.
Pada umumnya, orang malas mempelajari manajemen PS Bayu, Sapta Mandala, Siswo Budoyo, dsb. Selain malas mempelajari manajemen organisasi seni budaya yang sudah mapan itu, juga malas membaca tulisan para seniman.
Lalu, kapan seniman-seniman Sleman bertemu ? Dengan pertemuan seperti itu, artinya suara seniman tidak tersingkir dari organisasi kesenian yang belum dapat menerjemahkan 10 kategori bahasa seni budaya di Kabupaten Sleman.
Hadiwardoyo (Pakem, Sleman).
Sdr. UMAR YUWONO (Sukoharjo), Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Saya tertarik pada surat Anda yang dimuat di Pos Pembaca, Solopos (28/10/2003), yang berisikan tentang jaringan Epistoholik Indonesia. Saya adalah seorang penulis/koresponden freelance sebuah majalah bahasa Jawa di Surabaya, dan tinggal di Sukoharjo. Saya ingin gabung”, demikian tulis Umar Yuwono (29/10/2003).
Ia juga menyelipkan hal menarik. Tulisnya, mungkin banyak yang sangat membutuhkan, termasuk saya juga saya, yaitu tentang peluang kerja. Bila Anda ada info tentang peluang kerja di Wonogiri, tolong sertakan dalam surat balasan. Apa pun pekerjaan itu, asal halal.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com / Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Sdr. Umar, terima kasih untuk isi curhat Anda. Berbarengan saat datangnya surat Anda, koran-koran di Solo memberitahukan bahwa tes penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) di Pemkot Surakarta, dari sekitar 200 – 300 lowongan, telah dibanjiri peminat mendekati 60.000 pelamar.
Dari gambaran di atas tadi, apakah pekerjaan dewasa ini benar-benar langka dan sulit ? Anda dapat menjawabnya sendiri. Tetapi bagi saya, ya benar saat ini banyak sekali kaum penganggur, tetapi saya juga sekaligus berpendapat : saat ini juga banyak sekali peluang pekerjaan !
Problemnya, terlalu banyak sekali pencari kerja itu bermental seperti laron. Mereka hanya mengejar cahaya lampu, alias lowongan pekerjaan yang tampak, yang mloho-mloho saja. Akibatnya, lowongan seperti ini (seperti CPNS tadi) ya diserbu ribuan laron-laron pencari kerja, terjadi persaingan ketat. Sementara itu, lowongan yang banyak terbuka itu justru tersembunyi, bahkan tidak pernah masuk iklan di koran-koran. Kata para ahli strategi karier, 85 persen lowongan itu tersembunyi !
Seperti saya tulis di surat saya ke Sdr. Umar Yuwono : Kunci sukses cari kerja adalah dengan menempatkan diri Anda sebagai pemecah persoalan, problem solver, dan bukan sebagai problem maker sesuatu perusahaan. “Focus on what you love, and then money will follow”. Semoga obrolan ini bermanfaat .(BH).
Sdr. HANUNG SRI KUNCORO (Sukoharjo), Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Entah mengapa, saya tertarik tuk gabung, apa yang anda tawarkan dan menulis adalah hobi saya…..Dan 2 bukti contoh Surat Pembaca pernah di muat di media massa”.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com / Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Terima kasih, sobat Hanung Sri Kuncoro. Ketika menerima surat Anda, saya rada kaget : saya mengira menerima surat dari seorang kartunis terkenal dari Tabloid BOLA, Nunk, yang nama aslinya adalah pula Hanung Kuncoro.
Dua contoh surat pembaca yang Hanung sertakan, sangat menarik. Yang pertama dimuat di majalah Sahabat Pena (No.320/1998) mengenai informasi bimbingan menulis yang ia selenggarakan (“bagus sekali !”), dan kedua dimuat di harian Solopos (22/10/2002) mengenai informasi 140 problem kesehatan yang dapat disembuhkan berkat khasiat madu, yang saya kutipkan di bawah ini. Dengan catatan : isi dan konsekuensi atas informasi tersebut di luar tanggung jawab Epistoholik Indonesia (BH).
RAHASIA PENGOBATAN MENGGUNAKAN MADU
Dimuat di Harian Solopos, 22/10/2002
Assalamualaikum Wr.Wb.
Sudah berabad-abad madu dipercaya sebagai obat ajaib. Hal ini difirmankan oleh Allah SWT dalam Alquran : “..dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam warnanya dan didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia” (QS An-Nahl : 68-69).
Madu menurut para pakar mengandung banyak zat seperti mineral, fosfor, zat besi, potassium, sodium, belerang dan banyak lagi, yang sangat berguna bagi manusia untuk pengobatan dan kesehatan.
Saat Perang Dunia II, ternyata parabperawat medis menggunakan madu untuk pengobatan orang-orang tertembak peluru dan hasilnya menakjubkan.
PS Armon, seorang ahli di Majlah World Health 91981) mengungkapkan, madu ternyata berkhasiat sebagai antibiotika, dicobakan madu dioleskan pada luka habis operasi, ternyata dengan cepat dapat mempercepat jaringan luka.
Didasari rasa manusiawi, saya ingin membagikan rahasia pengobatan dengan madu itu, mudah-mudahan bermanfaat bagi kesembuhan penyakit kronis, ringan dan menjaga kesehatan keluarga, akrena keterbatasan kemampuan.
Bagi yang tertarik, silakan kirim Rp. 15.000 sebagai ongkos kopi dan ongkos pengiriman (berisi kurang lebih 140 masalah).
Wassalamu alaikum Wr.Wb.
“Pertama-tama ijinkan saya menyampaikan ungkapan terima kasih atas perhatian serta tanggapan terhadap surat terdahulu. Semoga melalui surat, kita bisa berlanjut bertukar pikiran, saling asah saling asuh, khususnya (mengenai) keadaan bangsa dan ngara kita yang kian amburadul ini dan (kita) juga (bisa) bersilaturahmi”, demikian tulis Pak Hartono (1/11/2003).
Selanjutnya Pak Hartono memberitahukan bahwa dirinya terhimpun dalam DKR (Dewan Pembaca Rakyat Merdeka), kumpulan penulis di kolom khusus Suara Rakyat Merdeka di Harian Rakyat Merdeka.
“Saya tahu betul selera redaktur Koran-koran nasional, hingga tahu benar kemana tulisan saya sebaiknya saya kirim sesuai nadanya. Analisis halus, sindiran tajam bergaya banyolan atau bernada agak bringas”.
Dalam suratnya, dilampirkan surat Pak Hartono yang pernah dimuat di Koran Rakyat Merdeka (28/09/1999) yang pernah dialihbahasakan ke tulisan mandarin di koran bertuliskan huruf Cina, Harian Indonesia (19/10/2000), juga pernah diulas di majlah INTI (Himpunan Tionghoa Indonesia).
Isinya menarik, yaitu pertanyaan kepada warga keturunan Tionghoa, karena menurut sepengetahuan Pak Hartono, kalau mereka sedang berkumpul antarsesamanya terkadang terlontar ucapan berbahasa Tionghoa yang intinya merendahkan kaum bumi putra.
“Bahkan sejak tulisan saya tersebut (dimuat), saya banyak dapat tanggapan surat/telepon dari banyak tokoh. Termasuk seorang anggota DPA-RI (yang baru saja dibubarkan). Tetapi ada juga surat kaleng yang berisi caci maki”, tulis Pak Hartono.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Terima kasih, Pak Hartono. Suatu kehormatan bahwa EI mendapatkan perhatian dari Bapak. Beliau yang mampu bertutur bahasa Mandarin, beberapa kosa kata bahasa Khek dan Tiongcu ini, dan sangat memahami karakter dan selera redaktur koran-koran nasional, jelas merupakan sosok sumber pengetahuan yang sangat berguna bagi kita semua warga Epistoholik Indonesia.
Suatu saat, kita akan “todong” beliau agar bersedia menularkan ilmunya yang satu ini. Bukankah begitu, Pak Hartono ? (BH).
Bapak HADIWARDOYO (Purworejo, Pakem, Sleman Yogyakarta), Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Karena saya tertarik dengan tulisan (di kolom Bebas Bicara-Harian Bernas) yang diutarakan oleh Bambang Haryanto yang nongol di Harian Bernas (18/10/2003), maka bersama ini.. memohon informasi….Perlu kami haturkan bahwa mulai bulan September saya juga sudah punya buku pribadi tentang kliping Koran tulisan saya sendiri, antara lain seperti terlampir”, demikian sebagian isi surat tulisan tangan dari Bapak Hadiwardoyo (27/10/2003).
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com/ Situs : http://epsia.blogspot.com) :
“Terima kasih, Bapak Hadiwardoyo. Contoh surat-surat pembaca yang Bapak lampirkan, sungguh menunjukkan kejelian, kepedulian, dan gairah yang tinggi dari Bapak Hadi dalam menyoroti aneka isu penting di masyarakat. Misalnya mengenai pentingnya keberadaan organisasi seni budaya di Sleman, keprihatinan Bapak tentang perkembangan budaya Jawa, sampai masalah kinerja anggota DPRD Sleman yang konon suka membolos. Semuanya itu menunjukkan ketajaman dan kualitas tinggi sosok Bapak Hadiwardoyo sebagai seorang epistoholik Indonesia, dan pantas menjadi teladan kita-kita para epistoholik yunior.”
Untuk memberikan gambaran yang utuh, berikut di bawah ini saya kutipkan dua contoh isi surat pembaca Bapak Hadiwardoyo. Dengan catatan : isi dan konsekuensi atas informasi tersebut di luar tanggung jawab Epistoholik Indonesia (BH).
PENYELAMAT BUDAYA JAWA
Dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat, 11/1/1996
Penulis terkenal bahasa Jawa, esmit, punya ramalan bahwa sastra Jawa tinggal 14 tahun lagi. Artinya, sastra Jawa akan mati tahun 2009. Kemudian akan disusul kematian majalah-majalah berbahasa Jawa. Ramalan tersebut ada baiknya kita perhatikan dan direnungkan. Semoga ramalan ini juga menggugah para pemikir budaya Jawa, bagaimana menolong kehidupannya.
Kematian sastra jawa sama halnya dengan kematian sastra gending ciptaan Sultan Agung. Konon, menurut pakar karawitan, Sultan Agung Mataram memberi wasiat yang antara lain, “ojo ngaku wong Metaram (jawa) yen during nyinau sastra gending”. Artinya, jangan coba mengaku menjadi orang Jawa (Mataram) kalau belum mempelajari sastra gending.
Karena di pedesaan tidak ada organisasi pengarang bahsa jawa, sebagai barometer kebudayaan Jawa sebetulnya dapat dicermati lewat organisasi- organisasi seni karawitan, seni pedalangan dan seni tari (di pedesaan). Bagi para pengamat seni budaya di pedesaan, mudah membaca mati hidupnya budaya Jawa.
Artinya, jika seni karawitan, seni pedalangan, seni tari dan ketoprak di pedesaan sirna, pertanda lonceng kematian budaya Jawa telah tiba. Yang dapat bertahan hanya organisasi-organisasi kesenian yang sudah punya gelar narasi agung yang dekat dengan birokrasi kekuasaan.
Siapa penyelamat budaya Jawa ?
Hadiwardoyo (Pakem, Sleman).
SETELAH MBAH GITO WAFAT
Dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat, 9/4/1996.
Dengan wafatnya Mbah Gito pada tanggal 26 Maret 1996, berarti di Sleman tidak hanya kehilangan seorang bapak yang menguasai ilmu pedalangan, ilmu lawak, ketoprak, karawitan, dsb., tapi bagi seniman dan budayawan di pedesaan jelas sudah kehilangan seorang bapak seni budaya yang dapat menerjemahkan 10 kategori bahasa seni. Berarti tinggal Mbah Gati yang dapat menerjemahkannya.
Siapa pun yang sudah mengagumi seniman kondang seperti Mbah Gito-Gati itu dan juga mengagumi pujangga, karya-karyanya, dapat membaca apa sebabnya organisasi-organisasi kesenian di Sleman, selain PS Bayu, banyak yang gulung tikar.
Pada umumnya, orang malas mempelajari manajemen PS Bayu, Sapta Mandala, Siswo Budoyo, dsb. Selain malas mempelajari manajemen organisasi seni budaya yang sudah mapan itu, juga malas membaca tulisan para seniman.
Lalu, kapan seniman-seniman Sleman bertemu ? Dengan pertemuan seperti itu, artinya suara seniman tidak tersingkir dari organisasi kesenian yang belum dapat menerjemahkan 10 kategori bahasa seni budaya di Kabupaten Sleman.
Hadiwardoyo (Pakem, Sleman).
Sdr. UMAR YUWONO (Sukoharjo), Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Saya tertarik pada surat Anda yang dimuat di Pos Pembaca, Solopos (28/10/2003), yang berisikan tentang jaringan Epistoholik Indonesia. Saya adalah seorang penulis/koresponden freelance sebuah majalah bahasa Jawa di Surabaya, dan tinggal di Sukoharjo. Saya ingin gabung”, demikian tulis Umar Yuwono (29/10/2003).
Ia juga menyelipkan hal menarik. Tulisnya, mungkin banyak yang sangat membutuhkan, termasuk saya juga saya, yaitu tentang peluang kerja. Bila Anda ada info tentang peluang kerja di Wonogiri, tolong sertakan dalam surat balasan. Apa pun pekerjaan itu, asal halal.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com / Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Sdr. Umar, terima kasih untuk isi curhat Anda. Berbarengan saat datangnya surat Anda, koran-koran di Solo memberitahukan bahwa tes penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) di Pemkot Surakarta, dari sekitar 200 – 300 lowongan, telah dibanjiri peminat mendekati 60.000 pelamar.
Dari gambaran di atas tadi, apakah pekerjaan dewasa ini benar-benar langka dan sulit ? Anda dapat menjawabnya sendiri. Tetapi bagi saya, ya benar saat ini banyak sekali kaum penganggur, tetapi saya juga sekaligus berpendapat : saat ini juga banyak sekali peluang pekerjaan !
Problemnya, terlalu banyak sekali pencari kerja itu bermental seperti laron. Mereka hanya mengejar cahaya lampu, alias lowongan pekerjaan yang tampak, yang mloho-mloho saja. Akibatnya, lowongan seperti ini (seperti CPNS tadi) ya diserbu ribuan laron-laron pencari kerja, terjadi persaingan ketat. Sementara itu, lowongan yang banyak terbuka itu justru tersembunyi, bahkan tidak pernah masuk iklan di koran-koran. Kata para ahli strategi karier, 85 persen lowongan itu tersembunyi !
Seperti saya tulis di surat saya ke Sdr. Umar Yuwono : Kunci sukses cari kerja adalah dengan menempatkan diri Anda sebagai pemecah persoalan, problem solver, dan bukan sebagai problem maker sesuatu perusahaan. “Focus on what you love, and then money will follow”. Semoga obrolan ini bermanfaat .(BH).
Sdr. HANUNG SRI KUNCORO (Sukoharjo), Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Entah mengapa, saya tertarik tuk gabung, apa yang anda tawarkan dan menulis adalah hobi saya…..Dan 2 bukti contoh Surat Pembaca pernah di muat di media massa”.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com / Situs : http://epsia.blogspot.com) :
Terima kasih, sobat Hanung Sri Kuncoro. Ketika menerima surat Anda, saya rada kaget : saya mengira menerima surat dari seorang kartunis terkenal dari Tabloid BOLA, Nunk, yang nama aslinya adalah pula Hanung Kuncoro.
Dua contoh surat pembaca yang Hanung sertakan, sangat menarik. Yang pertama dimuat di majalah Sahabat Pena (No.320/1998) mengenai informasi bimbingan menulis yang ia selenggarakan (“bagus sekali !”), dan kedua dimuat di harian Solopos (22/10/2002) mengenai informasi 140 problem kesehatan yang dapat disembuhkan berkat khasiat madu, yang saya kutipkan di bawah ini. Dengan catatan : isi dan konsekuensi atas informasi tersebut di luar tanggung jawab Epistoholik Indonesia (BH).
RAHASIA PENGOBATAN MENGGUNAKAN MADU
Dimuat di Harian Solopos, 22/10/2002
Assalamualaikum Wr.Wb.
Sudah berabad-abad madu dipercaya sebagai obat ajaib. Hal ini difirmankan oleh Allah SWT dalam Alquran : “..dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam warnanya dan didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia” (QS An-Nahl : 68-69).
Madu menurut para pakar mengandung banyak zat seperti mineral, fosfor, zat besi, potassium, sodium, belerang dan banyak lagi, yang sangat berguna bagi manusia untuk pengobatan dan kesehatan.
Saat Perang Dunia II, ternyata parabperawat medis menggunakan madu untuk pengobatan orang-orang tertembak peluru dan hasilnya menakjubkan.
PS Armon, seorang ahli di Majlah World Health 91981) mengungkapkan, madu ternyata berkhasiat sebagai antibiotika, dicobakan madu dioleskan pada luka habis operasi, ternyata dengan cepat dapat mempercepat jaringan luka.
Didasari rasa manusiawi, saya ingin membagikan rahasia pengobatan dengan madu itu, mudah-mudahan bermanfaat bagi kesembuhan penyakit kronis, ringan dan menjaga kesehatan keluarga, akrena keterbatasan kemampuan.
Bagi yang tertarik, silakan kirim Rp. 15.000 sebagai ongkos kopi dan ongkos pengiriman (berisi kurang lebih 140 masalah).
Wassalamu alaikum Wr.Wb.
Friday, October 31, 2003
Bapak R. SUHARDJO (Seturan Yogyakarta),
Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Saya sangat tertarik dan mendukung ide dan gagasan Bapak ini, makanya saya secara spontan ingin ikut bergabung (namun kepastiannya nanti bila saya memenuhi syarat-syaratnya) walau pun saya sangat awam dalam kegiatan tulis-menulis, apalagi sampai disebut epistoholik”, demikian awal surat yang ditulis Bapak R. Suhardjo (23/10/2003).
“Saya memang pernah menulis surat pembaca, kolom “Bebas Bicara” di surat kabar Bernas (Yogyakarta), tetapi sifatnya hanya iseng-iseng saja. Jadi kalau dimuat tidak saya catat dan korannya tidak saya simpan. Salah satu contoh tulisan saya yang pernah dimuat adalah : (1) “Masyarakat Yang Jadi Korban”, isinya mengenai heboh pungli besar-besaran di parkiran kota Yogyakarta, dan (2) “Kebohongan Dari Hulu Sampai Hilir”, mengenai heboh Bulogate II, 40 milyar ditilep Akbar Tanjung.”
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com) :
“Surat Bapak sangat menarik ! Demikian pula contoh topik surat pembaca yang pernah Bapak tulis, menurut saya, sangat penting isinya. Karena relevan dengan keinginan kita sebagai warga RI untuk bergiat bersama-sama memerangi korupsi. Merujuk hal tersebut maka Epistoholik Indonesia (EI) dengan senang hati mempersilakan Pak Suhardjo untuk bergabung dalam jaringan Epistoholik Indonesia (EI) kita ini. Syarat untuk bergabung, adalah, saya himbau agar Bapak Soehardjo terus saja menulis surat pembaca. Topiknya, apa saja. Topik gerakan anti korupsi, seperti contoh tulisan Bapak, adalah topik yang sangat bagus untuk terus ditulis.
Agar karya Bapak itu tidak hilang (“bila hilang kan ilmu dari Bapak jadi sulit untuk ditularkan kepada orang lain”), seyogyanya karya-karya Bapak nanti: (1) naskahnya disimpan dalam disket, disertai data tanggal penulisan dan dikirim untuk koran apa, (2) bila dimuat, lalu dikliping, termasuk dicantumkan tanggal pemuatan dan koran yang memuatnya. Bila Pak Hardjo berkenan, EI nanti akan mendokumentasikan karya-karya Bapak itu dalam sebuah “album elektronik”, sehingga buah pikir Bapak dapat diakses oleh peminat dari mana pun di dunia ini. “
Terima kasih, untuk Redaksi Harian Solopos.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com) :
Surat pembaca saya berisi informasi berupa ajakan dan himbauan agar pencinta aktivitas menulis surat pembaca di daerah Solo dan sekitarnya sudi bergabung dalam Epistoholik Indonesia (EI), telah dimuat di edisi Selasa, 28 Oktober 2003. Terima kasih, Solopos !
Terima kasih Pak MOEGONO, SH (Solo). Matur nuwun untuk kontak teleponnya dan untuk suratnya, yang saya terima 29/10/2003.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com) :
Dalam suratnya, antara lain, Pak Moegono yang berprofesi sebagai pengacara, dosen dan penulis bebas, mengatakan : “Saya mengucapkan banyak terima kasih jika saya bisa masuk Jaringan Komunikasi Penulis Surat Pembaca yang Anda bentuk. Dengan demikian obsesi saya untuk menyebarkan virus mental, mendekati tujuan. Seperti gajah dan harimau, kalau mati ada sesuatu yang ditinggalkan untuk dikenang”.
Beliau yang kini berusia 67 tahun, menyatakan telah menulis artikel sebanyak 170 judul, dan 50 di antaranya sudah diterbitkan dalam bentuk buku SERAUT WAJAH HUKUM DAN MASYARAKAT INDONESIA (Jogya Offset, 1983). Sedang tulisan berupa surat pembaca lebih dari 200 tulisan.
Tulisan surat pembaca yang beliau nilai spektakuler berjudul “Kancil Pilek” (1987), “Wong Bisu Mangan Pare” (1992), dan “Goyang Bokong dan Pamer Udel : Firasat Apa ?” (Oktober 2003).
Saya sudah mendapat sedikit bocoran mengenai cerita di balik judul-judul tersebut. Kini kita nantikan seperti apa lengkapnya isi surat pembaca Pak Moegono yang sarat dengan sasmita atau tanda-tanda jaman itu.
Terima kasih Bapak SOEROYO (Solo). Matur nuwun untuk dukungan dan juga untuk surat balasan Bapak, yang saya terima 29/10/2003.
“Surat Anda 22 Oktober 2003, telah saya terima. Terima kasih atas perhatian Anda pada saya dan ternyata Anda mengenal saya lewat koran/suara pembaca. Ide Anda sangat bagus, saya setuju sekali”, demikian tulis Bapak Soeroyo.
“Pertama kali saya rajin membuat kliping surat saya yang dimuat di beberapa surat kabar. Namun akhir-akhir ini ada beberapa yang lepas. Sayang memang. Oleh karena itu, yang anda minta tanggal surat saya dimuat, sulit untuk dilacak”
“Pikiran saya tidak sejauh ide Anda, hanya sekadar hobi saja. Coba akan saya ungkap kembali kliping yang ada pada saya, bila mungkin akan saya kirimkan ke mari”
“Saya dukung ide Anda yang cemerlang. Dan selaku manula, saya tutwuri handayani saja. Bila perlu, akan memberikan masukan a la kadarnya.”
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com) :
Suatu saat nanti, memang ada rencana untuk meminta nasehat kepada beliau, antara lain mengenai hal-hal yang menarik dalam menekuni hobi menulis surat pembaca selama ini. Termasuk mencari tahu mengenai ketepatan beliau dalam menulis sesuatu isu yang sedang actual di masyarakat. Matur nuwun, Bapak Soeroyo atas dorongan Bapak yang tak ternilai harganya bagi kami.
Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat dan atensi Anda. Selamat bergabung pula dalam keluarga Epistoholik Indonesia !
“Saya sangat tertarik dan mendukung ide dan gagasan Bapak ini, makanya saya secara spontan ingin ikut bergabung (namun kepastiannya nanti bila saya memenuhi syarat-syaratnya) walau pun saya sangat awam dalam kegiatan tulis-menulis, apalagi sampai disebut epistoholik”, demikian awal surat yang ditulis Bapak R. Suhardjo (23/10/2003).
“Saya memang pernah menulis surat pembaca, kolom “Bebas Bicara” di surat kabar Bernas (Yogyakarta), tetapi sifatnya hanya iseng-iseng saja. Jadi kalau dimuat tidak saya catat dan korannya tidak saya simpan. Salah satu contoh tulisan saya yang pernah dimuat adalah : (1) “Masyarakat Yang Jadi Korban”, isinya mengenai heboh pungli besar-besaran di parkiran kota Yogyakarta, dan (2) “Kebohongan Dari Hulu Sampai Hilir”, mengenai heboh Bulogate II, 40 milyar ditilep Akbar Tanjung.”
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com) :
“Surat Bapak sangat menarik ! Demikian pula contoh topik surat pembaca yang pernah Bapak tulis, menurut saya, sangat penting isinya. Karena relevan dengan keinginan kita sebagai warga RI untuk bergiat bersama-sama memerangi korupsi. Merujuk hal tersebut maka Epistoholik Indonesia (EI) dengan senang hati mempersilakan Pak Suhardjo untuk bergabung dalam jaringan Epistoholik Indonesia (EI) kita ini. Syarat untuk bergabung, adalah, saya himbau agar Bapak Soehardjo terus saja menulis surat pembaca. Topiknya, apa saja. Topik gerakan anti korupsi, seperti contoh tulisan Bapak, adalah topik yang sangat bagus untuk terus ditulis.
Agar karya Bapak itu tidak hilang (“bila hilang kan ilmu dari Bapak jadi sulit untuk ditularkan kepada orang lain”), seyogyanya karya-karya Bapak nanti: (1) naskahnya disimpan dalam disket, disertai data tanggal penulisan dan dikirim untuk koran apa, (2) bila dimuat, lalu dikliping, termasuk dicantumkan tanggal pemuatan dan koran yang memuatnya. Bila Pak Hardjo berkenan, EI nanti akan mendokumentasikan karya-karya Bapak itu dalam sebuah “album elektronik”, sehingga buah pikir Bapak dapat diakses oleh peminat dari mana pun di dunia ini. “
Terima kasih, untuk Redaksi Harian Solopos.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com) :
Surat pembaca saya berisi informasi berupa ajakan dan himbauan agar pencinta aktivitas menulis surat pembaca di daerah Solo dan sekitarnya sudi bergabung dalam Epistoholik Indonesia (EI), telah dimuat di edisi Selasa, 28 Oktober 2003. Terima kasih, Solopos !
Terima kasih Pak MOEGONO, SH (Solo). Matur nuwun untuk kontak teleponnya dan untuk suratnya, yang saya terima 29/10/2003.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com) :
Dalam suratnya, antara lain, Pak Moegono yang berprofesi sebagai pengacara, dosen dan penulis bebas, mengatakan : “Saya mengucapkan banyak terima kasih jika saya bisa masuk Jaringan Komunikasi Penulis Surat Pembaca yang Anda bentuk. Dengan demikian obsesi saya untuk menyebarkan virus mental, mendekati tujuan. Seperti gajah dan harimau, kalau mati ada sesuatu yang ditinggalkan untuk dikenang”.
Beliau yang kini berusia 67 tahun, menyatakan telah menulis artikel sebanyak 170 judul, dan 50 di antaranya sudah diterbitkan dalam bentuk buku SERAUT WAJAH HUKUM DAN MASYARAKAT INDONESIA (Jogya Offset, 1983). Sedang tulisan berupa surat pembaca lebih dari 200 tulisan.
Tulisan surat pembaca yang beliau nilai spektakuler berjudul “Kancil Pilek” (1987), “Wong Bisu Mangan Pare” (1992), dan “Goyang Bokong dan Pamer Udel : Firasat Apa ?” (Oktober 2003).
Saya sudah mendapat sedikit bocoran mengenai cerita di balik judul-judul tersebut. Kini kita nantikan seperti apa lengkapnya isi surat pembaca Pak Moegono yang sarat dengan sasmita atau tanda-tanda jaman itu.
Terima kasih Bapak SOEROYO (Solo). Matur nuwun untuk dukungan dan juga untuk surat balasan Bapak, yang saya terima 29/10/2003.
“Surat Anda 22 Oktober 2003, telah saya terima. Terima kasih atas perhatian Anda pada saya dan ternyata Anda mengenal saya lewat koran/suara pembaca. Ide Anda sangat bagus, saya setuju sekali”, demikian tulis Bapak Soeroyo.
“Pertama kali saya rajin membuat kliping surat saya yang dimuat di beberapa surat kabar. Namun akhir-akhir ini ada beberapa yang lepas. Sayang memang. Oleh karena itu, yang anda minta tanggal surat saya dimuat, sulit untuk dilacak”
“Pikiran saya tidak sejauh ide Anda, hanya sekadar hobi saja. Coba akan saya ungkap kembali kliping yang ada pada saya, bila mungkin akan saya kirimkan ke mari”
“Saya dukung ide Anda yang cemerlang. Dan selaku manula, saya tutwuri handayani saja. Bila perlu, akan memberikan masukan a la kadarnya.”
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com) :
Suatu saat nanti, memang ada rencana untuk meminta nasehat kepada beliau, antara lain mengenai hal-hal yang menarik dalam menekuni hobi menulis surat pembaca selama ini. Termasuk mencari tahu mengenai ketepatan beliau dalam menulis sesuatu isu yang sedang actual di masyarakat. Matur nuwun, Bapak Soeroyo atas dorongan Bapak yang tak ternilai harganya bagi kami.
Wednesday, October 22, 2003
Selamat datang Bapak Moegono, SH.
Selamat datang, Bapak Soeroyo !
Epistoholik Indonesia mengharap Bapak dapat berkenan memajang karya-karya cemerlang Bapak di situs ini, agar mampu sebagai sumber ide dan sumber panutan, bagi para epistoholik yunior Anda dan para pembaca.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com) :
Kota Solo memiliki belasan epistoholik yang dedikasinya tidak usah diragukan. Terutama para epistoholik senior telah begitu lama menekuni aktivitas menulis surat-surat pembaca. Di antara para tokoh panutan itu adalah Bapak Moegono, SH, Bapak Soeroyo, Bapak R. Winarso S dan Bapak P. Sakty Nulyo Sumarah, SH. Aktivis epistoholik lainnya meliputi Ahmad YF (Sukoharjo), Drs. Gunawan Wibisono Adidarmodjo (Boyolali), Junardiono, SS (Sukoharjo) dan Drs. Ngadimin (Grogol, Solo Baru).
Untuk menghormati kiprah para epistoholik senior, secara khusus pada tanggal 22/10/2003 saya atas nama Epistoholik Indonesia (EI) telah berkirim surat kepada Bapak Moegono, SH dan Bapak Soeroyo. Isinya adalah mengundang kedua beliau untuk : (a) berkenan mengunjungi situs EI ini, dan (b) berkenan mengirimkan 10 (sepuluh) surat pembaca karya beliau untuk kami pajang di situs Epistoholik Indonesia ini.
Dengan perkenalan ini, saya berharap kedua beliau tertarik untuk membangun situs “museum maya” pribadinya sendiri, sebagai ajang pemajangan karya-karya surat pembacanya di situs seperti EI ini. Sehingga kearifan, niatan mulia dan gagasan cemerlang mereka dapat diakses oleh peminat dari seluruh dunia melalui Internet.
Anda pun juga mampu melakukan hal serupa.
Epistoholik Indonesia, bersedia membantu niatan mulia Anda !
Bapak F.S. HARTONO (Yogyakarta), Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat Anda. Prestasi, reputasi dan gaya menulis dari contoh surat pembaca yang Bapak lampirkan, membuat kami tidak mampu menolak Bapak untuk menjadi warga terhormat di EI.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com) :
“Hingga sekarang sudah puluhan tahun saya keranjingan menulis uneg-uneg apa saja yang saya rasakan sendiri atau hasil temuan saya di lapangan atau di tengah masyarakat, atau bahkan menanggapi tulisan orang. Hingga sekarang tulisan saya telah terhimpun ratusan yang pernah dimuat di hampir seluruh media cetak terkemuka, nasional mau pun koran daerah. Malah ada yang dialihbahasakan ke dalam tulisan Mandarin”, demikian tulis Bapak F.S. Hartono dalam suratnya yang saya terima, Kamis, 23/10/2003.
Beliau lampirkan pula fotokopi surat beliau yang pernah dimuat di harian Media Indonesia, majalah Tempo, dan dua buah di harian Kedaulatan Rakyat.
Usul saya : mengingat surat Bapak Hartono terkirim dengan cetakan komputer (yang bagus), saya harapkan masih ada filenya dalam bentuk digital, baik di dalam harddisk atau disket. Dengan demikian, file-file itu nanti akan mudah dan cepat dikirimkan melalui e-mail, atau disket lewat pos, sehingga memudahkan EI untuk merancang museum maya pribadi guna memajang surat-surat pembaca karya Bapak F.S. Hartono selama ini di Internet nanti. Itu bila Bapak setujui.
Terima kasih, Bapak Hartono. Saya akan segera membalas surat Bapak.
Bapak RM. PRADIKO REKSOPRANOTO (Yogyakarta) dan DION DESEMBRIARTO (Yogyakarta), Epistoholik Indonesia berterima kasih atas sambutan dan tanggapan yang hebat dari Anda !
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com) :
Tanggal 17/10/2003 malam saya mengirimkan e-mail surat pembaca guna mempromosikan Epistoholik Indonesia/EI (seperti di bawah ini) ke Redaksi Harian Bernas Yogyakarta (bernas@bernas.info). Esoknya, e-mail tanggapan sudah datang dari Bapak Pradiko Reksopranoto (rm_pradiko@yahoo.com) dan peminat epistoholik Dion Desembriarto (desembriarto@hotmail.com) dari Yogyakarta. Kedua tanggapan itu menunjukkan, bahwa surat pembaca saya sudah muncul di Harian Bernas, 18/10/2003.
Terima kasih, Harian Bernas.
Terima kasih, romo Pradiko.
Terima kasih, Dion !
Bersama ini Epistoholik Indonesia dengan bangga memajang surat-surat pembaca yang dikirimkan oleh Bapak Rm. Pradiko Reksopranoto, yang merupakan seorang epistoholik senior dari Yogyakarta. Ketika tahun 1970-an, saat saya bersekolah di Yogyakarta, rasanya saya sudah membaca-baca surat pembaca beliau di koran-koran Yogyakarta.
SURAT-SURAT RM. PRADIKO REKSOPRANOTO (YOGYAKARTA).
‘Kata’-Penalties Go Surya SEA Games 2005 !
COKORSAWATI 13” x 6” Maluku Utara, selalu barefeeted, bermimpi :
“Sepakbola bisa kita ‘kawinkan’ dengan Judo atau Karate‘ sebagaimana Basketball & Volleyball dengan Tinju, berdasarkan atas tinggi-badan pemain-pemainnya. Serupa tinju berkelaskan bobot-badan petinjunya itu !
SURYA SEA Games 2005 : Ber IQ atau TQ > 170-an, dia ‘so pasti’: “SEA Games 2005 dapat kita selenggarakan cukup di kodia Surabaya ! Syarat uniknya, demo & lombakan New Events- nya saja ! Dengan ini, biaya Surya SEA Games (SSG) 2005 akan jauh lebih murah daripada PON XV tahun 2000 lalu --- tuan-rumah Jatim sebagai juara umum dan kantongi masing-masing >100 medali emas, perak & perunggu itu !”
Baik Judo maupun Karate punya Kata-Event nya --- alias tanpa berhadapan dengan lawan ! Perkawinan-nya dengan Adu Penalti = Precision Penalties (2 x 22 Kick misalnya) alias Adu Penalti Tanpa Kiper itu ! Di sini, makin mojok bola tendangannya makin baik skor diterima algojo suksesnya itu. Tapi ingat, kalau eksekusinya terlalu mojok alias outgoal, nilainya jatuh --- ke nol ! Justru di sinilah letak menarik dan ‘Contro-Scoring’ nya Kata Penalty Contest tersebut !
Tak jauh dari Kodia Kediri markas PT Gudang Garam dengan Pusat Litbang Pingpongnya terbesar & tercanggihnya se-ASEAN, tak belebihanlah manakala SSG 2005 dapat demo & konteskan Pingpong Balap ! Dengan alat tambahan berupa Gamewatch & Counter, frekuensi ulang-alik bola tujuan utama Pingpong Balap (PB) tersebut dapat kita catat prestasinya seeksak atletik, renang, balap-sepeda misalnya. Experimen PB sepintas tunjukkan, frekeunsi 140-150 pukulan semenitnya tak sulit dicapai kerjasama-mulus pemain-pemain pingppong menengah Nusantara !
Selain konteskan Catur & Bridge, SSG juga demokan bekerjanya SWISS Pingpong !! ***
RM Pradiko Reksopranoto,
Pencipta Bridge Wayang
Jl. Sultan Agung 65 & 69,
Wartel 69 Telefax 555933,
Yogyakarta 55111.
Tab. Mandiri 137.0088038977
Titi Karsa (Iqra) Temu Karsa :
Kirlian & Gumono Ungkap & Cekal Santet : Mengubah kawasan angker menjadi objek wisata spiritual.
RABU WAGE tengah-malam sampai Kamis Kliwon dini hari, 15-16 Oktober 2003 lalu, acara Topik (SCTV), praktis isu Santet Go KUHP !
Lagu lama kedua tamu-akbar tersebut, Prof. DR Muladi SH dan DR Adnan Buyung Nasution SH adalah titik-beratkan masih belum adanya teknologi eksak & thok-cer untuk deteksi santet !
Selaku inventor Klasindo Exorcist, Ir. Bambang Gumono (0274-375748) tandaskan, fenomena santet ( = P Plus ) dapat dengan mudah dideteksi via Elektro-Fotografi Kirlian. Selanjutnya, cara santet apa pun, berapa pun P-Plus nya, termasuk leak ganas Bali, mudah diganyang pancaran P-Min Klasindo Exorcist (= Gumono). Gunakan sedikit tenaga listrik PLN, dan harganya pun terjangkau. Dan dibantu Metal Detector, kami tidak sulit lagi temu-eksakkan lokasi harta-karun, terutama emas (Au) !!
Mencuat ASEAN-inya musibah Banyuglugur, Paiton Wetan ( barat Kab. Situbondo ) awal Oktober 2003 lalu yang sampai renggut 55 nyawa, justru justru merupakan blessing in disguise bagi penulis :
Rambu-rambu Gaib (RG) masuk Undang-undang Lalu-lintas Jalan Raya !
RG tersebut bisa berupa “tengkorak” bertuliskan “Awas Kawasan Angker, Kurangi Kecepatan” dan kalau perlu dilengkapi juga “Bunyikan Klakson” !
Siapa tahu, kawasan-kawasan angker nantinya, secara kreatif-inovatif-intuitif bisa kita ‘sulap’ jadi Objek-Wisata Spiritual, terutama bagi para ‘pemburu roh halus’ --- dengan kamera, syukur ‘Handicam’ canggih ! Siapa tahu, di tempat tersebut terpendam juga harta-karun !!***
RM Pradiko Reksopranoto
Pencipta Bridge Wayang
Jalan Sultan Agung 65 & 69
Wartel 69, Telefax 555933
Yogyakarta 55111
Tab. Mandiri 137.0088038977
BATIK PARANORMAL BRIDGE WAYANG “Hari-Ratna”, Ta :
Ace of Spades ( S-A ) = Gunungan,
King of Hearts ( H-K ) = Prabu Suyudana, Queen of Diamonds (D-Q) = Srikandi dan Jack of Clubs (C-J) = Bagong.
S-King = Prabu Kresna, D-King = Prabu Salya, C-K = Prabu Yudistira.
S-Queen = Dewi Kunti, H-Q = Banowati, C-Q = Dewi Drupadi.
S-Jack = Semar, H-J = Gareng, D-J = Petruk. Batik S-A hitam-putih = cukup !
Sukses-, Ramai- & Unikkan HUT ke 50 Gabungan Bridge Seluruh Indonesia !
GABSI didirikan di Surabaya, 12 Desember 1953 !
Hubungi Bung Hari Sunaryanto, Jl. Semeru IX / 2, Kalangbret 66261, Tulungagung,
Tel 0355-328653, Fax 322218 !!
Tabungan Mandiri 144.0002209762.
Titi Karsa (Iqra) Temu Karsa :
Ironi BIN Ungguli STPDN !
ERUPSI pers STPDN tak kalah dengan erupsi dahsyat beruntun Gunung Api Pinatubo (Pilipinas) --- setelah sekitar enam abad ‘istirahat’ ! “Buruk Muka Cermin (Pers) Dibelah” berkumandang di pelbagai media masa. Beberapa ‘singkatan baru’ pun muncul ! STPDN = Sekolah Tinggi ‘Pembunuh’ Dalam Negeri ! Lain orang tak mau kalah : “Sekolah Tawuran-Pelajar Dalam Negeri” ! Anda mungkin punya ‘kepanjangan’ lainnya --- sumonggo !
Virus erupsi dalam STPDN, sedikit banyak telah ditebarkan jauh sebelumnya ! ‘Well-planned-ly’, oleh mereka yang ‘tak-suka’ atau merasa ‘dirugikan’ oleh bakal-jayanya Nus(w)antara, ASEAN, atau “Mabuhay Nusantara” di masa-masa mendatang !
Resep utamanya, me- “Yes-Man Oriented-kan” --- atau ‘kasarnya’, “Narkobakan” atau “Setanoaktif (P Plus)-kan” --- SisDikNas !!
Ini bisa “dilengkapkan’ dengan penebaran virus ‘ironi-abadi’ ke dalam BIN (Badan Inteligen Nasional atau Negara) : Virus-virus “Dosomuko 5-2-4.3” (USA-Pentagon-CIA.Mafia) telah “Intelmejen” kan bahkan jauh sebelum “INDia Of NEtherlands State(s) In Asia” --- Logan (“4”) dan Bastian (“3”) --- merdeka ! Praktis seluruh prestasi TNI kita hanya berupa sukses “perangi bangsane dhewek” ! Ironis !! ***
RM Pradiko Reksopranoto
Pencipta Bridge Wayang &
Sri Hatono Atmosekarto
Jalan Sultan Agung 65 & 69
& Gunungketur PA 2 / 423
Yogyakarta 55111
Telefax “Wartel 69” 0274-555933
Tabungan Mandiri 137.0088038977
USA = 21+19+1 = 41 = 4+1 = “5”. CIA = 3+9+1 = 13 = 1+3 = “4”.
Pentagon = 16+5+14+20+1+7+15+14 = 92 = 9+2 = 11 = 1+1 = “2”
Mafia = 13+1+6+9+1 = 30 = 3+0 = “3” ! (Key : A=1, B=2, C=3 dst.)
Titi Karsa (Iqra) Temu Karsa :
Kans P S I M Ungguli MuRI Persik !
ANDAIKAN DR HC Jaya Hartono, kelahiran Medan, partner Fandy Ahmad (Bawean, Singapura) juarakan berulang Niac-Mitra 1980-an --- dengan > 70 VP % --- jadi “Ketua Kehormatan” PSMS Medan dan Sekitarnya, boleh jadi, dengan toleransi ilmiah ngetopnya, Jaya Hartono akan ‘surprise’ : “Biarkan Persim Maros ‘telan kemenangan’ 1-0
--- atas PSMS ! Dan anggap saja Kompetisi 8-Besar PSSI Divisi Satu sudah berakhir ! Juara I dan II tetap Persebaya dan Pesela ! Jelas hemat waktu, biaya dan tenaga !!”
Selanjutnya, saya ber Metamatika : “Siapa tahu, PSMS dan PSIM akan berhasil kiprah di Divisi Utama, dan salahsatunya bisa jadi ‘Scudetto’ = Juara ! Alias, ungguli Persik yang ber ‘start’ dari Scudetto Divisi Satu 2002 itu ! Yakinlah !!”
Perlu kami tambahkan, Persik capai gelar Scudetto dengan VP % terendah (!) : 67 VP dari 114 VP ( VP = Victory Point = Biji Kemenangan ) alias hanya 58,77 % !!
Ini jelas, ‘layak’ MuRI --- lengkapi “Dwi Treble Scudetto” Jatim 2002 (Petrokimia Putra, Persik, Persid) dan 2003 (Persik, Persebaya, Persekabpas !!
Dan jangan lupa : Box-office kan Paperback mewahnya segera ! Lengkap dengan nomor telepon dan faximil Sekretariat kelima atau keenam (termasuk Persela) ‘pengukir sejarah’ sepakbola Jatimnya sekali ! ***
RM Pradiko Reksopranoto
Jalan Sultan Agung 65 & 69
Telefax “Wartel 69” 555933
Yogyakarta 55111
Tabungan Mandiri 137.088038977
Titi Karsa (Iqra) Temu Karsa :
DR HC “Persik” Jaya Hartono
Go Surabaya 2005 SEA Games
Adu Penalti 2 x 22 Kick !!
COKORSAWATI 13” x 6” Ibu, Maluku Utara ‘dibingungkan’ Box Office 100-halaman, Rp 20.000 Paperback lux Persik Sang Juara : dengan alamat lengkap Sekretariat Persik nya : Jalan Diponegoro 7, Kediri (64123), tel. 0354-686690 saja ! Nomor fax, kapan ? (Penulis = keponakan Alm. Bp. R. Soeyoso, Jl. Diponegoro 9, Kd ! ).
Berpostur ‘bangkok-kekar’ tapi cerdas dan bakat-radiestesia pada alas-kaki kirinya, seusai unjuk prestasi unggul-mutlak lintas-alam gunung & lembah dia dilahirkan di tempuran kali --- objek-wisata ‘bikin Anda ketagihan’ --- dia juga ‘grandslam’ tak kalah nyentrix :
“DR HC kan Jaya Hartono ! Plus, NgeTop-nya, berikan juga Jaya Hartono ‘tugas-mulia’ = Sukseskan SEA Games Surabaya 2005 mendatang ! Andai dana belum cukup, kami justru untung! Biaya SEA Games Surabaya jauh di bawah PON XV !
Surya SEA Games demo & konteskan New Events saja : Adu Penalti 2 x 17 Kick atau 2 x 22 Kick --- misalnya !”
Dokter Haji Agus Usmansyah (0251-311474, Bogor) usul unik : “Demo & Konteskan Pingpong Balap alias Precision Pingpong : Gamewatch & Counter Frekuensi ulang-alik bolanya itu. Bisa sekitar 150 pukulan (beats) semenitnya ! Frekuensi bolanya bisa kita catat seeksak atletik, renang, tembak dll ! Kontes Events-nya bisa 10-menitan, 20-menitan atau 15-menitan. Bisa singles atau doubles ! Bisa men, women atau mix-pair !”
Selain konteskan Catur dan Bridge, Surya SEA Games demo Sekak Pingpong, Badminton & Volleyball : Tiadakan Rubber Sets, Totalpoint-Scoringkan Set-1 dan Set-2, Victory Point (VP)-kan lantas Swiss Movements-kan turnamen-turnamennya itu !
Basketball & Volleyball kita ‘tinju’ : Klasifisir menurut tinggi-badan pesertanya itu ! S3 Olahraga pun ‘sulit’ cerna ide “toepinch-endplay” Cokorsawati ? IQ, SQ atau TQ nya > 170. Toepinch tangkas & kilat mautnya, cekik-leher & lumpuhkan thok-cer ular-bisa sampai 3-4 feet, bisa > 2.000 PSI (>136 kg/cm2), cukup mudah pecah cangkang biji kemiri, detikan !!
Tanggapi berulangnya Sukses Treble-Champ Sepakbola Jatim,
Dr. Usmansyah usul terbitkan buku ‘serupa’ : buat at least The Six ‘Lucky’ Jatim Teams combined : Petrokimia Putra-Persik-Persid (2002) & Persik-Persebaya (plus Pesela)-Persekapas (2003) !
Dan, lampirkan juga Sukses Jatim = Juara Umum PON XV (2000) lalu : Raih >100 medali emas, >100 perak & >100 perunggu !
Plus, juga Juara Sepakbola PON !! ***
<
Selamat datang, Bapak Soeroyo !
Epistoholik Indonesia mengharap Bapak dapat berkenan memajang karya-karya cemerlang Bapak di situs ini, agar mampu sebagai sumber ide dan sumber panutan, bagi para epistoholik yunior Anda dan para pembaca.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com) :
Kota Solo memiliki belasan epistoholik yang dedikasinya tidak usah diragukan. Terutama para epistoholik senior telah begitu lama menekuni aktivitas menulis surat-surat pembaca. Di antara para tokoh panutan itu adalah Bapak Moegono, SH, Bapak Soeroyo, Bapak R. Winarso S dan Bapak P. Sakty Nulyo Sumarah, SH. Aktivis epistoholik lainnya meliputi Ahmad YF (Sukoharjo), Drs. Gunawan Wibisono Adidarmodjo (Boyolali), Junardiono, SS (Sukoharjo) dan Drs. Ngadimin (Grogol, Solo Baru).
Untuk menghormati kiprah para epistoholik senior, secara khusus pada tanggal 22/10/2003 saya atas nama Epistoholik Indonesia (EI) telah berkirim surat kepada Bapak Moegono, SH dan Bapak Soeroyo. Isinya adalah mengundang kedua beliau untuk : (a) berkenan mengunjungi situs EI ini, dan (b) berkenan mengirimkan 10 (sepuluh) surat pembaca karya beliau untuk kami pajang di situs Epistoholik Indonesia ini.
Dengan perkenalan ini, saya berharap kedua beliau tertarik untuk membangun situs “museum maya” pribadinya sendiri, sebagai ajang pemajangan karya-karya surat pembacanya di situs seperti EI ini. Sehingga kearifan, niatan mulia dan gagasan cemerlang mereka dapat diakses oleh peminat dari seluruh dunia melalui Internet.
Anda pun juga mampu melakukan hal serupa.
Epistoholik Indonesia, bersedia membantu niatan mulia Anda !
Bapak F.S. HARTONO (Yogyakarta), Epistoholik Indonesia mengucapkan terima kasih untuk kiriman surat Anda. Prestasi, reputasi dan gaya menulis dari contoh surat pembaca yang Bapak lampirkan, membuat kami tidak mampu menolak Bapak untuk menjadi warga terhormat di EI.
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com) :
“Hingga sekarang sudah puluhan tahun saya keranjingan menulis uneg-uneg apa saja yang saya rasakan sendiri atau hasil temuan saya di lapangan atau di tengah masyarakat, atau bahkan menanggapi tulisan orang. Hingga sekarang tulisan saya telah terhimpun ratusan yang pernah dimuat di hampir seluruh media cetak terkemuka, nasional mau pun koran daerah. Malah ada yang dialihbahasakan ke dalam tulisan Mandarin”, demikian tulis Bapak F.S. Hartono dalam suratnya yang saya terima, Kamis, 23/10/2003.
Beliau lampirkan pula fotokopi surat beliau yang pernah dimuat di harian Media Indonesia, majalah Tempo, dan dua buah di harian Kedaulatan Rakyat.
Usul saya : mengingat surat Bapak Hartono terkirim dengan cetakan komputer (yang bagus), saya harapkan masih ada filenya dalam bentuk digital, baik di dalam harddisk atau disket. Dengan demikian, file-file itu nanti akan mudah dan cepat dikirimkan melalui e-mail, atau disket lewat pos, sehingga memudahkan EI untuk merancang museum maya pribadi guna memajang surat-surat pembaca karya Bapak F.S. Hartono selama ini di Internet nanti. Itu bila Bapak setujui.
Terima kasih, Bapak Hartono. Saya akan segera membalas surat Bapak.
Bapak RM. PRADIKO REKSOPRANOTO (Yogyakarta) dan DION DESEMBRIARTO (Yogyakarta), Epistoholik Indonesia berterima kasih atas sambutan dan tanggapan yang hebat dari Anda !
Catatan Bambang Haryanto (pengelola situs Epistoholik Indonesia/E-mail : epsia@plasa.com) :
Tanggal 17/10/2003 malam saya mengirimkan e-mail surat pembaca guna mempromosikan Epistoholik Indonesia/EI (seperti di bawah ini) ke Redaksi Harian Bernas Yogyakarta (bernas@bernas.info). Esoknya, e-mail tanggapan sudah datang dari Bapak Pradiko Reksopranoto (rm_pradiko@yahoo.com) dan peminat epistoholik Dion Desembriarto (desembriarto@hotmail.com) dari Yogyakarta. Kedua tanggapan itu menunjukkan, bahwa surat pembaca saya sudah muncul di Harian Bernas, 18/10/2003.
Terima kasih, Harian Bernas.
Terima kasih, romo Pradiko.
Terima kasih, Dion !
Bersama ini Epistoholik Indonesia dengan bangga memajang surat-surat pembaca yang dikirimkan oleh Bapak Rm. Pradiko Reksopranoto, yang merupakan seorang epistoholik senior dari Yogyakarta. Ketika tahun 1970-an, saat saya bersekolah di Yogyakarta, rasanya saya sudah membaca-baca surat pembaca beliau di koran-koran Yogyakarta.
SURAT-SURAT RM. PRADIKO REKSOPRANOTO (YOGYAKARTA).
‘Kata’-Penalties Go Surya SEA Games 2005 !
COKORSAWATI 13” x 6” Maluku Utara, selalu barefeeted, bermimpi :
“Sepakbola bisa kita ‘kawinkan’ dengan Judo atau Karate‘ sebagaimana Basketball & Volleyball dengan Tinju, berdasarkan atas tinggi-badan pemain-pemainnya. Serupa tinju berkelaskan bobot-badan petinjunya itu !
SURYA SEA Games 2005 : Ber IQ atau TQ > 170-an, dia ‘so pasti’: “SEA Games 2005 dapat kita selenggarakan cukup di kodia Surabaya ! Syarat uniknya, demo & lombakan New Events- nya saja ! Dengan ini, biaya Surya SEA Games (SSG) 2005 akan jauh lebih murah daripada PON XV tahun 2000 lalu --- tuan-rumah Jatim sebagai juara umum dan kantongi masing-masing >100 medali emas, perak & perunggu itu !”
Baik Judo maupun Karate punya Kata-Event nya --- alias tanpa berhadapan dengan lawan ! Perkawinan-nya dengan Adu Penalti = Precision Penalties (2 x 22 Kick misalnya) alias Adu Penalti Tanpa Kiper itu ! Di sini, makin mojok bola tendangannya makin baik skor diterima algojo suksesnya itu. Tapi ingat, kalau eksekusinya terlalu mojok alias outgoal, nilainya jatuh --- ke nol ! Justru di sinilah letak menarik dan ‘Contro-Scoring’ nya Kata Penalty Contest tersebut !
Tak jauh dari Kodia Kediri markas PT Gudang Garam dengan Pusat Litbang Pingpongnya terbesar & tercanggihnya se-ASEAN, tak belebihanlah manakala SSG 2005 dapat demo & konteskan Pingpong Balap ! Dengan alat tambahan berupa Gamewatch & Counter, frekuensi ulang-alik bola tujuan utama Pingpong Balap (PB) tersebut dapat kita catat prestasinya seeksak atletik, renang, balap-sepeda misalnya. Experimen PB sepintas tunjukkan, frekeunsi 140-150 pukulan semenitnya tak sulit dicapai kerjasama-mulus pemain-pemain pingppong menengah Nusantara !
Selain konteskan Catur & Bridge, SSG juga demokan bekerjanya SWISS Pingpong !! ***
RM Pradiko Reksopranoto,
Pencipta Bridge Wayang
Jl. Sultan Agung 65 & 69,
Wartel 69 Telefax 555933,
Yogyakarta 55111.
Tab. Mandiri 137.0088038977
Titi Karsa (Iqra) Temu Karsa :
Kirlian & Gumono Ungkap & Cekal Santet : Mengubah kawasan angker menjadi objek wisata spiritual.
RABU WAGE tengah-malam sampai Kamis Kliwon dini hari, 15-16 Oktober 2003 lalu, acara Topik (SCTV), praktis isu Santet Go KUHP !
Lagu lama kedua tamu-akbar tersebut, Prof. DR Muladi SH dan DR Adnan Buyung Nasution SH adalah titik-beratkan masih belum adanya teknologi eksak & thok-cer untuk deteksi santet !
Selaku inventor Klasindo Exorcist, Ir. Bambang Gumono (0274-375748) tandaskan, fenomena santet ( = P Plus ) dapat dengan mudah dideteksi via Elektro-Fotografi Kirlian. Selanjutnya, cara santet apa pun, berapa pun P-Plus nya, termasuk leak ganas Bali, mudah diganyang pancaran P-Min Klasindo Exorcist (= Gumono). Gunakan sedikit tenaga listrik PLN, dan harganya pun terjangkau. Dan dibantu Metal Detector, kami tidak sulit lagi temu-eksakkan lokasi harta-karun, terutama emas (Au) !!
Mencuat ASEAN-inya musibah Banyuglugur, Paiton Wetan ( barat Kab. Situbondo ) awal Oktober 2003 lalu yang sampai renggut 55 nyawa, justru justru merupakan blessing in disguise bagi penulis :
Rambu-rambu Gaib (RG) masuk Undang-undang Lalu-lintas Jalan Raya !
RG tersebut bisa berupa “tengkorak” bertuliskan “Awas Kawasan Angker, Kurangi Kecepatan” dan kalau perlu dilengkapi juga “Bunyikan Klakson” !
Siapa tahu, kawasan-kawasan angker nantinya, secara kreatif-inovatif-intuitif bisa kita ‘sulap’ jadi Objek-Wisata Spiritual, terutama bagi para ‘pemburu roh halus’ --- dengan kamera, syukur ‘Handicam’ canggih ! Siapa tahu, di tempat tersebut terpendam juga harta-karun !!***
RM Pradiko Reksopranoto
Pencipta Bridge Wayang
Jalan Sultan Agung 65 & 69
Wartel 69, Telefax 555933
Yogyakarta 55111
Tab. Mandiri 137.0088038977
BATIK PARANORMAL BRIDGE WAYANG “Hari-Ratna”, Ta :
Ace of Spades ( S-A ) = Gunungan,
King of Hearts ( H-K ) = Prabu Suyudana, Queen of Diamonds (D-Q) = Srikandi dan Jack of Clubs (C-J) = Bagong.
S-King = Prabu Kresna, D-King = Prabu Salya, C-K = Prabu Yudistira.
S-Queen = Dewi Kunti, H-Q = Banowati, C-Q = Dewi Drupadi.
S-Jack = Semar, H-J = Gareng, D-J = Petruk. Batik S-A hitam-putih = cukup !
Sukses-, Ramai- & Unikkan HUT ke 50 Gabungan Bridge Seluruh Indonesia !
GABSI didirikan di Surabaya, 12 Desember 1953 !
Hubungi Bung Hari Sunaryanto, Jl. Semeru IX / 2, Kalangbret 66261, Tulungagung,
Tel 0355-328653, Fax 322218 !!
Tabungan Mandiri 144.0002209762.
Titi Karsa (Iqra) Temu Karsa :
Ironi BIN Ungguli STPDN !
ERUPSI pers STPDN tak kalah dengan erupsi dahsyat beruntun Gunung Api Pinatubo (Pilipinas) --- setelah sekitar enam abad ‘istirahat’ ! “Buruk Muka Cermin (Pers) Dibelah” berkumandang di pelbagai media masa. Beberapa ‘singkatan baru’ pun muncul ! STPDN = Sekolah Tinggi ‘Pembunuh’ Dalam Negeri ! Lain orang tak mau kalah : “Sekolah Tawuran-Pelajar Dalam Negeri” ! Anda mungkin punya ‘kepanjangan’ lainnya --- sumonggo !
Virus erupsi dalam STPDN, sedikit banyak telah ditebarkan jauh sebelumnya ! ‘Well-planned-ly’, oleh mereka yang ‘tak-suka’ atau merasa ‘dirugikan’ oleh bakal-jayanya Nus(w)antara, ASEAN, atau “Mabuhay Nusantara” di masa-masa mendatang !
Resep utamanya, me- “Yes-Man Oriented-kan” --- atau ‘kasarnya’, “Narkobakan” atau “Setanoaktif (P Plus)-kan” --- SisDikNas !!
Ini bisa “dilengkapkan’ dengan penebaran virus ‘ironi-abadi’ ke dalam BIN (Badan Inteligen Nasional atau Negara) : Virus-virus “Dosomuko 5-2-4.3” (USA-Pentagon-CIA.Mafia) telah “Intelmejen” kan bahkan jauh sebelum “INDia Of NEtherlands State(s) In Asia” --- Logan (“4”) dan Bastian (“3”) --- merdeka ! Praktis seluruh prestasi TNI kita hanya berupa sukses “perangi bangsane dhewek” ! Ironis !! ***
RM Pradiko Reksopranoto
Pencipta Bridge Wayang &
Sri Hatono Atmosekarto
Jalan Sultan Agung 65 & 69
& Gunungketur PA 2 / 423
Yogyakarta 55111
Telefax “Wartel 69” 0274-555933
Tabungan Mandiri 137.0088038977
USA = 21+19+1 = 41 = 4+1 = “5”. CIA = 3+9+1 = 13 = 1+3 = “4”.
Pentagon = 16+5+14+20+1+7+15+14 = 92 = 9+2 = 11 = 1+1 = “2”
Mafia = 13+1+6+9+1 = 30 = 3+0 = “3” ! (Key : A=1, B=2, C=3 dst.)
Titi Karsa (Iqra) Temu Karsa :
Kans P S I M Ungguli MuRI Persik !
ANDAIKAN DR HC Jaya Hartono, kelahiran Medan, partner Fandy Ahmad (Bawean, Singapura) juarakan berulang Niac-Mitra 1980-an --- dengan > 70 VP % --- jadi “Ketua Kehormatan” PSMS Medan dan Sekitarnya, boleh jadi, dengan toleransi ilmiah ngetopnya, Jaya Hartono akan ‘surprise’ : “Biarkan Persim Maros ‘telan kemenangan’ 1-0
--- atas PSMS ! Dan anggap saja Kompetisi 8-Besar PSSI Divisi Satu sudah berakhir ! Juara I dan II tetap Persebaya dan Pesela ! Jelas hemat waktu, biaya dan tenaga !!”
Selanjutnya, saya ber Metamatika : “Siapa tahu, PSMS dan PSIM akan berhasil kiprah di Divisi Utama, dan salahsatunya bisa jadi ‘Scudetto’ = Juara ! Alias, ungguli Persik yang ber ‘start’ dari Scudetto Divisi Satu 2002 itu ! Yakinlah !!”
Perlu kami tambahkan, Persik capai gelar Scudetto dengan VP % terendah (!) : 67 VP dari 114 VP ( VP = Victory Point = Biji Kemenangan ) alias hanya 58,77 % !!
Ini jelas, ‘layak’ MuRI --- lengkapi “Dwi Treble Scudetto” Jatim 2002 (Petrokimia Putra, Persik, Persid) dan 2003 (Persik, Persebaya, Persekabpas !!
Dan jangan lupa : Box-office kan Paperback mewahnya segera ! Lengkap dengan nomor telepon dan faximil Sekretariat kelima atau keenam (termasuk Persela) ‘pengukir sejarah’ sepakbola Jatimnya sekali ! ***
RM Pradiko Reksopranoto
Jalan Sultan Agung 65 & 69
Telefax “Wartel 69” 555933
Yogyakarta 55111
Tabungan Mandiri 137.088038977
Titi Karsa (Iqra) Temu Karsa :
DR HC “Persik” Jaya Hartono
Go Surabaya 2005 SEA Games
Adu Penalti 2 x 22 Kick !!
COKORSAWATI 13” x 6” Ibu, Maluku Utara ‘dibingungkan’ Box Office 100-halaman, Rp 20.000 Paperback lux Persik Sang Juara : dengan alamat lengkap Sekretariat Persik nya : Jalan Diponegoro 7, Kediri (64123), tel. 0354-686690 saja ! Nomor fax, kapan ? (Penulis = keponakan Alm. Bp. R. Soeyoso, Jl. Diponegoro 9, Kd ! ).
Berpostur ‘bangkok-kekar’ tapi cerdas dan bakat-radiestesia pada alas-kaki kirinya, seusai unjuk prestasi unggul-mutlak lintas-alam gunung & lembah dia dilahirkan di tempuran kali --- objek-wisata ‘bikin Anda ketagihan’ --- dia juga ‘grandslam’ tak kalah nyentrix :
“DR HC kan Jaya Hartono ! Plus, NgeTop-nya, berikan juga Jaya Hartono ‘tugas-mulia’ = Sukseskan SEA Games Surabaya 2005 mendatang ! Andai dana belum cukup, kami justru untung! Biaya SEA Games Surabaya jauh di bawah PON XV !
Surya SEA Games demo & konteskan New Events saja : Adu Penalti 2 x 17 Kick atau 2 x 22 Kick --- misalnya !”
Dokter Haji Agus Usmansyah (0251-311474, Bogor) usul unik : “Demo & Konteskan Pingpong Balap alias Precision Pingpong : Gamewatch & Counter Frekuensi ulang-alik bolanya itu. Bisa sekitar 150 pukulan (beats) semenitnya ! Frekuensi bolanya bisa kita catat seeksak atletik, renang, tembak dll ! Kontes Events-nya bisa 10-menitan, 20-menitan atau 15-menitan. Bisa singles atau doubles ! Bisa men, women atau mix-pair !”
Selain konteskan Catur dan Bridge, Surya SEA Games demo Sekak Pingpong, Badminton & Volleyball : Tiadakan Rubber Sets, Totalpoint-Scoringkan Set-1 dan Set-2, Victory Point (VP)-kan lantas Swiss Movements-kan turnamen-turnamennya itu !
Basketball & Volleyball kita ‘tinju’ : Klasifisir menurut tinggi-badan pesertanya itu ! S3 Olahraga pun ‘sulit’ cerna ide “toepinch-endplay” Cokorsawati ? IQ, SQ atau TQ nya > 170. Toepinch tangkas & kilat mautnya, cekik-leher & lumpuhkan thok-cer ular-bisa sampai 3-4 feet, bisa > 2.000 PSI (>136 kg/cm2), cukup mudah pecah cangkang biji kemiri, detikan !!
Tanggapi berulangnya Sukses Treble-Champ Sepakbola Jatim,
Dr. Usmansyah usul terbitkan buku ‘serupa’ : buat at least The Six ‘Lucky’ Jatim Teams combined : Petrokimia Putra-Persik-Persid (2002) & Persik-Persebaya (plus Pesela)-Persekapas (2003) !
Dan, lampirkan juga Sukses Jatim = Juara Umum PON XV (2000) lalu : Raih >100 medali emas, >100 perak & >100 perunggu !
Plus, juga Juara Sepakbola PON !! ***
<